Thursday, November 17, 2011

Hari Terakhir di Sisimu (2)



Hampir satu bulan sudah terlewati...


Tanpa ada penjelasan dan obrolan yang berarti di antara Royes dan Karina. Karina mulai kembali menjalani aktifitasnya sebagai mahasiswi di sebuah universitas ternama di negerinya. Begitupun Royes sibuk dengan rutinitasnya sebagai seorang pengusaha.


Mereka tinggal di satu rumah yaitu di kediaman Karina, tapi tentu saja tidak satu kamar, walaupun mereka sudah saling mengetahui bahwa mereka terikat pernikahan.


Karina tidak ingin mengungkitnya, apalagi ada yang mengetahui pernikahannya. Gadis itu berusaha menutupi semua tentang dirinya dan Royes yang tinggal bersama. Menutupi pernikahan mereka dari siapapun!


Hampir setiap pagi mereka sarapan bersama tanpa bertegur sapa. Entah mengapa sejak perkataan Karina di waktu itu, Royes terlihat lebih banyak diam dan menghindari Karina. 


Walau demikian mereka harus menghadiri beberapa perhelatan yang diadakan oleh perusahaan peninggalan orang tua Karina. Tentunya mereka hadir karena sebagai pemegang saham terbesar dari perusahaan tersebut. Dan hanya di kalangan para relasi dan pegawai saja yang mengetahui pernikahan mereka.


Seperti pada malam itu...


Karina dan Royes harus menghadiri sebuah perjamuan dari peresmian anak perusahaan mereka. Dengan mengenakan gaun malam yang simple namun tetap memancarkan keanggunan, Karina baru saja menuruni anak tangga dan menuju ruang keluarga. Langkahnya tampak tak bersemangat. Karina sudah membayangkan hal yang membosankan selama acara nanti.


Huuuh...bersama dia lagi! Membosankan!


Di ruang keluarga...
Di sana Royes telah menantinya. Keduanya langsung menuju teras dan memasuki mobil yang akan segera membawa mereka ke tempat acara peresmian.


Tidak ada yang memulai percakapan selama perjalanan. Sang supir pun hanya bisa menghela nafas dan mengerti dengan keadaan keduanya.


Tak berapa lama mobil pun tiba di tempat acara tersebut. Dengan sopan dua orang petugas membuka pintu mobil kepada keduanya. Karina hanya tersenyum tipis sambil mendekati Royes untuk berjalan berdampingan masuk.


Bagi Karina maupun Royes, mereka biasa saja. Tapi semua orang memperhatikan penampilan mereka, juga bagaimana kekompakan keduanya di depan para relasi dan pegawai. 


Beberapa teman menyambut dengan sumringah. Bersalaman, cium pipi kanan dan kiri lalu berpelukan. Karina geli menyaksikan hal itu. Dia hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya saja sebagai tanda hormat pada semuanya.


Kini keduanya duduk di barisan kursi VIP. Berdampingan dengan beberapa relasi lainnya. Royes pun mulai mengobrol dengan beberapa orang di sana. Sementara Karina asyik dengan ponselnya. Sekali-sekali keduanya saling tatap bila ada yang mempertanyakan pernikahan mereka.


"Terimakasih" jawab Royes kepada teman yang mengucapkan selamat atas pernikahan mereka.


Karina pun dengan sangat ramah tersenyum pada orang tersebut. Walau dalam hatinya begitu terpaksa melakukan hal itu.


Hhhuuuuffthh, berapa lama lagi aku seperti ini?!


Tiba-tiba...


"Halo...Karina" sebuah suara menyapa Karina dari belakang.


Semua yang ada di sana pun menoleh. Karina agak kaget dengan sapaan suara yang begitu lama tak pernah dia dengar kembali.


Royes sempat memperhatikan pria yang memanggil Karina, namun pria itu kembali melanjutkan perbincangannya dengan yang lain.


"Aa...Andre" kata Karina sambil membalikkan tubuhnya dan berdiri mendekati pria itu.


Mereka sempat berdiri sejenak di sana, hingga kemudian keduanya pun pergi ke satu sudut ruangan. Tanpa memperkenalkannya pada Royes, Karina langsung pergi. 
Tak berapa lama keduanya telah asyik mengobrol. Wajah Karina tampak sangat bahagia. Begitupun Andre. Pria itu memang sangat mengagumi Karina sebelumnya. Secara kebetulan Andre adalah seorang pengusaha muda dan bekerja sama dengan perusahaan Karina.


"Ooh...jadi kau mempunyai kerjasama dengan perusahaan ayahku?" tanya Karina di sela perbincangannya dengan Andre.


Andre mengangguk sebelum menjawabnya, "Iya, tentu saja. Mungkin kau baru mengetahuinya".


"Itu karena mulai sekarang aku harus mengurusi perusahaan ayah" ujar Karina kemudian.


"Tapi kau tidak sendirian bukan?" tanya Andre ingin tahu.


Karina terdiam sebentar, lalu matanya menoleh ke arah dimana Royes duduk. Kebetulan Royes pun sedang menatap ke arahnya. Keduanya bertatapan lalu berpaling dan melanjutkan obrolan masing-masing.


"Darimana kau mengetahuinya, Dre? Apakah semua orang sudah tahu tentang itu?"


"Hahaha...." Andre terbahak mendengar pertanyaan Karina.


Dengan wajah malu, Karina tertunduk...


"Karina...Karina...tentu saja semua orang mengetahuinya! Itu karena sebelum ayahmu meninggal, beliau sempat memperkenalkan pria itu dalam sebuah rapat pemegang saham" jelas Andre dengan mata  melirik ke arah Royes.


"Ohya?!" sahut Karina lesu.


Andre pun mengangguk memastikan ucapannya. Sepertinya pria itu sedih dengan keadaan wanita di depannya. Mereka saling tatap beberapa saat. Dari tatapan itu, Andre tahu bahwa Karina tidak suka dengan pernikahannya.


Andre menatap lekat-lekat gadis cantik di hadapannya. Karina menunduk menutupi kesedihan di wajahnya. Dengan sangat lembut Andre menyentuh jemari Karina. Karina terperanjat dibuatnya...


Tak kentara Karina menolak sentuhan tersebut. Saat itu Karina menyadari posisinya tak bisa sembarangan lagi. Demi nama baik keluarga dan perusahaan ayahnya, gadis itu harus mematuhi semua norma dan bersikap baik di depan semua orang.


Tanpa mereka sadari, beberapa pasang mata mengamati keduanya. Royes pun turut mengamati Karina dan Andre berulang kali. 


Royes tak bergeming menyaksikan hal itu. Matanya berusaha mengalihkan pandangan dan pikirannya dari sedikit rasa malu akan apa yang dilakukan Karina bersama Andre.


Perlahan Royes menarik nafas untuk kesekian kalinya. Hingga acara penutupan pun usai, keduanya masih terpisah. Tampak Royes berdiri menunggu Karina yang masih berbicara dengan Andre.


Menyadari itu, Andre meminta Karina untuk bangkit dan menghampiri Royes.


"Suamimu sudah menunggu! Lain kali kita lanjutkan. Aku senang malam ini bisa bertemu denganmu, Karina" kata Andre.


Karina tersenyum...


"Begitupun aku, terimakasih mau menemaniku malam ini" balas Karina dengan melambaikan tangannya berlalu menjauhi pria itu.


Pria itu....Andre adalah teman semasa SMA dulu. Kakak kelas yang sangat dikagumi Karina. Mereka sempat jalan beberapa kali. Namun sejak lulus, mereka kehilangan kontak.


Dan kini, Royes telah berdiri menunggu Karina dengan sabar. Matanya melirik Karina yang berjalan ke arahnya, lalu pria itu pun melangkahkan kakinya menuju mobil yang telah terparkir di depan gedung.


BLAM!


Royes menutup pintu mobil sebelah kiri. Diikuti Karina dari pintu sebelah kanan.


Blam!!


Perjalanan yang membosankan bagi Karina dan Royes. Tak satu katapun yang terucap. Keduanya membisu seolah bermusuhan.


Mata Karina menerawang keluar jendela. Mengkhayalkan pertemuannya tadi dengan Andre. Wajahnya sedikit ceria mengingat hal itu. Gadis itu tersenyum-senyum sendiri bahagia. Royes menoleh, mengamati Karina yang seperti itu. Dia pun tersenyum...


Karina...Karina...aku senang kau bisa tersenyum bahagia seperti itu. Walau aku tahu bahwa semyum itu untuk pria tadi...


Mobil tiba di pelataran rumah Karina. Karina begitu cepat keluar mobil dan berlalu masuk ke dalam rumah. Seorang pelayan memberinya salam, namun Karina tak sempat membalasnya. Gadis itu keburu menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya.


BBLAM!!


Perlahan Royes menaiki tangga dan mengetuk pintu kamar Karina..


Tok...tok...tok...


Beberapa detik berlalu, tidak ada jawaban dari Karina. Sekali lagi Royes mengetuk pintu itu...


Tok..tok...tok...


CKKLEK!!


Dengan kasar, Karina membukanya dan menatap Royes tanpa ekspresi sama sekali. Dingin!


"Aku hanya ingin mengatakan terimakasih padamu karena telah menemaniku ke acara tadi" kata Royes jujur.


Mendengar perkataan Royes, Karina sedikit luluh dan melembutkan tatapannya pada pria itu.


"Boleh aku masuk?" tanya Royes santai.


Karina tak menjawab pertanyaan Royes, gadis itu langsung membiarkan pintu terbuka dan duduk di sebuah sofa. Royes pun masuk dan berjalan menuju balkon. Karina berdiri dan menyusul Royes ke balkon.


Ada apa lagi dengan dia? Aku tak pernah mengerti dengan semua kata-kata dan sikapnya padaku! 


Royes berdiri di tepi pagar balkon, dan memandang jauh pemandangan sekitar kediaman mereka. Karina berdiri di sebelahnya, berharap Royes mengatakan apa maksudnya mendatangi dirinya malam ini.


"Karina, aku akan mengadakan perjalanan bisnis beberapa waktu ke luar negeri. Apa kau akan...pergi bersamaku?" ucap Royes memberi tawaran.


Karina terkesima dengan ucapan dan ajakan pria di sebelahnya. Gadis itu tak menyangka Royes masih mau mengajaknya pergi walau membosankan.


Karina belum sempat menjawab ajakan Royes, pria itu bertanya lagi:
"Semua ini untuk perusahaan...bukan untuk kesenanganku semata! Jadi aku menanyakannya sekali lagi padamu....apa kau bersedia ikut bersamaku?" 


Karina diam menatap Royes. Wajahnya cemberut seketika mendengar ucapan Royes sebelumnya.


"Aku tidak bisa ikut! Ada mata kuliah yang tidak bisa aku tinggalkan  minggu ini" jawab Karina ketus.


"Ya sudah, selamat malam" ucap Royes sambil berlalu meninggalkan Karina.


Blam!! Karina terhenyak mendengar ucapan Royes terakhir. Dia tak habis pikir dan tak mengerti dengan sikap pria itu.


"Menyebalkan! Tadi sepertinya dia memaksa ingin aku ikut dengannya?! Tapi terakhir sepertinya dia pasrah! Huuuhhh" omel Karina kesal.


TIBA-TIBA...
Kekesalannya terhenti oleh dering ponsel di sakunya. Karina mengangkatnya.
"Halo...Karina di sini" sapa Karina ramah.


"Iya, di sini Andre" sahut suara dari sebrang sana.


Wajah Karina tersenyum lucu mendengar jawaban dari pria itu...


"Aah...Andre, kau membuatku malu" 


"Hahaha...." Andre tertawa geli.


"Darimana kau mendapatkan no ponselku?" tanya Karina penasaran.


"Itu tidak perlu kau tahu. Yang jelas aku sangat senang bisa berkomunikasi lagi denganmu" ujar Andre.


"Andre...Andre...kau selalu saja membuatku terkejut" 


"Ohya, aku lupa tadi menanyakan sesuatu padamu" kata Andre memulai.


"Eh, apa? Memangnya apa yang ingin kau tanyakan?" 


"Bukan hal penting, tapi aku ingin kita bertemu lagi saat perjalanan bisnis nanti" kata Andre serius.


Perjalanan bisnis?


"Perjalanan bisnis? Apa kau juga akan pergi?" tanya Karina.


"Tentu saja, apa suamimu tak mengajakmu?" 


"Iya, dia mengajakku"


"Lalu, kau ikut kan?" tanya Andre penuh harap.


Karina menggigit bibirnya bingung. Pikirannya segera berkelana bahagia bisa bertemu lagi dengan pria itu. Pria yang dikaguminya..


"Tentu saja aku ikut!" jawab Karina singkat.


Wajahnya yang lesu berubah menjadi penuh semangat dan ceria. Khayalannya bersama Andre membubungkan pikiran dan hatinya yang kesepian.


"Halo...halo...Karina" panggil Andre setelah tidak ada ada suara dari sebrang sana.


"Eh...oh...iya, maaf ada pelayan yang mengetuk kamarku" Karina beralasan.


"Baiklah, sampai bertemu nanti. Selamat malam dan mimpi yang indah ya" ucap Andre menutup teleponnya.


Klliik..


Karina memandangi telepon di genggamannya. Gadis itu tersenyum lagi. Kemudian dengan cepat dia berpikir bahwa dia harus segera mengatakan kepergiannya mengikuti perjalanan bisnis nanti pada Royes.


BLLAAMM!!!


Karina menutup pintu kamarnya dengan kakinya. Dia berlari keluar kamar dan menuju kamar Royes yang berada tepat di sebelah kamarnya.


Tok...tok...tok...


Karina mengetuk kamar Royes beberapa kali...


Gadis itu tak sabar ingin mengatakan keikutsertaannya pada Royes. Karena tak bisa menahan kesabarannya, dengan tergesa Karina membuka pintu kamar itu...
Dan...


BUUUKKK!!!


Pintu itu menghantam sesuatu. Ternyata pintu itu mengenai wajah Royes yang baru saja akan membukakan pintu untuk Karina.


"Aaaww..." rintih Royes kesakitan.


"Oooppss....maaf, aku tak tahu jika kau sudah akan membuka pintu ini" kata Karina takut.


Royes memegangi wajahnya yang terkena pintu. Tepat di hidungnya yang mancung. Hantaman itu membuat hidung Royes berdarah!


Melihat itu Karina langsung panik. Tangannya meraih tisu yang ada di dekat meja tak jauh dari pintu. Dengan cekatan Karina menghapus darah di hidung Royes.


Tak sengaja mata mereka beradu. Jarak yang dekat membuat Karina merasakan wangi dan harum nafas pria itu. Royes pun demikian, hatinya sedikit berdegup saat Karina menyentuh hidungnya. Usapan itu terasa sangat lembut. Berbeda dengan keseharian Karina.


DEG!


Karina menjauhi Royes setelah darah di hidung pria itu bersih. 


"Terimakasih" kata Royes datar.


Keduanya sedikit salah tingkah...
Karina meremas jari tangannya kikuk, tapi dia harus segera mengatakan sesuatu pada Royes.


"Begini, tadi aku menghubungi teman kuliahku...dan...aku meminta mereka untuk mengisikan absenku"


"Lalu..." ucap Royes menyambung...


"Agar aku bisa menemanimu pada perjalanan bisnis nanti" jelas Karina.


Royes menatap Karina dalam...
"Baiklah kalau kau bisa ikut. Itu bagus! Walau aku sudah terlanjur mengajak temanku tadi. Tapi tak apa...ini akan lebih menyenangkan" ujar Royes santai.


Kening Karina berkerut mendengar jawaban Royes...
"Teman?" tanya Karina tanpa sadar.


Royes menoleh dan mengangguk...
"Ya, temanku. Teman setiaku semasa kecil. Kami selalu bersama kemanapun pergi. Aku harap...kau akan menyukainya" jawab Royes menerangkan.


Setelah itu Karina kembali ke kamarnya. Hatinya lega sudah meralat keputusannya tadi. Tapi pikirannya masih terganjal kata-kata Royes terakhir.


"Dia sudah terlanjur mengajak teman masa kecilnya untuk perjalanan bisnis nanti?! Siapa?" gumam gadis itu penasaran.


Kepalanya menggeleng untuk menenangkan rasa penasarannya. "Ah...berarti itu sama denganku! Aku akan bertemu Andre di sana"


"Ooh...senangnya. Aku jadi tak sabar menunggu hari itu" ucap Karina sambil memutar tubuhnya yang semampai di lantai kamarnya.


Gadis itu begitu bahagia...


Andre...


@@@


Saat perjalanan bisnispun tiba...

Sedari pagi Karina sudah bersiap. Tak beda dengan Royes. Pria itu tampak sedang menyiapkan beberapa dokumen yang akan dia bawa dalam perjalanan bisnisnya.

Namun tidak begitu dengan Karina. Gadis itu hanya mempesiapkan pakaian. Setelah selesai meyiapkan segala sesuatunya, gadis itu pun dengan santainya keluar kamar menuju ruang makan untuk sarapan.

Setibanya di ruang makan, terlihat Royes telah menunggunya. Matanya menatap Karina yang baru saja duduk berhadapan dengannya. Karina tak menghiraukan tatapan itu. Wajahnya tampak sangat ceria pagi itu. Royes memperhatikannya sedari tadi. Pria itu tersenyum tulus memandangi wajah bahagia sang istri.

"Sepertinya kau bahagia sekali pagi ini?" tanya nya pada Karina.

Karina menghentikan suapannya sejenak dan menatap Royes...

"Hhmmm...maksudmu aku?" Karina bertanya balik dengan mulut yang penuh dengan makanan.

Royes menggeleng melihat sikap Karina yang berbeda dengan kecantikan wajahnya.
Karina tidak suka dengan gelengan kepala Royes!

"Begini, sepertinya kau sangat membenciku?" tanya Karina sinis dengan tatapan tajam pada Royes.

Royes hanya menatap Karina kaku, tanpa menjawab pertanyaan sekaligus pernyataan gadis di hadapannya!


"Hellooo, tuan Royes, tolong jawab aku!" sungut Karina kesal.


Royes menatap Karina santai, "Apa yang harus aku jawab nona Karina?!" tanya Royes meledek.


Karina mencibirkan bibirnya marah pada Royes...
"Sudahlah! Tidak penting lagi!!" ketus Karina.


Keduanya pun melanjutkan sarapan bersama tanpa perbincangan yang berarti...


@@@


Setibanya di Bandara... 

Royes dan Karina turun dari mobil yang membawa mereka. Seorang pelayan membawa barang-barang keduanya. Tentu saja pelayan itu harus ikut bersama mereka untuk mempersiapkan semua kebutuhan keduanya selama di luar negeri.

Royes melambaikan tangannya pada seseorang...

Karina memperhatikan arah lambaian tangan pria itu dengan seksama. Seorang gadis cantik setengah berlari mendekati keduanya. Dengan senyumnya yang mempesona, gadis itu tampak sangat gembira bertemu dengan Royes. Karina pura-pura tak peduli dengan semua itu.

Huuuh...teman masa kecil? Atau kekasih?
Dasar!!!

"Oh iya Deandra, ini Karina" kata Royes sambil menoleh kepada Karina.

Karina tersenyum tipis menyambut uluran tangan gadis itu...
"Karina"

"Deandra" balas gadis itu ramah.

Suasana sedikit kaku karena sikap Karina yang memang tidak pernah bersahaja bila berada dekat Royes. Gadis itu berjalan mendahului Royes dan Deandra.

Tanpa sadar Andre telah berada di belakang ketiganya. Pria itu tersenyum bahagia tatkala melihat Karina sendiri berjalan.

"Selamat pagi tuan Royes" sapanya sopan.

"Ah kau ikut juga ternyata, tuan Andre?" jawab Royes sedikit kaget.

"Iya, kami satu tim bersama salah satu anak perusahaan anda, tuan" jelas Andre ramah.

"Oh begitu, aku senang kalau seperti itu" ucap Royes sambil mengangguk mengerti.

Karina tak mendengar perbincangan keduanya, telinganya begitu asyik mendengarkan lagu-lagu dari ponselnya.

Setelah boarding pass, Karina baru menyadari bahwa ada Andre di belakangnya. Dengan cepat dia melambatkan langkahnya dan mensejajarkan langkahnya bersama pria itu.

"Hai, mengapa kau tak menegurku sedari tadi, Dre?" tanyanya merajuk.

"Aku hanya tak ingin mengganggu lagumu saja" balas Andre menggoda.

Keduanya hanya butuh waktu singkat untuk akrab berbincang dan bercanda.

Tawa lepas Karina begitu terdengar renyah di setiap telinga yang berada di dekatnya. Termasuk Royes! Pria itu sedikit terganggu dengan suara istrinya.
Dengan pelan dia mendekati Karina...

"Aah, Andre...maaf aku ingin bicara sebentar dengan nya" kata Royes sembari menarik tangan Karina setengah kasar.

Deandra dan Andre hanya mengangkat bahunya dan berjalan hingga ke ruang tunggu.

Sedangkan Royes membawa Karina ke sebuah sudut tak jauh dari pintu ruangan tersebut.

"Lepaskan tanganku, Royes!" gerutu Karina kesal.

Royes menatap tajam pada Karina. Seolah ingin memakan gadis cantik di hadapannya tersebut.
Karina pun membalas tatapan tajam Royes lebih sinis!
"Kenapa? Kenapa haaah? Apa kau terganggu dengan tawaku?" tanya Karina marah.
"Karina dengar! Kita akan mengadakan perjalanan bisnis! Aku harap kau jangan bertingkah aneh yang akan menghancurkan semuanya!" terang Royes tegas.

Karina berusaha menghempaskan tangannya dari genggaman Royes, namun sayang cengkraman Royes terlalu kuat untuk dilawan oleh gadis secantik Karina.

Karina pun pasrah menyandarkan tubuhnya di sudut dinding...

Melihat keadaan seperti itu, Royes bertambah mendekati wajah Karina dengan mata yang sangat tajam.

Tapi tidak begitu bagi mereka yang memperhatikan keduanya dari arah belakang. Keduanya tampak seperti sedang berciuman. Dan itu menjadi pemandangan menarik bagi beberapa relasi dan para rekan bisnis yang ikut. Termasuk Andre dan Deandra!

"Apa yang mereka lakukan?!" gumam Deandra.

Sementara itu...

Karina berusaha menginjak sepatu Royes. Tapi Royes menahan sakitnya dengan terus mencengkram lengan Karina.

Karinapun semakin berontak..
"Royeees, aku tegaskan sekali lagi: jangan campuri urusanku!" bisik Karina tajam.
"Siapa yang ingin mencampuri urusanmu? Tapi kali ini semua memang akan menjadi urusanku! Apa kau paham!???" balas Royes sinis.

Karina memejamkan matanya untuk menenangkan rasa marahnya pada Royes. Wajahnya memerah karena menahan itu!

Pria ini benar-benar membuatku muaaak!!!

Royes dan Karina masih saling tatap tajam, ketika sebuah panggilan dengan kode penerbangan yang akan mereka naiki disebut.
Tanpa bicara lagi keduanya langsung masuk ke ruang tunggu dan menghampiri rombongan,

Dengan cepatnya wajah Royes maupun Karina tersenyum kembali pada semuanya. Mereka berjalan memasuki pesawat.

@@@



Perjalanan yang panjang itu akhirnya sampai juga di kota tempat yang mereka tuju. Dengan wajah yang bahagia Royes membawa kopernya. Diikuti Karina, Andre, Deandra dan rombongan lainnya.

Setibanya di bandara, beberapa mobil tampak datang menyambut mereka.

Mobil pertama dikhususkan untuk Royes dan Karina saja. Sedang Andre dan Deandra menaiki mobil yang lainnya. Wajah Karina cemberut karena harus bersikap manis di depan semuanya. Apalagi dia harus satu mobil dengan Royes.

"Apa tuan Royes akan langsung ke lokasi?" tanya supir dengan sopan.

Royes tak langsung menjawab, dia melirik Karina yang duduk di sebelahnya. Namun Karina diam saja, dengan wajah yang dipalingkan keluar jendela mobil.

Royes pun akhirnya menyenggol lengan gadis itu kasar, hingga membuat Karina kaget dan langsung menatap tajam dirinya.

"Baiklah pak, kita mampir untuk makan dahulu! Dimana kira-kira yang enak dan suasananya tak membuat istriku bosan?" jawab Royes pada supir itu.

Karina bertambah sebal dengan jawaban Royes!

Huuuuuh!!!! Istriku???!!
Dasar!!!

Karina semakin mengeraskan rahang wajahnya. Gadis itu benar-benar kesal dengan sikap dan ucapan Royes, pria yang memang disebut sebagai suaminya tersebut.

"Apa wajahmu akan seperti itu terus?" bisik Royes pada Karina.

Pria itu bergeser untuk bisa mengatakan itu. Kini posisi duduk keduanya sangat dekat. Karina ingin bergeser menjauh, namun sayang posisinya berada di tepi dari jok mobil itu.

Dia sudah gila!

Pikir Karina dalam hati. Gadis itu mencoba tenang dan menahan semua emosi kekesalan yang dia rasakan pada Royes.

Tak terasa mobil telah membawa mereka ke sebuah tempat yang begitu indah. Letaknya tepat di pinggir pantai dengan pasir yang putih. Pemandangannya sungguh membuat Karina takjub. Gadis itu baru saja akan membuka pintu mobil namun tiba-tiba tangannya di tahan oleh Royes.

"Tolong jangan membuat keluarga kita malu! Bersikaplah dewasa!" ujar Royes memohon dengan lembut.

Karina sedikit terkesima dengan sikap Royes barusan. Seperti ada yang membuatnya untuk patuh dan mendengarkan keinginan dari pria di sampingnya itu.

Mereka saling tatap sesaat...
Karina tertunduk bingung harus bagaimana. Tapi perlahan Royes menarik lengannya kemudian menggenggamnya erat.

"Apa-apaan ini?" tanya Karina polos.

Royes memandangnya serius...
"Tetap eratkan jemarimu di tanganku, Karina! Aku mohon!" pinta pria itu tulus.

Karina pun diam dan akhirnya mereka turun dari mobil masih dengan tangan yang saling berpegangan kuat.

Semua rombongan termasuk Andre dan Deandra pun semakin berprasangka yang tidak-tidak kepada keduanya. Mereka mengira bahwa keduanya memang benar-benar saling menyayangi satu sama lain.

@@@

Ternyata di tempat itu juga tempat penginapan atau hotel yang akan mereka bermalam.
Tentu saja semua rombongan sangat bahagia. Tak terkecuali Karina. Wajahnya terlihat sangat antusias dengan hal itu.

Dia berjalan menyusuri pantai selepas makan. Melihat Karina yang sendiri, karena Royes asyik berbincang dengan rombongan lain, Andre pun perlahan mengikuti gadis cantik itu.

Pria itu memang sangat ingin selalu berdekatan dengan Karina. Karena gadis itulah cinta pertamanya.
Karina menoleh ke arah Andre dan tersenyum manis.


"Karin, apa kau suka tempat ini?" tanya Andre menyapa duluan.


Karina mengangguk bahagia: "Tentu saja Dre, aku akan sangat menyesal jika tidak ikut dalam perjalanan ini!"


"Syukurlah kalau seperti itu" kata Andre menimpali.


Keduanya berjalan terus menjauhi restoran dan hotel. Pasir yang begitu putih bersih membuat mereka betah berlama-lama menyusurinya.


Sementara mereka asyik berbincang dan bercanda, dari kejauhan tampak mata Royes memperhatikan dengan seksama keakraban keduanya.
Dari sorot pria itu terlihat ada gelisah yang sedang menganga. Padahal ada Deandra yang sedari tadi duduk di sebelahnya ikut berbincang dengan dirinya dan rombongan lain.


Karina...Karina...
Apa kau belum mengerti juga maksud perkataanku tadi??!!
Dasar gadis sok pintar!


Karena semuanya telah selesai makan, dan tampak lelah, maka Royes memutuskan untuk melanjutkan acara bisnisnya esok hari.


Pria itu pun berjalan menyusuri pantai sambil terus menatap jauh ke arah Karina dan Andre.


Deandra berlari kecil mengejar Royes. Gadis pendiam itu senang bisa berduaan saja dengan Royes. 


"Royes, apa aku boleh menemanimu?" tanya Deandra ragu.


Royes pun tersenyum...
"Tentu saja Dea, maaf aku sampai lupa kalau aku yang mengundangmu untuk pergi"


Deandra menggeleng dan tersenyum manis pada pria bernama Royes itu. Pria teman masa kecilnya yang pernah singgah dan hingga kini bersemayam di dalam hatinya. Namun Deandra sangat takut untuk mengungkapkan hal itu pada Royes. Apalagi dia tahu bahwa saat ini, status Royes telah menjadi suami dari Karina.


Karena Royes diam saja, Deandra mencoba membuka pembicaraan.
"Royes, boleh aku bertanya sesuatu padamu?"


"Tentu saja" jawab Royes singkat tanpa menoleh ke arah Deandra.


Tatapannya tetap lurus ke depan dimana Karina dan Andre berjalan. Dan Deandra tahu itu! Gadis manis dan pendiam itu merasa cemburu.
Kecemburuan itu tampak dari sorot matanya yang tajam menatap pria di sebelahnya.
Sampai Royes sadar dengan keacuhannya dan menoleh ke arah gadis di sebelahnya tersebut.


"Aaah maaf Deandra, aku tadi tak konsentrasi" kata Royes sekenanya.


Tiba-tiba...
Setetes airmata menetesi pipi Deandra. Tentu saja Royes panik karenanya.


"Eeeh Dea, kau kenapa? Apa kau menangis karena aku?" tanya Royes cemas.


Namun Deandra menggeleng dan tertunduk. Jemarinya menghapus airmata itu pelan. Gadis itu kemudian menatap Royes dalam...sangat dalam.


Royes pun menjadi kikuk dibuatnya. Dia bingung sendiri harus bicara apa pada gadis di hadapannya. Perlahan tangannya menyentuh jemari Deandra, untuk sekedar menenangkannya.


"Dea, ada apa? Aku merasa tidak enak jika kau menangis seperti tadi?"


Tanpa bicara, Deandra duduk di tepian pantai dan menatap lurus ke arah lautan. Royes mengikutinya. Keduanya duduk dengan santainya di pantai itu.
Merasakan hembusan angin senja dengan sinar mentari yang kejingga-jinggaan.


Deburan ombak terasa membawa mereka pada kebiasaan semasa kecil yang sering menghabiskan liburan bersama keluarga mereka di pantai.


"Apa kau masih mengingatnya, Royes?" tanya Deandra tiba-tiba.


Royes menoleh pada Deandra...


"Hhhmmm, tentu saja aku masih mengingatnya!"


"Dan apakah kau masih mengingat perkataanmu waktu itu Roy?" tanya Dea lagi.


Royes mengerutkan keningnya...
"Perkataan apa itu? Sepertinya aku sedikit lupa" jawab Royes lugu.


Tanpa Royes tahu, Deandra meneteskan airmata lagi. Tatapan gadis itu benar-benar kesepian dan menyedihkan.


"Kau memang tidak pernah mengingatnya, karena kau tidak pernah menganggapnya!" kata Deandra serius.


Royes kembali menatap Deandra...


"Dea, kau...menangiss" desisnya bingung.


Melihat Deandra menangis, Royes pun tak tega. Dan segera mendekat kemudian mengulurkan tangannya untuk memeluk gadis itu dari samping.


Royes berusaha menenangkan gadis pendiam itu. Namun sayang kejadian itu tertangkap mata oleh Karina dan Andre yang bersiap berbalik kembali ke penginapan.


Karina sempat menghentikan langkahnya dan terdiam kaku! Gadis itu merasakan ada sesuatu yang membuat kepalanya panas mendidih. Entah mengapa...


Apa-apaan dia?
Sedang apa mereka?


Tak berapa lama, Royes melepaskan dekapannya dari Deandra. Deandra segera menghapus airmata yang membasahi pipinya.
Mereka pun menyadari kehadiran Karina dan Andre. Dengan cepat Royes berdiri dan hendak menyapa keduanya, namun sayang Karina tak menghiraukannya.
Gadis itu melenggang begitu saja melewati Royes dan Deandra. Beribu cara gadis cantik itu menyembunyikan kegelisahan wajahnya dari tatapan Royes.


"Eeh, Karina...tunggu!" teriak Andre setelah menundukkan kepalanya sebagai tanda santunnya kepada Royes.


Royes pun membiarkan keduanya pergi. Kemudian dia mengajak Deandra untuk berjalan-jalan menyusuri pantai lagi. Hingga senja benar-benar beranjak gelap. Matahari senja sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Keduanya asyik menelusuri kegelapan pantai dengan cahaya rembulan yang mulai tampak.


Sementara di penginapan...


Terlihat di sebuah sudut ruangan, Karina duduk menyendiri menatap keindahan pantai dengan sinar rembulan. Hatinya sedikit damai karenanya. Hingga Andre menghampirinya dan membalutkan sebuah baju hangat di pundaknya.


"Pakailah! Udara mulai dingin Karin" 


Karina tersenyum dan menyambut kedatangan Andre dengan senyum hangatnya.


"Terimakasih, Dre...kau baik sekali"


Keduanya pun duduk berdampingan sembari menikmati cemilan yang ada. Mereka tampak bahagia dan serasi sekali. Andre sangat pandai menghibur gadis cantik itu. Tawa Karina kembali terdengar memeriahkan ruangan balkon yang cukup besar tersebut.


Waktu makan malam pun tiba...


Andre mengajak Karina menuju ruang makan. Di sana telah menunggu Royes dan Deandra juga rombongan yang lain. Pandangan heran tentunya dilayangkan pada keduanya oleh rombongan lain. Mengingat mungkin sedari tadi Royes bersama Deandra, sedangkan Karina betah bersama Andre.


Namun Royes tak membiarkan itu terjadi lama-lama. Dengan cepat Royes menyambut Karina dan menarikkan sebuah kursi tepat di sebelahnya.


"Karina, duduklah di sini!" ajak Royes.


Karina menatap pria itu lekat dan mengangguk begitu saja. Kini keduanya duduk berdampingan seperti sepasang suami istri yang akur.


Tak banyak cerita di ruang makan itu, semuanya bersiap untuk istirahat setelah makan malam usai. Karena besok akan memulai bisnis bagi perusahaan masing-masing.


Andre pun pamit lebih dahulu bersama rombongan lainnya. Sedang Deandra masih mencicipi semangkuk salad di tangannya.


"Deandra, aku dan Karina akan beristirahat lebih dulu. Kuharap kau juga menyusul ya!" kata Royes cuek.


Deandra hanya menatap keduanya kaku dengan senyum tipisnya.
Sedang Karina tak percaya dengan apa yang dikatakan Royes tadi. Gadis itu malah segera ingin beranjak sendiri ke kamar tidurnya tanpa Royes. Karena dia masih gelisah dengan apa yang dilihatnya di pantai sore tadi.


"Tidak perlu Royes, kau temani saja dulu Deandra! Aku akan ke kamarku sendiri saja!" cegah Karina.


Keduanya saling tatap tajam. Deandra pun melihat hal itu...


"Ah Karina, aku tidak bisa membiarkanmu sendiri kan?!" sanggah Royes kemudian.
Pria itu langsung menarik lengan Karina dan berlalu dari ruang makan.
Deandra hanya melongo menatap kepergian keduanya begitu saja.


Terlihat raut kesedihan dan kesepian dari matanya yang bening. Gadis manis itu tertunduk lesu meratapi kesendiriannya.


Aku selalu mencobanya, namun kegagalan pun selalu datang menghampiriku...
Aku tak pernah bisa meraih cintaku kepadamu...


Royes...aku masih dan akan selalu mencintaimu...
Walau aku tahu cinta itu hanya akan membuatku sakit...






 - continue to chapter 3 -

Monday, November 07, 2011

Hari Terakhir di Sisimu



Suara kicau burung membangunkan Karina dari mimpi panjangnya di pagi itu. Dengan wajah malas, dia mencoba menggerakkan lengan dan kakinya, menggeliat seperti seekor anak kucing.


"Hhuuuaaaahhh" gadis itu menguap.


Perlahan dia mulai mencoba bangkit dari tempat tidurnya yang sangat empuk itu.


Tak berapa lama, terdengar ketukan dari pintu kamarnya. Karina tak menjawabnya. Dia hanya memandang ke arah pintu itu dari tepi tempat tidurnya.


Ckklek...


Seorang pelayan membungkuk hormat dan mengucapkan salam dengan sangat sopan kepadanya.


"Selamat pagi, nona. Sarapan nona sudah siap" 


Karina hanya mengangguk dengan senyum tipisnya...


Pelayan itu kembali menutup pintu setelah membungkuk hormat kembali kepada Karina.


Kemudian Karina pun keluar kamar dan menuruni tangga untuk mencapai menuju ruang makan. Tanpa mandi dan membersihkan tubuhnya, gadis jelita itu langsung saja makan.


Sebuah suara mengejutkannya!


"Apa ini kebiasaanmu?!" seorang pria berdiri di sudut ruang makan tersebut.


Karina sangat kaget dengan keberadaan pria itu. Dia menggelengkan  kepalanya karena tak terima dengan teguran dari pria itu yang jelas-jelas tidak dia kenal sama sekali.


Matanya tajam mengarah ke sudut ruang makan dimana pria itu berdiri. Kesal dan tak terima...


Tetapi itu tidak membuat Karina menghentikan aktifitasnya. Dia membuka piring yang ada di depannya.


Tiba-tiba...


PRRAAANNNG!!!


"AAAUUU!!" Karina berteriak dan berdiri menghindari pecahan piring di depannya.


Sesuatu membuat piring di depannya tadi pecah. Dan sesuatu itu adalah benda kecil yang dilempar oleh pria itu.
Karina pun tahu itu!!!
Marah!!


"Heeyy, kau! Keluar dari ruangan ini!" bentak Karina emosi.


Pria itu menatapnya tajam. Matanya semakin lekat membalas tatapan Karina.


Tak...tuk...tak...tuk..


Langkah kakinya menghampiri Karina yang masih dalam keadaan sangat marah dengan teguran orang asing di ruang makannya.


Kemudian tanpa diduga, pria itu menjulurkan dan memperkenalkan dirinya...


"Royes..." ucap pria itu kaku.


Tentu saja hal itu membuat Karina kaget sekali. Dia tak menyangka pria di hadapannya itu bernama sama dengan pria yang akan dijodohkan untuknya.


Kening Karina masih berkerut dengan pikiran yang penuh tanda tanya dan bingung.


"Royes?!" desis Karina jelas terdengar.


KRrreettt!!!


Lalu pria bernama Royes itu menggeser kursi dan hendak duduk tepat di depan Karina. Sementara gadis itu masih dalam keadaan bingung dan tak mengerti.


"Apa kau tidak ingin sarapan bersamaku?" tanya Royes cuek.


Karina masih berdiri memandangi pria di hadapannya dengan wajah sinis. 
Gadis itu mencibirkan bibirnya ke arah Royes. Karina merasa seperti orang lain di meja makannya sendiri.


Karina tidak ingin sarapan bersama!


"Maaf, nafsu makanku hilang melihatmu!" jawab Karina angkuh dan marah.


Gadis itu pun melangkah pergi meninggalkan Royes sendiri di ruang makan. Namun kepergian Karina tak mempengaruhi jalannya sarapan pria itu. Royes terus saja menyantap sarapannya hingga habis.


Setelah sarapan, langkah kakinya menuju lantai atas, dimana kamar Karina berada.


CKKKLLEEKK!!!


BLLAAMM!!


Royes langsung saja masuk dan melangkah menuju balkon kamar Karina. Tidak ada teguran dari gadis itu sama sekali. Dan ternyata Karina sedang mandi.


Terdengar suara gadis itu bersenandung. Royes tersenyum mendengarnya. Matanya yang coklat berkilau makin menambah ketampanannya.


Disinari mentari pagi itu, Royes menghirup udara pagi yang masih terasa sangat segar dan menyejukkan pernafasannya.


Beberapa menit kemudian, terdengar bantingan pintu kamar mandi yang menandakan gadis itu baru saja keluar dari sana.
Kebiasaan buruknya yang sembrono dan jorok sudah tidak bisa ditoleransi lagi.


Dan baru saja berada di dekat gadis itu, Royes sudah dapat merasakan bagaimana kebiasaan buruk dari Karina.


Dengan memakai handuk kimononya, gadis itu berjalan menuju lemari pakaiannya. Namun sebelum menyentuh gagang pintu lemari, Royes sudah berdiri di depan Karina.
Itu membuat jantung Karina seperti akan copot.


"Aaauuuuuuuuuuu!! MENGAPA KAU ADA DI SINI?!  HAAAAH!!!" teriak Karina menggema di ruangan kamar nya.


Tapi Royes sama sekali tak peduli dengan teriakan itu. Ditariknya lengan Karina kembali ke arah kamar mandi. Tepat di depan kamar mandi dia menghentikan langkahnya.
Lalu tangan Karina di tarik dan diarahkan ke gagang pintu kamar mandi tersebut.


Karina berusaha melepaskan genggaman Royes!


"Aaaapa-apaaan kau ini! Seenaknya ke kamarku! Dan sekarang kau menyuruhku apalagi?!" kata Karina kesal.


"Aku hanya ingin melihat caramu menutup pintu ini tadi" jawab Royes santai. Dengan mengerlingkan kedua matanya yang indah ke arah Karina.


Karina sedikit kaget dengan kerlingan mata Royes. Dia memanyunkan bibirnya sinis.


"Apa maksudmu? Mengapa kau mengaturku? Keluar! Keluar kataku!" bentak Karina tanpa berkedip menatap Royes.


Royes tak menanggapinya. Dia kemudian menarik Karina masuk ke kamar mandi. Lalu dia menggenggam jemari Karina dan menggerakkannya supaya membuka gagang kamar mandi itu perlahan.


"Begini cara yang benar membukanya. Kemudian menutupnya pun sama. Jangan sampai kau merusakkan gagang pintu ini!" ucap Royes serius.


Karina semakin kesal karena pria itu mengguruinya. Wajah sinisnya pura-pura tak memperhatikan ucapan Royes. Dengan sekuat tenaga dia menghentakkan jemarinya agar terlepas dari genggaman Royes. 
Dan jemari itu pun terlepas...


BBLLAAAMMM!!!


Karina berlalu meninggalkan kamar mandi. Royes perlahan menyusulnya. Dengan lembut pria itu menarik kembali lengan Karina. Walau Karina berusaha menolaknya, namun tenaga Royes tentu lebih kuat daripada dirinya.


Kemudian pria itu mendekap erat Karina yang masih berkimono handuk tadi.


Karina semakin kesal dan bingung dengan sikap Royes. Dia meronta dari dekapan Royes, tapi Royes tak membiarkan gadis itu lepas dari dekapannya.


"Tetaplah seperti ini. Maaf atas sikapku yang membuatmu kesal" aku Royes lembut sambil membelai rambut Karina.


Ada apa dengannya? Siapa dia? Memarahiku seenaknya, mengguruiku dan sekarang...menarikku dalam dekapannya...


Sesaat Karina menikmati dekapan itu. Sampai beberapa saat dia tersadar, pria yang mendekapnya itu menitikkan airmata dan membasahi pipinya.


Dia menangis, pria ini menangis...
Kenapa?


Ayah, ibu...
Apakah dia pria yang kalian jodohkan untukku? Mengapa dia tak mengatakannya. Ada apa ini?


Royes masih mendekap Karina. Walau Karina kesal, namun ketika itu hatinya sedikit merasa iba pada pria yang mendekapnya tersebut. Hatinya dipenuhi beribu tanda tanya tentang siapa Royes dan untuk apa dia ada di kamarnya saat ini.


@@@

Peristiwa tadi pagi berlalu begitu saja. Saat ini Karina duduk termenung di bangku terasnya. Masih sangat jelas bagaimana pria itu mendekapnya dan berlalu pergi meninggalkannya setelah meminta maaf berulang kali.

Siapa dia? Ada apa dengannya? Apakah dia pria itu?
Huuuhhffthh...tapi sesaat aku merasa begitu dekat dengannya...
Dekapannya begitu lembut...
Hangat...

Royes...
Namanya Royes...
Yaa...nama yang sama seperti di dalam surat itu...
Surat wasiat ayah dan ibu...

"Ahh...aku harus membacanya kembali!" gumam Karina sambil berlari masuk ke dalam rumahnya.

Karina terus melangkah menuju ruang kerja ayahnya yang masih sangat rapi, walau kini pemiliknya telah lama tiada.

Ceekklek...

Perlahan gadis itu membuka gagang pintunya. Tidak seperti biasanya, kali ini tanpa sadar Karina menuruti apa yang diajarkan Royes padanya pagi tadi.

Karina sempat berdiri sejenak menyadari ada yang tidak biasa dia lakukan barusan.
Pikirannya kembali pada ucapan Royes padi itu:

"Begini cara yang benar membukanya. Kemudian menutupnya pun sama. Jangan sampai kau merusakkan gagang pintu ini!"

Karina menggelengkan kepalanya kesal karena teringat nasehat pria itu. Langkahnya pun sedikit demi sedikit mendekati meja kerja sang ayah. Dengan jemarinya dia mengitari bentuk meja itu, mengenang saat-saat indah melihat ayahnya yang tengah sibuk bekerja di sana.

Airmata menetes satu persatu dari pelupuk matanya. Karina sedih...
Gadis itu selalu menangis bila terkenang ayah dan ibunya yang telah hampir empat tahun ini meninggalkannya.

"Ayah...bagaimana kabarmu di sana? Apa ayah senang saat ini?" isak Karina manja.

Buuukk!!! Gadis itu duduk di kursi kerja ayahnya. Menggoyangkan kakinya hingga kursi itu berputar 180 derajat ke kiri dan kanan.

Matanya terpejam menengadah ke atas. Lama...

TIBA-TIBA!!!

"Sedang apa kau di sini?" suara yang masih jelas dia ingat mengejutkan lamunannya.

Dengan tergopoh Karina membuka matanya dan menghentikan putaran kursi itu.

"Kau..." desisnya heran, mengapa pria itu ada lagi di rumahnya. Padahal pagi tadi dia sudah pamit untuk meninggalkan kediamannya.

Entah mengapa Karina diam tak bergerak. Matanya tampak menikmati sosok pria yang ada di depannya kini. Pria itu pun membalas tatapan Karina dengan lembut.

Kemudian dengan pelan Royes menghampiri Karina...

DEG!!! Karina seperti terpana karenanya...

"Karina, aku bertanya padamu. Sedang apa kau di sini?" tanya Royes sekali lagi. Gerakan Royes tambah membuat Karina terpukau. Pria itu kini tepat duduk di kursi yang ada di depannya dengan mata indahnya yang terus lekat memandangi dirinya.

"Ee...aaa...aku sedang mencari sesuatu. Dan kau, mengapa ada di rumahku lagi? Apa kau ingin mengguruiku lagi? Apa kau belum puas mengejutkanku pagi tadi?" Karina menutupi gugupnya dengan bertanya bertubi-tubi.

Royes tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Tentu saja anggukkan itu membuat Karina kesal.

Gadis itu berdiri dari kursinya dan hendak pergi meninggalkan ruang kerja tersebut, namun sebelumnya Royes menunjukkan sesuatu padanya...

"Apa ini yang sedang kau cari?" kata Royes sambil mengibaskan selembar kertas bermaterai di tangannya.

Karina berbalik dan memperhatikan apa yang ada di tangan Royes. Dan surat itu memang yang sedang dia cari.

"Bagaimana kau tahu aku sedang mencarinya? Apa kau seharian ini mengawasiku tuan Royes?!" balas Karina bertambah kesal.

"Duduklah kembali. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu" kata pria itu hangat.

Dengan langkah gengsi dan marah, Karina menuruti permintaan Royes. Gadis itu kembali duduk di kursi kerja sang ayah.

BBBUUUKKK!!!

"Hhmm...apa yang ingin kau katakan? Cepatlah! Aku harus segera ke suatu tempat setelah ini!" ujar Karina tanpa menoleh ke arah Royes.

"Ini...Bacalah dengan hati lembut dan tenang!" kata Royes sembari menyodorkan lembaran kertas yang ditunjukkannya tadi.

Karina pun menoleh ke arah kertas itu dan mengacuhkan ucapan Royes barusan. Karina tampak tergesa tak sabar membacanya. Melihat gelagat Karina yang tidak sabaran, kembali Royes menarik kertas itu.

"HEEEYYY!!! KAU INI!!" teriak Karina murka dengan sikap Royes.

Mata Royes menatap tajam kepadanya. Karina terdiam menyadari tatapan itu. Dia duduk kembali dengan terpaksa...

"Perlukah aku yang membacakannya untukmu?" kata Royes dingin.
Ucapan itu menambah kemarahan pada hati Karina yang sudah panas sedari tadi.

"TIDAK PERLU!!! Apa kau pikir aku buta aksara? Dasar angkuh!!!" jawab Karina sekenanya.

Royes menatap lebih tajam ke arah gadis di depannya. Kemudian...

"Dengar nona! Jika kau terus seperti ini, maka aku tetap akan mengawasimu!" terang Royes dingin.

Tentu ucapan itu membuat telinga dan hati Karina semakin dipenuhi kemarahan.

Lagi-lagi...dia mengguruiku!!! Apa maunya orang ini?
Datang-datang marah dan sok bijaksana...
Kemudian bersikap lembut......mendekapku...
Lalu menangis di pipiku......pria aneeh...
Memang dia pikir aku ini...apa? Dasaaaarrr...

Menyebalkan!!!

Karina membuang mukanya. Ada sedikit rasa takut bila bertatapan dengan pria asing di hadapannya tersebut.
Dengan menyilangkan lengan di dadanya, Karina mengarahkan pandangannya ke lemari di sebelah kanan meja tersebut.

"Ini..." Royes menyodorkan kembali selembar kertas itu di meja. Tapi Karina tak menggubrisnya sama sekali. Karina masih membuang mukanya ke arah lain...

"Bila kau tidak mau, ya sudah! Aku akan membiarkannya di sini agar kau puas membaca dan mengerti isi dari surat ini!" kata Royes sambil berlalu pergi meninggalkan Karina di sana.

Blam...

Karina buru-buru mendekati meja dan surat itu setelah mengetahui Royes pergi.

Dengan seksama dia memperhatikan baris demi baris kalimat yang tertulis rapi. Wajahnya menjadi serius tidak seperti biasanya...


Teruntuk Putriku...
'Karina'

Putriku, bila suatu saat nanti kau membaca surat ini, ayah mohon tersenyumlah. Karena ayah dan ibu sangat ingin membuatmu selalu tersenyum dan bahagia. 
Karina, putriku....
Sebelum ayah pergi, ayah telah menyerahkanmu pada seorang pria baik yang ayah kenal. Dan ayah telah menikahkanmu dengannya. 
Royes...dialah pria itu, suamimu. Maaf ayah tidak berterus terang padamu sebelum pergi. Dia akan menjadi pendamping hidupmu nanti dan selamanya...
Putriku, ayah harap kau bahagia bersamanya. Kelolalah semua perusahaan ini bersamanya. Ayah percaya kalian bisa...

Ayah menyayangimu...


@@@


Sejak hari itu Karina mengunci dirinya di kamar. Tidak seorangpun boleh mengganggunya. Gadis itu begitu shock setelah membaca kembali surat wasiat sang ayah.


Karina tak menerima bila dirinya harus dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak dia kenal. Malah pria itu telah menjadi suami sahnya sejak beberapa tahun lalu.


Karina merasa dirinya masih bisa menjaga diri dan akan banyak pria yang tertarik dengannya. Bukan saja parasnya yang sangat jelita, bahkan harta dan apapun memang dimiliki oleh nya. Karena sejak meninggalnya orang tua Karina, maka seluruh perusahaan dan segalanya jatuh menjadi miliknya.


Dan hari itu setelah tiga hari berlalu...


Karina masih mengurung dirinya di kamar. Gadis itu hanya tidur dan berdiam diri tanpa makan dan minum. Semua pelayan menjadi bingung dibuatnya. 


Tok...tok...tok!!!


"Nona...saya mohon buka pintunya. Nona harus makan, nanti nona bisa sakit" kata seorang pelayan cemas.


Namun tidak ada jawaban dari Karina. Gadis itu sedang duduk melamun di teras balkonnya. Memandangi langit cerah di pagi itu. Matanya yang biru terlihat mempesona disinari sinar mentari pagi. Udara yang sangat sejuk menambah rona keindahan di pagi itu.


Karina berdiri di tepi pagar balkonnya. Menengadahkan wajahnya dengan merentangkan kedua tangan sambil memejamkan kedua matanya yang indah.


Gadis itu menarik nafas panjangnya beberapa kali...


Dalam mata yang terpejam, kembali Karina terbayang pria yang telah dijodohkan dengannya tersebut...


"Royes...pria itu...suamiku?! Bagaimana mungkin aku bisa menjadi pendampingnya? Aku sama sekali tidak mengenalnya?" ucap Karina putus asa.


"Apakah hanya dia pria yang kalian percaya untukku, ayah..ibu? Apakah hanya dia yang kalian suruh untuk menjagaku? Aku tak membutuhkan pria seperti itu! Aku tak butuh dia, ayah!"


"AKU TIDAK MEMBUTUHKANNYA!!!!" teriaknya sangat keras menggema di sekitar kediamannya.


Karina masih memejamkan matanya sedih...


TIBA-TIBA!!!


"KARINA! TURUN SEKARANG JUGA!!" sebuah suara yang sangat dia benci meneriakinya dari arah bawah.


Sontak saja mata Karina langsung terbuka dan menengok ke arah suara tersebut...


ROYES!!!


Keduanya saling menatap beberapa detik...


Karina menatapnya tajam kemudian membuang mukanya dan berbalik masuk ke kamarnya.


BBLLAAMMM!!!


Dengan kesal, Karina hempaskan tubuhnya di tempat tidur. Kedua lengannya dilipat di bawah kepalanya.


"Hhuuuuhhhtffhh...mulai lagi! Mengapa pagi-pagi sudah berada di rumah ini? Apa dia tidak ada pekerjaan? Dasar pria pengangguran!" gerutu Karina emosi.


TIBA-TIBA!!!


CKLLEK!!!


"Eeeehh...." desisnya sambil bangkit dan duduk di tepi tempat tidurnya. Matanya menoleh ke arah pintu yang ternyata sudah terbuka oleh Royes dengan kunci cadangan.


Karina diam kaku menatap pria itu. Hatinya begitu panas oleh kemarahan. Dia menatap Royes dengan sangat tajam dan wajah yang sinis.


Royes pun tak mau kalah. Dengan matanya yang coklat, pria itu menatap lekat gadis di depannya.


Dia berani menatapku!


"Eeh...." 


Tanpa diduga, Royes melangkah mendekati Karina...


DEG!!DEG!!!


Karina sempat kaget dengan sikap Royes yang sangat berani. Gadis itu menunduk seperti gugup berdekatan dengan Royes.


"Apa begini sikap seorang istri pada suaminya?" kata Royes dingin.


Mendengar perkataan Royes, Karina meliriknya kesal. Dengan cepat Karina memalingkan matanya ke arah lain. Namun tidak begitu dengan Royes. Pria itu masih saja menatap ke arah Karina.
Hingga membuat Karina menjadi serba salah. Otaknya memutar mencari kata untuk menutupi kegugupannya.


"Apa kau bilang tadi? Istri? Hhmmm....dengar tuan Royes!" Karina menarik nafasnya sebelum melanjutkan ucapannya.


"Ya..." jawab Royes singkat.


"Aku tidak pernah merasa menjadi istri siapapun! Dan aku tidak butuh siapapun untuk menjagaku! Jadi mulai sekarang, pergilah dari rumahku!" ujar Karina angkuh.


Royes menggeleng sambil terus menatap Karina...


Kemudian dia berdiri dan melangkah pergi meninggalkan Karina di kamarnya.


Bllam...


Sesaat Karina terdiam menyadari ucapannya tadi sedikit menyinggung perasaan Royes. Matanya menatap ke sekeliling kamar sembari terus menelan ludah. Kali ini Karina merasa sedikit bersalah.


Di balik sikapnya yang sombong, terkadang gadis itu begitu rapuh dan sensitif. Dan sebenarnya gadis itu sangat baik dan penyayang pada siapapun.


Tiba-tiba entah mengapa kakinya bergerak cepat keluar kamar dan mencari sosok Royes yang pergi meninggalkannya tanpa bicara sepatah katapun.


Seorang pelayan menyapanya: " Nona, apa yang nona cari? Apa nona akan sarapan pagi ini?" 


Dengan cepat Karina menarik lengan si pelayan dan setengah berbisik dia bertanya:
"Apa bibi melihat pria itu? Eeng...namanya Royes" 


Pelayan itu tersenyum kecil...


Mata Karina terangkat ke atas melihat pelayannya tersenyum seperti itu...


"Mengapa bibi tersenyum? Cepat jawab pertanyaanku!" 


Pelayan itu menunjuk ruang makan dengan jemarinya...


"Haa...di ruang makan?" tanya Karina heran.


"Iya nona, tuan Royes sedang sarapan sendiri di sana. Sebaiknya nona temani dia. Kasihan...." terang pelayan itu sambil membungkuk sopan dan meninggalkan Karina yang berdiri kaku.


Kakinya terasa sangat berat melangkah mengikuti arah yang ditunjukkan pelayan tadi...


"Dia sedang sarapan? Di rumahku? Sejak kapan dia sering ke sini?" gumam Karina bingung.


Kini kakinya tepat di depan ruang makan! Namun dirinya bingung harus mengatakan apa dengan pria itu. Gengsi dan akunya begitu malu untuk meminta maaf...


"Masuklah!" suara Royes dari balik pintu menyuruhnya masuk.


DEG!


Bagaimana dia tahu?!


Karina pun masuk. Perlahan dia menghampiri kursi dan duduk tepat di depan kursi Royes. Lalu tanpa bicara gadis itu membalikkan piringnya dan memulai sarapannya.


Hingga waktu berlalu, sarapanpun hampir selesai. Tapi keduanya masih membisu tanpa ada yang memulai percakapan di pagi itu. Baik Karina maupun Royes hanya diam walau sesekali mata mereka beradu saling tatap.


Sarapan pagi itu seolah menjadi awal yang baik di antara keduanya. Membuka tabir dari perjodohan di antara keduanya. Perjodohan dari surat wasiat yang ditinggalkan orang tua Karina.








...continue to chapter 2...