Sunday, July 31, 2011

Kasih Tak Sampai (chapter 2)



Pernikahan sederhana dan dadakan itupun telah berlangsung lancar...
Baik Maya maupun Masumi memilih untuk diam dengan hubungan mereka yang sebenarnya. Walau di lubuk hati masing-masing, mereka merasa lega dengan pernikahan tersebut. Hal tersebut sangat susah diwujudkan saat mereka bersama. Tapi tetap saja kejenuhan terlihat dari sorot mata keduanya.


Malam itu juga, Eisuke menyuruh Maya untuk tetap berada di kediamannya. Karena sekarang gadis mungil itu sudah sah menjadi istri putranya. Dan itu artinya Maya harus tinggal di kediaman mereka dan tentunya sekamar dengan Masumi.


Deg...


Jantung Maya berdebar mau copot mendengar semua penuturan dari Eisuke. Masumi menatap Maya ragu. Karena dia tahu pasti sulit bagi gadis itu untuk menolak semua permintaan dari ayahnya. Maya mencoba memberi beberapa alasan yang tidak menyakiti ayah mertuanya tersebut.


Tapi percuma Eisuke menolak mentah-mentah semua alasan dari Maya. Sampai Masumi terpaksa mengajukan sebuah persyaratan pada ayahnya.


"Apa itu?" tanya Eisuke ingin tahu.


Masumi menatap Maya sebelum mengatakan syarat tersebut...


"Ayah, aku mohon rahasiakan pernikahan kami ini dari siapapun. Kami akan mengumumkannya sendiri, bila waktunya tiba nanti" ujar Masumi sedikit gemetar.


Tentu saja persyaratan yang diajukan Masumi membuat Eisuke menatapnya tajam dan curiga..


"Mengapa? Apa kalian..." pria tua itu tak gampang menyerah.
Namun akhirnya Eisuke menyetujui syarat yang diajukan putranya.


Lalu pria tua tersebut, menyuruh keduanya beristirahat. Maya pucat mendengarnya. Ingin rasanya dia kabur dari tempat itu sejauh yang dia bisa.


"Paman...aku rasa..." Maya mencoba menolak kembali.


"Maya, sekarang aku adalah ayahmu..." pria tua itu membenarkan sapaan Maya padanya.


Tiba-tiba kaki Maya langsung ditekan perlahan oleh Masumi. Maya pun menghentikan penolakannya...
"Baiklah, sekarang kau Masumi, bawa istrimu ke kamar kalian" perintah Eisuke.


Wajah Maya bertambah pucat seketika, namun tangan Masumi langsung menggiringnya keluar dari kamar ayahnya.


Kini mereka sudah berada di depan pintu kamar Masumi...
Tangan dan kaki Maya gemetar menahan ketakutannya. Masumi mengamati hal itu. Dia tersenyum tipis...
"Aku tidak akan melakukan apapun, sampai semua kembali normal" Masumi berusaha memberi pengertian pada Maya.


Maya mengangguk saja. Lalu tangannya ditarik oleh Masumi ke dalam kamar..


Blam! Pintu kamar pun tertutup...
Maya menarik nafas panjang menatap ke seluruh ruangan besar tersebut.


Bagaimana ini? Tuhan,aku benar-benar takut...


Masumi menyuruh Maya mandi dan berganti pakaian. Sambil menunjukkan isi lemari yang sudah terisi oleh baju-baju Maya. Karena sebelumnya Asa telah memindahkan semua keperluan Maya dari apartemennya ke dalam kamar Masumi.


Maya duduk di sofa...lesu menatap Masumi. Masumi pun membalas tatapan itu dalam.
Tapi tatapan itu membuat Maya tertunduk dan berdiri lalu masuk ke kamar mandi.


Beberapa menit setelahnya, Maya pun sudah selesai mandi dan memakai baju piyamanya. Dia berdiri di dekat kamar mandi memandangi Masumi yang sedang merapikan isi lemari Maya. Menyadari Maya sudah keluar kamar mandi, Masumi menyuruh Maya untuk istirahat di ranjang tersebut. Biar dia yang akan tidur di sofa.


Maya pun menuruti tawaran Masumi. Setelah itu mereka diam sampai terlelap hingga pagi menjelang.


**********

Tepat pukul 7 pagi itu, Maya dan Masumi turun bersama untuk sarapan. Sebelumnya Masumi mengajak Maya untuk menjenguk kondisi ayahnya di kamar.
Keduanya masuk pelan ke kamar Eisuke. Dan pria tua itu langsung tersenyum geli pada Maya juga Masumi.
Masumi mengerti maksud dari senyum ayahnya tersebut. Dengan cepat dia mendekap punggung Maya dan tersenyum membalas ayahnya.

"Baiklah, kalian turunlah untuk sarapan, karena aku masih harus tiduran sampai kondisi jantungku benar-benar pulih" kata Eisuke.

Maya dan Masumi pun turun setelah memberi salam hormat pada ayahnya. Mereka lalu sarapan bersama tanpa basa basi. Tanpa obrolan apapun.

Sarapan pun usai, keduanya lantas berangkat menuju Daito untuk menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Di dalam mobil, Masumi tampak sibuk menerima telepon dari para rekan kerjanya. Maya memandang keluar jendela. Bathinnya sangat sedih melihat keadaan ini.

Maya menahan airmatanya yang mulai tak terkendali menetes. Maya mengusapnya dan mengusapnya lagi. Masumi melihat itu. dia merasa kasihan dengan yang terjadi pada Maya.

"Maafkan aku, mungil. Membuatmu terjebak dan kesulitan begini" Masumi mengaku sedih.
Maya diam saja. Dia tak menggubris ucapan suaminya tersebut. Wajahnya cemberut...

Mobil itu tiba di gedung Daito. Keduanya turun dan langsung menuju tempat masing-masing. Banyak yang memperhatikan keduanya dan menganggap pasti mereka sedang bertengkar. Dan itu adalah hal yang wajar dalam sebuah hubungan, pikiran mereka.

Di tempat latihan, Maya lebih banyak melamun. Pikirannya benar-benar tidak ada di situ. Dia teringat dengan rencana pernikahan yang pernah dia rancang bersama Masumi saat semuanya masih penuh asa. 

Pernikahan yang indah. Kapan aku bisa mewujudkannya...
Dengan siapa aku harus mewujudkannya?

Sekarang semuanya telah pergi. Dan tak mungkin kembali. Perdebatan bathin antara dirinya dan Masumi sudah sampai titik puncak kejenuhan. Maya mengingat betapa manisnya awal-awal pertunangannya bersama Masumi. Dia tersenyum sendiri mengenang itu...

Masumi masih mungkinkah kita memulainya dari awal lagi? Apakah kau masih memikirkannya? Semua yang pernah kita rencanakan dahulu?

Maya begitu terus sampai waktunya untuk pulang. Tiba-tiba Masumi menghubunginya dan mengatakan bahwa dia masih ada pekerjaan, jadi Maya harus pulang sendiri.

"Iya, baiklah..." Maya menutup ponselnya lemah.

Hari sudah mulai gelap. Maya keluar dari gedung Daito. Seorang supir perusahaan menyapanya dan menawarkan untuk mengantar Maya pulang. Namun Maya menolaknya sopan...

"Trimakasih, tapi aku ingin pulang sendiri malam ini" tolak Maya.

Dan begitulah setiap hari perjalanan pernikahan mereka. Tidak ada satupun yang membahagiakan keduanya.

Terkadang mereka pergi dan pulang berbarengan dalam satu mobil, tapi kadang masing-masing. Dan tentu saja di rumah khususnya di depan sang ayah, mereka begitu mengumbar kemesraan pernikahan mereka.

Sampai suatu waktu, Maya harus berangkat ke Swiss untuk keperluan syuting film barunya. Dan malam sebelum keberangkatannya, Maya mencoba pamit pada Masumi.

"Masumi, pasti kau sudah mengetahuinya bukan? Aku akan ke Swiss untuk keperluan film baru Daito" kata Maya memulai obrolannya dengan suaminya.

Mereka duduk di tepi ranjang. Masumi begitu serius mendengar ucapan Maya. Dan mengangguk mengiyakan dan berkata:

"Iya, aku tahu itu. Aku harap kau bisa menjaga dirimu di sana. Karena butuh waktu paling sedikit 3 bulan untuk pengambilan gambar yang baik di daerah seperti itu" Masumi memberi penjelasan pada istrinya.

Maya mengangguk mengiyakan...

Masumi sempat menyentuh jemari Maya pelan. Tapi perlahan Maya menepisnya. Lalu keduanya saling menatap lama...

**********

Pagi telah tiba...
Maya bergegas sarapan dan pamit pada Eisuke. Dia berjanji akan segera kembali bila syuting tlah usai. Dan akan membawakan oleh-oleh untuk ayah mertuanya tersebut.
Mendengar janji Maya yang tulus, Eisuke sangat bahagia. Dia menyuruh Maya untuk mendekapnya sebelum berangkat.

Masumi tak bisa mengantar Maya ke bandara. Namun itu tak membuat Maya gusar, dia menganggap bahwa pernikahannya dengan Masumi tidak pernah terjadi. Jadi tidak ada gunanya memikirkan hal-hal sentimentil seperti itu.

Tepat pukul 10 pagi waktu Tokyo, pesawat yang membawa Maya dan rombongan film pun lepas landas dari bandara Narita, Tokyo.

Maya masih memandangi alam Jepang dari jendela pesawat tersebut. Hatinya sedikit tergores karena ejekan teman-temannya tadi, yang menanyakan mengapa Masumi tidak berusaha menunda kesibukannya demi mengantar kekasihnya yang akan meninggalkan negara tersebut.

Ah...aku tidak perduli itu...
Tidak...lagi....tidak lagi...
Ini akan membuatku jauh lebih baik...
Pergi dan jauh darimu...

Masumi aku sangat berharap semua akan selesai begitu aku kembali. Aku ingin melihatmu bersama seseorang yang bisa membuatmu bahagia dan...
Bisa membuatku merasakan kembali getaran hatiku padamu...
Aku ingin itu...

**********

Sepeninggal Maya, Masumi menjadi lebih banyak diam dari sebelumnya. Entah apa yang dia rasakan. Perlahan rasa kehilangan itu hadir dari relung hatinya. Tapi pria tampan tersebut berusaha menepis semuanya dan membuang itu jauh-jauh dari benaknya.

Aku akan baik-baik saja tanpamu...
Aku yakin itu. Tidak akan ada hal yang perlu dikhawatirkan darinya...
Ini akan jauh lebih baik untuk semuanya...

Pernikahan ini hanya basa-basi untuk menyenangkan ayahku, aku tahu kau pun membenci pernikahan kita..
Namun jauh di lubuk hatiku, aku memang mengharapkannya, tapi bukan seperti ini kejadiannya...bukan Maya...Cepatlah kembali...


Dan tepat hari itu, hampir satu bulan Maya meninggalkan Jepang. Tak sekalipun baik Maya maupun Masumi saling berkomunikasi. Hanya Eisuke lah yang selalu menghubungi Maya, begitupun sebaliknya.


Terkadang Eisuke menanyakan kabar putranya pada Maya. Pria tua itu sepertinya ingin tahu sejauh mana hubungan pernikahan keduanya.


Hingga terdengar kabar bahwa ada seorang artis yang mendapat perhatian lebih dari Masumi. Sudah pasti Eisuke marah mendengar kabar tersebut. Dia pun bersikeras akan mengumumkan pernikahan Masumi dan Maya pada semua media. Masumi melarang hal itu. Dia tidak ingin nanti hal tersebut malah memperburuk keadaan dan perusahaannya.


Sejak kepergian Maya, Eisuke dan Masumi sering terlihat kaku dan dingin. Masumi merasa sangat kesepian, dengan kesibukannya di kantor, juga masalah nya dengan ayahnya, bahkan pernikahan diam-diamnya dengan Maya.


Malam itu Masumi berbaring di ranjang empuknya. Dia merenung semua peristiwa yang telah terjadi pada dirinya dan Maya.


Mungil, sedang apa kau di sana? Apa kau bahagia dengan kepergianmu?


Tiba-tiba ponselnya berbunyi...
"Halo..." Masumi menyapa penelepon tersebut.


Dia tak sempat melihat siapa yang menghubunginya dari layar ponselnya tersebut. Dia adalah Maya, istrinya sendiri...
"Masumi, apa kau belum tidur?" tanya Maya datar.


"Belum, ada apa menghubungiku?" Masumi balik bertanya.


"Masumi, dari siang aku tidak bisa menghubungi ayah. Bagaimana kabarnya? Aku mencemaskannya...." suara Maya terdengar parau.


Masumi terdiam sesaat...


"Halo...Masumi..." panggil Maya ragu karena Masumi tidak menjawabnya.


"Iya, ayah baik-baik saja. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya" balas Masumi.


"Hhmm, baiklah. Besok aku akan coba menghubunginya lewat ponselmu. Apa kau keberatan?" tanya Maya gugup.


Masumi tampak berpikir, tatapannya terlihat kesal...


"Apa maksudmu? Kau meneleponku hanya untuk menanyakan kabar ayahku?" Masumi emosi karena merasa tidak dianggap oleh Maya.


"Hah...lalu aku harus bagaimana? Aku harus menghubungi siapa lagi?" jawab Maya mulai terpancing emosi juga.


"Dengar Maya! Apa kau tidak punya rasa bersalah, menghubungi orang lain lewat ponsel orang lain juga?" Masumi sewot.


Dahi Maya berkerut mendengarnya. Dia jadi bingung dengan sikap suaminya.


Tuuut...tuuut...tuuut...
Maya membanting ponselnya kesal.
Begitupun Masumi...


Selalu saja begini, setiap berbicara selalu diakhiri emosi...
Apa maunya? Membuatku bertambah banyak masalah...
Pernikahan apa ini?


Masumi sangat emosi karena Maya menutup ponselnya begitu saja. Dia mencoba menghubungi Maya kembali, namun ponsel Maya tidak aktif.


Maya...Maya...Apakah sebaiknya kita selesaikan saja semua ini?
Aku tidak ingin lebih menyakiti dan tersakiti lagi...


**********


Tanpa terasa hari itu Maya sudah menyelesaikan syutingnya di Swiss. Eisuke sangat gembira dengan berita kepulangan menantunya tersebut.


Dia meminta pelayan menyiapkan masakan kesukaan Maya. Pokoknya semua yang menyangkut dengan Maya harus bersih dan tertata rapi.


Hampir 4 bulan Maya meninggalkan Tokyo. Wanita itu pun banyak mendapat pengalaman berharga dari Swiss. Maya mulai merubah penampilannya agar terlihat lebih dewasa lagi. Dengan gaya rambut sebahu dan direbonding membuatnya terlihat lebih energik saja.


Maya mendorong trolinya menuju pintu kedatangan. Wajahnya tersenyum bahagia bisa menghirup udara tempat kelahirannya. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya dari arah belakang.


"Nona, tunggu..." panggil pria itu.
Maya menoleh ke arah suara tersebut...


Seorang pria melambaikan tangannya sambil tersenyum tulus..
Maya pun membalasnya sambil sedikit membungkuk memberi salam...


"Kau memanggilku?" sapa Maya ragu.
Pria tersebut menganggukkan kepalanya. Lalu dia menyodorkan sebuah tas kecil dari saku jaketnya.


Benda itu adalah kepunyaan Maya. Sepertinya terjatuh di pesawat.


"Apakah ini milikmu?" tanya pria itu sopan.
"Ah, iya ini memang milikku" aku Maya sembari meraih tas kecil tersebut dari tangan pria itu.


"Trimakasih, kau menemukan ini" kata Maya senang.
Pria itu langsung menjulurkan tangannya dan menyebutkan nama lengkapnya.


Maya membalas juluran tangan pria itu...
"Renzo Hashimura" ucap pria itu tegas.


Maya menatap heran pada pria itu...
"Maya Kitajima" sahut Maya mengenalkan dirinya.


Lalu keduanya berjalan bersamaan menuju pintu keluar tadi. Renzo menawarkan untuk mengantarkan Maya ke kediamannya. Tapi Maya menolak dengan sopan. Namun kelihatannya pria itu masih saja ngotot ingin mengantar Maya sampai tempat tujuan.
Akhirnya Maya memutuskan untuk ke gedung Daito dulu singgah. Agar kediamannya tidak diketahui pria tadi.


Sepanjang jalan tadi mereka sangat banyak berbicara. Renzo ternyata seorang pilot pesawat yang baru saja Maya tumpangi. Maya terkejut mendengarnya.


Sampai mobil Renzo tiba di Daito, mereka masih terlihat asyik berbincang. Maya pun mengucapkan terimakasih karena Renzo telah mengantarkannya sampai Daito.
Maya menceritakan bahwa dia bekerja di Daito. Dan tentu saja Renzo senang bisa tahu tempat Maya bekerja.


Kelihatannya Renzo begitu terpesona pada pandangan pertamanya dengan Maya. Wajah tampan dan badan yang atletis itu sangat sumringah saat membukakan pintu mobilnya untuk Maya.


Maya pun menundukkan kepalanya pamit. Namun Renzo masih saja berdiri memandangi punggung Maya yang berlalu masuk ke gedung Daito.


Sampai Maya menghilang masuk ke dalam lift. Mobil pria itu barulah pergi meninggalkan gedung Daito. Tanpa Maya sadari, Masumi melihat semuanya dari dekat jendela di ujung ruangan sebrang lobby Daito.


Maya masuk ke lift dan menekan lantai berapa tujuannya. Hingga tiba di lantai tempatnya berlatih seperti sebelum dia pergi beberapa bulan lalu. Namun ruangannya itu kini kosong. Maya mencoba mengelilingi jendela kaca ruangan tersebut. Pintunya terkunci...


Maya berpikir sejenak bingung mengapa tempat latihan tersebut bisa kosong. Padahal sebelumnya tempat itu penuh dengan fasilitas yang lengkap untuk keperluan latihan teater. Maya menghela nafasnya berulang kali. Dia tak mengerti apa-apa...


Maya duduk di sebuah bangku di depan ruangan tersebut. Maya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi tersebut. Matanya menatap hampa ke setiap sudut ruangan tadi.


Lalu terdengar seseorang mendekati tempatnya duduk...
Dia Masumi, suaminya!


Maya menoleh ke arah Masumi sebentar. Namun segera memalingkan wajahnya dari pria itu. Karena Maya mulai berpikir ini pasti ada hubungannya dengan suaminya tersebut.


"Kapan kau sampai? Pulanglah, ayah sudah menunggumu" sapa Masumi sambil mengajak Maya pulang ke kediaman mereka.


Masumi langsung membawakan koper kecil Maya. Dan berjalan menuju tempat parkir. Maya mengikutinya dari belakang.


Tidak ada pelukan, tidak ada dekapan kerinduan dari suaminya tersebut. Bahkan uluran tangan saja tidak ada sama sekali. Sungguh ironis...


Mobil mereka tiba di kediaman Hayami. Seorang pelayan langsung membawa koper-koper Maya dan meletakkannya di kamar. Maya langsung menuju kamar ayah mertuanya. 
Eisuke tersenyum bahagia melihat kedatangan Maya. Dia memeluk Maya erat. Sambil menepuk-nepuk pundak Maya, dia berkata:


"Apa semuanya berjalan lancar?" Eisuke menyapanya ramah.


Maya tersenyum sembari perlahan melepaskan dekapan Eisuke padanya. Dan Masumi masih berdiri kaku di depan keduanya.


Melihat Masumi yang tak bergeming, Eisuke berpikir putranya itu sudah sangat merindukan istrinya, sehingga Eisuke pun menyuruh Maya dan Masumi untuk beristirahat di kamar dulu.


"Maya berisitirahatlah, sepertinya suamimu sudah sangat merindukanmu. Nanti makan malam...kita bersua lagi" perintah Eisuke sambil mengerlingkan matanya geli.


Wajah Masumi merah padam seketika, dia merasa dipermalukan di depan Maya. Tangannya langsung menarik jemari Maya dan segera meninggalkan ruangan ayahnya.


Masumi pun melepaskan tangannya begitu keluar dari ruangan Eisuke. Keduanya berjalan menuju kamar mereka.


Maya rupanya sangat kelelahan setelah perjalanannya. Dia langsung menghempaskan tubuhnya di tempat tidur mereka. Tubuh mungilnya menelungkup kelelahan. Tak berapa lama, wanita itu telah tertidur pulas.
Sedangkan Masumi baru saja mengganti pakaiannya. Dia pun kaget karena Maya sudah tertidur. Beberapa kali Masumi memanggil Maya, namun tidak ada jawaban.


Pria tampan itu mendekati istrinya yang tertidur pulas. Perlahan dia kembangkan selimut di tubuh Maya. Walau Masumi tak bisa melihat wajah istrinya yang kelelahan, namun dia bisa mendengar dengkuran  pelan dari Maya.


"Kau benar-benar kelelahan, Maya" gumamnya mengerti.


Masumi berjalan ke arah balkon kamarnya. Mengambil sebatang rokok dan menghisapnya sembari melayangkan pandangan pada halaman luas dari kediamannya.
Tanpa terasa pria itu sudah menghabiskan 4 batang rokoknya. Entah apa yang dia pikirkan, tapi yang pasti dia merasa senang melihat istrinya ada di kamar yang sama dengannya.


"Maya, aku harus akui bahwa aku senang melihatmu kembali ke rumah ini. Aku mulai merindukanmu...aku..." desis Masumi lirih.


Pria itu tak mengetahui bahwa Maya mendengar semua desisan nya. Wanita itu telah berdiri di belakangnya sejak rokok ke tiga mulai dihisap oleh Masumi.
Pipinya masih merah mendengar semuanya. Wanita itu tak bisa mempercayainya. Dia hanya memandangi punggung Masumi dari belakang. Terus memandanginya dan perlahan dia mundur untuk mandi dan bersiap untuk makan malam bersama.


Mendengar suara gemericik air dari kamar mandi, Masumi pun masuk dan melihat bahwa Maya sudah terbangun dan saat ini sedang mandi. Masumi terduduk di tepi tempat tidurnya. Dan tatapannya kini tertuju pada Maya yang baru saja keluar dari kamar mandi.


Maya baru sadar sedang diperhatikan oleh suaminya. Maya langsung menuju meja rias untuk merapikan rambutnya. Wanita itu menjadi kikuk karena Masumi masih saja menatapnya. Maya pun memberanikan diri membuka obrolan...


"Masumi, apa kau tidak bersiap untuk makan malam nanti?" Maya bertanya gugup.
Tapi Masumi masih saja memandangi istrinya dengan tatapan yang sedikit aneh, yang jelas tatapannya itu membuat Maya sangat tersipu.


Hingga akhirnya Maya buru-buru keluar dari kamar menuju ruang makan. Jantungnya masih berdegup kencang mengingat tatapan suaminya. Sambil memegang dada kirinya, Maya melangkah menuruni tangga...


"Ada apa dengannya? Aduuh, mengapa dengan jantungku, mengapa jadi begini. Dia ingin mengetesku mungkin. Lihat saja, kau tidak akan bisa membuatku seperti ini lagi" Maya mengomel sendiri sampai tiba dan duduk di ruang makan.


Sedang Masumi baru saja turun dari kamarnya. Perlahan dia memasuki ruang makan, namun yang ada hanya Maya, sedang ayahnya tidak tampak. Masumi memanggil Asa untuk menanyakannya. Dan Asa mengatakan bahwa Eisuke baru saja pergi meninggalkan rumah untuk satu keperluan.


Mendengar itu Masumi dan Maya langsung kaget. Mereka begitu cemas dengan kesehatan Eisuke.
"Apa katamu? Pergi? Kemana dan untuk apa?" tanya Masumi begitu cemas.


Tapi Asa memberikan sepucuk surat untuk dibaca keduanya...
Masumi meminta Maya mendekat untuk membaca surat tersebut...




Untuk Anak-anakku...
Masumi dan Maya

Maaf aku pergi tanpa pamit dahulu,
Aku tahu pasti kalian akan melarangku bila itu kulakukan,
Kalian tidak usah khawatir, 
saat ini aku berada di tempat yang aman dan terjamin untuk kesehatanku..
dan aku akan segera kembali dalam 7 hari mendatang..
Aku harap kalian akur dan segera beri ayahmu ini kejutan..
Aku akan menagihnya bulan depan..
Ingat ya...
Kejutan...


Eisuke Hayami


Masumi dan Maya saling pandang setelah membaca surat dari Eisuke. Wajah mereka sepertinya mengerti maksud dari kata 'kejutan' yang dikatakan dalam surat tersebut.
Keduanya sama-sama menghela nafas dan kembali melanjutkan makan malam. Baik Maya dan Masumi semakin bertambah gugup ketika makan malam usai tanpa ada obrolan apapun.

Mereka kembali ke kamar...

Blaamm...


Dagdigdug!!! Rasanya jantung Maya dan Masumi terdengar kencang sekali. Entah mengapa malam itu menjadi terasa panas, padahal AC  sudah pada angka suhu minimal.


Mungkin surat dari Eisuke masih begitu jelas membekas di pikiran keduanya. Dan untuk yang satu itu, mereka tidak mungkin harus berpura-pura, bukan?!






^^^continue to chapter 3^^^





Friday, July 29, 2011

Kasih Tak Sampai


^Mengisahkan hubungan Maya dan Masumi yang baru saja berakhir. Keduanya sudah benar-benar jenuh setelah menjalani pertunangan selama 4 tahun lamanya. Sikap Masumi yang cemburuan dan Maya yang masih belum dewasa adalah salah satu alasan. Walau masih banyak lagi alasan klasik yang begitu sulit untuk dimengerti, namun yang jelas baik Maya maupun Masumi sudah enggan untuk memikirkan hubungan mereka kembali. Mereka sudah lelah!^




Kurasa kita sudah sama-sama jenuh...
Baiknya kita akhiri saja semuanya sampai di sini...


Maya terduduk lunglai di sofa balkonnya. Kata-kata terakhir yang diucapkan Masumi selalu terngiang dalam setiap waktunya.


"Huuuh...jenuh?! Apanya?! Itu hanya sebuah alasan klasik" gadis itu bergumam kesal.


Sekali lagi gadis rupawan itu menggerutu sambil memandangi langit malam itu. Malam yang sungguh indah bertabur beribu bintang.


Semuanya tlah berakhir...
Dan tak mungkin kembali...


Lama tak terdengar gerutu sang gadis, ternyata matanya sudah terpejam sedari tadi dengan pipi yang basah oleh airmata kesedihannya.


***Malam yang sama di kediaman Hayami***


Masumi pun melamun memandangi bintang dari balkon kamarnya. Wajah tampan itu begitu kusut dan nelangsa. Sepertinya sedang ada perdebatan bathin yang tak dia mengerti.


Mengapa harus jadi seperti ini...
Apa yang sudah kukatakan kemarin?
Mengapa bisa aku mengatakan hal itu...
Betapa bodohnya aku!


Tapi, aku harus sanggup melewati semuanya...
Tanpa mu sekarang, mungil..


Mantan tunangan Maya itu pun tertidur di sofa balkonnya..


********

Hari-hari berlalu tanpa ada peristiwa yang berarti bagi keduanya. Mereka beraktifitas seperti biasa, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Begitupun semua orang menganggap hubungan mereka baik-baik saja.

Dan sebagian orang sudah memperbincangkan bahwa sebentar lagi akan ada pernikahan diantara keduanya.

Maya masih menjalani kegiatan keartisannya di bawah manajemen Daito. Dan itu artinya mereka masih sering bersua dalam setiap acara yang diselenggarakan oleh Daito. 
Keduanya begitu pandai menyembunyikan kehancuran hubungan mereka. 

Sampai ayah Masumi saja tidak mencium tentang perpisahan mereka. Baik Maya maupun Masumi sudah saling berjanji akan menutup rapat semuanya sampai Eisuke benar-benar pulih dari penyakitnya.

Sebelumnya, Eisuke sempat dirawat di RS karena harus menjalani pengobatan karena terjadi penyempitan pada jantungnya. Beberapa operasi telah dilakukan. Hingga sekarang Eisuke harus menjalani pemompaan jantung dalam waktu yang telah ditentukan.


Seperti siang itu Masumi sengaja menghubungi Maya karena Eisuke menginginkan makan siang bersama.


Masumi pun dengan berat hati menghubungi ponsel Maya...


"Halo.." suara Maya terdengar menyapanya dari tempat yang berbeda.


"Maya, ayah ingin kita makan siang bersama hari ini. Jadi datanglah ke rumah" ujar Masumi dengan nada suara yang kaku.


"Mmm...baiklah" jawab Maya singkat. Lalu gadis itu menutup ponselnya.


Tuut...tuuut...tuut...


Masumi pun mengacuhkan sikap Maya yang terdengar kurang sopan tersebut.


Pria tampan itu melanjutkan aktifitasnya yang begitu padat sampai waktu makan siangpun tiba. Bergegas Masumi pun meninggalkan kantornya menuju kediamannya sendiri.


Beberapa menit kemudian, mobil Masumi pun tiba di kediamannya. Masumi mendelikkan penglihatannya melihat bahwa mobil Maya sudah ada. Berarti gadis itu sudah sampai, pikirnya.


Masumi baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Terdengar suara tawa dari ayahnya begitu menggema dari ruang keluarga.


Pria itu menghela nafasnya pelan...


Lalu dia masuk ke ruangan dimana ayahnya dan Maya sedang berbincang-bincang.


Keduanya menatap kedatangan Masumi...


"Ah kau sudah datang, nak" sapa lelaki tua itu senang.


Masumi membungkukkan punggungnya sedikit memberi hormat pada keduanya. Lalu dia berkata akan turun, namun akan berganti pakaian terlebih dahulu.


Maya hanya mengangguk mengiyakan...


Eisuke memandangi keduanya bingung, tidak seperti biasanya...


"Baiklah paman, sampai mana tadi pembicaraan kita?" tanya Maya mengalihkan perhatian Eisuke.


Tapi pria tua itu tak gampang menerima sikap aneh dari putra dan tunangannya itu. Dia menajamkan tatapannya pada Maya.


Lalu lelaki tua itu bertanya:
"Maya, apa ada yang kalian sembunyikan dariku?" Eisuke menyelidik dengan pertanyaan pertamanya.


Maya terlihat gugup akan menjawab apa. Gadis itu mengalihkan wajahnya dari tatapan Eisuke. 


Bagaimana ini?
Masumi, cepatlaaah turun...


Maya mencoba tenang dari kegugupannya. Perlahan dia mengusap peluh keringat yang mengaliri lehernya.


"Paman, kami tidak bisa menyembunyikan apapun darimu. Jadi percayalah" jawab Maya.


Eisuke masih tidak mempercayainya. Tatapannya masih tajam pada gadis itu.


Sampai Masumi turun dan bergabung bersama mereka...


Akhirnya makan siangpun berjalan dengan lancar. Dan ketika hendak pulang, Eisuke menyuruh Masumi untuk mengantarkan Maya.


Namun keduanya tampak saling menolak...


"Ah,paman tidak usah. Aku membawa mobil sendiri koq" jawab Maya cepat.


Begitu pun Masumi...


"Tapi ayah, aku masih ada kerjaan lain. Jadi terburu-buru" tolak Masumi ragu.


Melihat dan mendengar gerak gerik dan ucapan dari keduanya, Eisuke 100% curiga telah terjadi sesuatu dengan hubungan putranya dan Maya.


"Kalian! Coba menutupinya dariku?" tanya Eisuke dingin.


Maya dan Masumi saling tatap ketakutan. Mereka takut sesuatu yang buruk terjadi pada kesehatan sang ayah. Seketika itu juga, tangan Masumi merangkul punggung Maya dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.


"Baiklah ayah, aku akan mengantar Maya" kata Masumi kikuk.


Begitupun Maya hanya mengikuti kemana Masumi membawanya.


Eisuke tampak tersenyum dan mengatakan:


"Maya, biar mobilmu di sini saja. Jadi setiap hari Masumi akan menjemputmu dan mengantarmu pulang. Ingat itu!!!" perintah Eisuke pada keduanya.


Brraaaak...


Pintu mobilpun tertutup. Maya dan Masumi akhirnya satu mobil menuju tempat yang sama. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam dan memandang keluar jendela.


Sampai mobil itu tiba di Daito...
Baik Maya maupun Masumi langsung turun tanpa berkata apa-apa.
Tentu saja sang supir menjadi bingung dibuatnya..


Ada apa dengan mereka ya? Tidak seperti biasanya, aku bahkan tidak pernah melihat mereka saling tatap dan tersenyum bersama...


Maya menuju ke ruang latihan, sedang Masumi langsung menuju ke ruangannya.


Begitulah yang terjadi kini antara keduanya. Sejak perintah dari Eisuke siang itu, maka Masumi harus menjemput Maya dan mengantarkannya pulang sampai apartemennya.


Setiap hari...


**********


Pagi itu Masumi menjemput Maya untuk berlatih. Seperti biasa itulah hal yang membuatnya selalu tampak kesal dan marah-marah.


Mobil Masumi telah parkir di tempat parkir depan apartemen Maya. Biasanya Maya pasti sudah menunggunya di lobby. Namun pagi ini, gadis itu tak tampak.
Masumi mencoba menghubungi ponselnya berkali-kali, tapi tidak ada jawaban sama sekali.


Itu membuatnya hilang kesabaran, akhirnya dia pun turun dan naik lift menuju apartemen Maya.


Ting...tong..
Ting...tong..


Dua kali sudah Masumi menekan bel, namun tetap pintu tersebut tidak terbuka. Darahnya mendidih karena kesal menunggu.
Masumi menyandarkan tubuhnya di dinding dekat pintu apartemen Maya. Tangannya merogoh saku jasnya dan mengambil sebuah rokok, lalu menyalakannya dan menghisapnya pelan.


Sembulan asap begitu menutupi wajah Masumi...


Tiba-tiba...


"Ah, trimakasih, sampai bertemu besok pagi" terdengar suara Maya mengucapkan salam pamit pada seseorang.


Masumi mencoba menyelidik suara tersebut...


"Baiklah, sama-sama Maya" balas suara pria dari dekat lift.


Masumi langsung menebas-nebaskan tangannya untuk menghilangkan asap yang mengganggu penglihatannya. Namun sayang pria yang bersama Maya tadi sudah berlalu kembali ke dalam lift.


Masumi pun hanya menatap Maya tajam...
Maya melangkah perlahan mendekati pintu apartemennya..
Gadis itu terkejut melihat siapa yang sedang berdiri di dekat pintu apartemennya.


Haaah...


"Masumi..." sapanya santai.


Lalu gadis itu mengambil kunci dari saku celananya dan mencoba membuka pintu apartemennya. Pintupun telah terbuka!!!


Maya hendak melangkah masuk, namun tangan Masumi menarik jemarinya kuat. Matanya menatap tajam pada Maya.


"Kau darimana saja? Apa kau lupa dengan tugasku ini?" tanya Masumi sebal.


Maya tak menggubrisnya, dia berlalu saja masuk ke apartemennya. Masumi pun mengejarnya...


"Heeeeiii...apa kau tidak dengar?" pria itu bertanya lagi.


Maya pun membalikkan tubuhnya...
"Aku sudah dengar, maaf bila membuatmu menunggu. Aku rasa ini hari terakhirmu mengantar dan menjemputku, Masumi Hayami!" kata Maya menjelaskan dengan nada yang emosi.


Masumi tak mengerti dengan ucapan Maya barusan. Dia mencoba mendekati Maya dan menarik dagunya...


"Apa maksudmu?!" Masumi curiga.
"Apa tadi belum jelas aku mengatakannya?" balas Maya balik bertanya.


Masumi langsung beranjak pergi menuju keluar pintu, diikuti Maya yang tergesa menyambar tas dan baju hangatnya di dekat sofa.


Blam!!!


Mereka menaiki lift bersama, masuk ke mobil yang sama dan duduk di jok yang sama. Namun semuanya tak terdengar obrolan apapun.
Tiba-tiba ponsel Masumi berbunyi...


Masumi mengangkatnya segera..
"Halo.." 
"Tuan, ini Asa...saya mohon tuan kembali ke rumah..." kata pak Asa gugup.


Masumi menjadi penasaran, tanpa sadar dia berteriak kepada pria tua itu..
"UNTUK APA?!" bentaknya.


"Tuan...ayah anda...dalam ...keadaan darurat...cepatlah" terdengar suara pak Asa gemetar.


Masumi langsung cemas, wajahnya menjadi pucat dan kebingungan. Maya pun tak kalah panik melihat reaksi Masumi.


"Masumi...ada apa?" tanyanya pada Masumi di sampingnya.


"Kembali ke rumah, CEPAT!!!" perintahnya pada supir.


Dia diam..wajahnya sangat kaku...


Maya pun mengerti pasti terjadi sesuatu pada paman Eisuke-nya.


Paman...apa kau baik-baik saja?
Jangan tinggalkan kami dalam keadaan seperti sekarang ini. Hubunganku dengan putramu tlah kandas. Sepertinya sulit untuk dipersatukan kembali...


Akhirnya mobil Masumi sampai di kediamannya...


BRAAK...
BRRAAAK...


Keduanya tampak tergesa-gesa turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah.


Pak Asa langsung meminta keduanya untuk masuk ke kamar Eisuke. Karena pria tua itu telah memerintahkan demikian.


Masumi pun berlari ke kamar sang ayah, diikuti Maya..
Terlihat seorang dokter dan seorang perawat baru saja keluar dari kamar besar itu.


Mereka membungkuk hormat pada Masumi dan Maya. Lalu sang dokter mengatakan sesuatu kepada Masumi:
"Tuan Masumi, keadaannya kembali tidak stabil. Sepertinya ada sesuatu yang beliau pikirkan. Jadi...jadi saya mohon, turuti semua keinginannya" pinta dokter itu tulus.


Masumi dan Maya terdiam sesaat mendengar ucapan permintaan dokter tadi. Mereka saling pandang khawatir dan merasa bersalah.


"Mungkinkah...ayah tahu, Maya?" tanya Masumi bingung dan sedih.
Maya pun demikian, dia tidak tahu harus berbuat apa. Wajah kedua nya begitu pucat.


Masumi masuk perlahan ke dalam kamar, diikuti Maya tentunya.
Pria tua tersebut terlihat terkulai lemah di tempat tidurnya. Matanya sayu dengan guratan keriput di setiap sudut wajahnya.


"Ayah..." Masumi menyapanya ragu.
"Kemarilah...kalian..." pinta Eisuke sungguh lemah.


Masumi dan Maya berjalan mendekati tempat tidur Eisuke. Eisuke memandangi wajah keduanya. Tatapannya menjadi sangat sedih. Tiba-tiba airmata mengalir dari pelupuk matanya.


Paman...kau menangis? Ada apa ini? Apa kau tahu tentang kami? Tidak...


Lalu tangan lemah itu mencoba menarik tangan putranya. Setelah meraihnya, diapun menarik jemari Maya. Kedua tangan itu disatukan oleh Eisuke.


Deg!Deg!Deg!...
Jantung Maya dan Masumi berdetak kencang dengan beribu pertanyaan dan penasaran apakah Eisuke mengetahui kandasnya hubungan mereka.


"Masumi...aku..ingin..kau..segera menikahi...Maya" Eisuke meminta nya terbata-bata lemah.


Baik Maya maupun Masumi saling memandang. Mereka benar-benar terjebak dalam situasi itu.
Namun melihat kondisi ayahnya, Masumi tidak akan sanggup mengatakan yang sebenarnya.


Juga dengan Maya, dia sudah sangat merasa bersalah pada pria tua yang telah begitu baik padanya.


"Ayah..kapan...ayah inginkan itu?" Masumi bertanya memastikan.


Eisuke menatap keduanya sedih...Sepertinya firasat pria tua itu mencurigai retaknya hubungan Maya dan Masumi.


"Maya..apa kau...bersedia...menikah..dengan putraku?" tanyanya pelan.


Maya menundukkan kepalanya. Gadis itu bingung harus menjawab apa. Dia menoleh ke arah Masumi.
Dan Masumi pun menganggukkan kepalanya, menandakan bahwa Maya harus segera menjawab 'IYA' untuk bisa menenangkan ayahnya.


Dengan terpaksa gadis itu menganggukkan kepalanya. Dan benar saja Eisuke langsung tersenyum melihat reaksi Maya.


"Asaa..." panggilnya pada Asa yang masih berada di luar.
Masumi berdiri untuk memanggil pak Asa.


Kini ajudan setia tersebut sudah berdiri tepat di samping Eisuke. Di tangannya ada beberapa lembar..


"Ini, tuan..." kata Asa sambil memberikan lembaran-lembaran tersebut.


Masumi dan Maya semakin bingung dengan arti semua itu..


"Tuan Masumi..semua surat sudah beres. Jadi hari ini juga kalian akan menikah" pak Asa menjelaskannya di depan Eisuke.


Dan itu tentu saja membuat Masumi maupun Maya sulit untuk membantahnya.


"Silahkan tanda tangani di sini....dan di sini..." pinta pak Asa sembari menunjukkan tempat yang harus ditanda tangani oleh keduanya.


Baik Masumi maupun Maya langsung menatap Eisuke bingung. Tampak senyum bahagia tersungging dari bibir Eisuke.
Melihat senyum itu, hati Masumi sangat tak kuasa. Perlahan dia pun membubuhi tanda tangannya di lembaran tersebut.


Begitu juga dengan Maya. Lalu dari pintu terdengar ketukan..


Tok...tok...tok...


"Oh..pak Pendeta, silahkan masuk" pak Asa menyapanya ramah.


Pendeta itu menghampiri keduanya. Lalu menyentuh kepala Masumi dan Maya.
Ada sebuah janji yang diucapkan Masumi di depan pendeta tersebut. Begitu pun dengan Maya.


Mereka berdua masih mengikuti proses pernikahan sederhana itu sampai selesai. Eisuke dan pak Asa tersenyum bahagia..


"Mulai sekarang kalian resmi menjadi suami istri yang sah di hadapan Tuhan!" ujar Pendeta itu.


Masumi menatap Maya bingung. Begitupun sebaliknya.


Tapi tidak dengan Eisuke, dia tersenyum bahagia sekali...


"Akhirnya...aku bahagia dan tenang sekarang..." Eisuke terisak terharu.
Juga pak Asa..


Maya menoleh ke arah Masumi di sampingnya...


Suami istri? Mengapa secepat ini?
Tapi kami sudah putus..
Sekarang? Bagaimana ini nanti. Apa harus aku katakan yang sebenarnya? Tapi kesehatannya sedang memburuk saat ini..


Sementara Masumi pun terlihat menerawang tak percaya dengan resepsi sederhana pernikahannya ini.


Dia menjadi istriku sekarang? Ada apa ini? Aku terjebak!
Bagaimana menghadapi dan menjalani kebohongan ini? Ayah...haruskah kau tahu yang sebenarnya?
Haruskah aku mengatakannya padamu?












^^^continue to chapter 2^^^