Monday, November 07, 2011

Hari Terakhir di Sisimu



Suara kicau burung membangunkan Karina dari mimpi panjangnya di pagi itu. Dengan wajah malas, dia mencoba menggerakkan lengan dan kakinya, menggeliat seperti seekor anak kucing.


"Hhuuuaaaahhh" gadis itu menguap.


Perlahan dia mulai mencoba bangkit dari tempat tidurnya yang sangat empuk itu.


Tak berapa lama, terdengar ketukan dari pintu kamarnya. Karina tak menjawabnya. Dia hanya memandang ke arah pintu itu dari tepi tempat tidurnya.


Ckklek...


Seorang pelayan membungkuk hormat dan mengucapkan salam dengan sangat sopan kepadanya.


"Selamat pagi, nona. Sarapan nona sudah siap" 


Karina hanya mengangguk dengan senyum tipisnya...


Pelayan itu kembali menutup pintu setelah membungkuk hormat kembali kepada Karina.


Kemudian Karina pun keluar kamar dan menuruni tangga untuk mencapai menuju ruang makan. Tanpa mandi dan membersihkan tubuhnya, gadis jelita itu langsung saja makan.


Sebuah suara mengejutkannya!


"Apa ini kebiasaanmu?!" seorang pria berdiri di sudut ruang makan tersebut.


Karina sangat kaget dengan keberadaan pria itu. Dia menggelengkan  kepalanya karena tak terima dengan teguran dari pria itu yang jelas-jelas tidak dia kenal sama sekali.


Matanya tajam mengarah ke sudut ruang makan dimana pria itu berdiri. Kesal dan tak terima...


Tetapi itu tidak membuat Karina menghentikan aktifitasnya. Dia membuka piring yang ada di depannya.


Tiba-tiba...


PRRAAANNNG!!!


"AAAUUU!!" Karina berteriak dan berdiri menghindari pecahan piring di depannya.


Sesuatu membuat piring di depannya tadi pecah. Dan sesuatu itu adalah benda kecil yang dilempar oleh pria itu.
Karina pun tahu itu!!!
Marah!!


"Heeyy, kau! Keluar dari ruangan ini!" bentak Karina emosi.


Pria itu menatapnya tajam. Matanya semakin lekat membalas tatapan Karina.


Tak...tuk...tak...tuk..


Langkah kakinya menghampiri Karina yang masih dalam keadaan sangat marah dengan teguran orang asing di ruang makannya.


Kemudian tanpa diduga, pria itu menjulurkan dan memperkenalkan dirinya...


"Royes..." ucap pria itu kaku.


Tentu saja hal itu membuat Karina kaget sekali. Dia tak menyangka pria di hadapannya itu bernama sama dengan pria yang akan dijodohkan untuknya.


Kening Karina masih berkerut dengan pikiran yang penuh tanda tanya dan bingung.


"Royes?!" desis Karina jelas terdengar.


KRrreettt!!!


Lalu pria bernama Royes itu menggeser kursi dan hendak duduk tepat di depan Karina. Sementara gadis itu masih dalam keadaan bingung dan tak mengerti.


"Apa kau tidak ingin sarapan bersamaku?" tanya Royes cuek.


Karina masih berdiri memandangi pria di hadapannya dengan wajah sinis. 
Gadis itu mencibirkan bibirnya ke arah Royes. Karina merasa seperti orang lain di meja makannya sendiri.


Karina tidak ingin sarapan bersama!


"Maaf, nafsu makanku hilang melihatmu!" jawab Karina angkuh dan marah.


Gadis itu pun melangkah pergi meninggalkan Royes sendiri di ruang makan. Namun kepergian Karina tak mempengaruhi jalannya sarapan pria itu. Royes terus saja menyantap sarapannya hingga habis.


Setelah sarapan, langkah kakinya menuju lantai atas, dimana kamar Karina berada.


CKKKLLEEKK!!!


BLLAAMM!!


Royes langsung saja masuk dan melangkah menuju balkon kamar Karina. Tidak ada teguran dari gadis itu sama sekali. Dan ternyata Karina sedang mandi.


Terdengar suara gadis itu bersenandung. Royes tersenyum mendengarnya. Matanya yang coklat berkilau makin menambah ketampanannya.


Disinari mentari pagi itu, Royes menghirup udara pagi yang masih terasa sangat segar dan menyejukkan pernafasannya.


Beberapa menit kemudian, terdengar bantingan pintu kamar mandi yang menandakan gadis itu baru saja keluar dari sana.
Kebiasaan buruknya yang sembrono dan jorok sudah tidak bisa ditoleransi lagi.


Dan baru saja berada di dekat gadis itu, Royes sudah dapat merasakan bagaimana kebiasaan buruk dari Karina.


Dengan memakai handuk kimononya, gadis itu berjalan menuju lemari pakaiannya. Namun sebelum menyentuh gagang pintu lemari, Royes sudah berdiri di depan Karina.
Itu membuat jantung Karina seperti akan copot.


"Aaauuuuuuuuuuu!! MENGAPA KAU ADA DI SINI?!  HAAAAH!!!" teriak Karina menggema di ruangan kamar nya.


Tapi Royes sama sekali tak peduli dengan teriakan itu. Ditariknya lengan Karina kembali ke arah kamar mandi. Tepat di depan kamar mandi dia menghentikan langkahnya.
Lalu tangan Karina di tarik dan diarahkan ke gagang pintu kamar mandi tersebut.


Karina berusaha melepaskan genggaman Royes!


"Aaaapa-apaaan kau ini! Seenaknya ke kamarku! Dan sekarang kau menyuruhku apalagi?!" kata Karina kesal.


"Aku hanya ingin melihat caramu menutup pintu ini tadi" jawab Royes santai. Dengan mengerlingkan kedua matanya yang indah ke arah Karina.


Karina sedikit kaget dengan kerlingan mata Royes. Dia memanyunkan bibirnya sinis.


"Apa maksudmu? Mengapa kau mengaturku? Keluar! Keluar kataku!" bentak Karina tanpa berkedip menatap Royes.


Royes tak menanggapinya. Dia kemudian menarik Karina masuk ke kamar mandi. Lalu dia menggenggam jemari Karina dan menggerakkannya supaya membuka gagang kamar mandi itu perlahan.


"Begini cara yang benar membukanya. Kemudian menutupnya pun sama. Jangan sampai kau merusakkan gagang pintu ini!" ucap Royes serius.


Karina semakin kesal karena pria itu mengguruinya. Wajah sinisnya pura-pura tak memperhatikan ucapan Royes. Dengan sekuat tenaga dia menghentakkan jemarinya agar terlepas dari genggaman Royes. 
Dan jemari itu pun terlepas...


BBLLAAAMMM!!!


Karina berlalu meninggalkan kamar mandi. Royes perlahan menyusulnya. Dengan lembut pria itu menarik kembali lengan Karina. Walau Karina berusaha menolaknya, namun tenaga Royes tentu lebih kuat daripada dirinya.


Kemudian pria itu mendekap erat Karina yang masih berkimono handuk tadi.


Karina semakin kesal dan bingung dengan sikap Royes. Dia meronta dari dekapan Royes, tapi Royes tak membiarkan gadis itu lepas dari dekapannya.


"Tetaplah seperti ini. Maaf atas sikapku yang membuatmu kesal" aku Royes lembut sambil membelai rambut Karina.


Ada apa dengannya? Siapa dia? Memarahiku seenaknya, mengguruiku dan sekarang...menarikku dalam dekapannya...


Sesaat Karina menikmati dekapan itu. Sampai beberapa saat dia tersadar, pria yang mendekapnya itu menitikkan airmata dan membasahi pipinya.


Dia menangis, pria ini menangis...
Kenapa?


Ayah, ibu...
Apakah dia pria yang kalian jodohkan untukku? Mengapa dia tak mengatakannya. Ada apa ini?


Royes masih mendekap Karina. Walau Karina kesal, namun ketika itu hatinya sedikit merasa iba pada pria yang mendekapnya tersebut. Hatinya dipenuhi beribu tanda tanya tentang siapa Royes dan untuk apa dia ada di kamarnya saat ini.


@@@

Peristiwa tadi pagi berlalu begitu saja. Saat ini Karina duduk termenung di bangku terasnya. Masih sangat jelas bagaimana pria itu mendekapnya dan berlalu pergi meninggalkannya setelah meminta maaf berulang kali.

Siapa dia? Ada apa dengannya? Apakah dia pria itu?
Huuuhhffthh...tapi sesaat aku merasa begitu dekat dengannya...
Dekapannya begitu lembut...
Hangat...

Royes...
Namanya Royes...
Yaa...nama yang sama seperti di dalam surat itu...
Surat wasiat ayah dan ibu...

"Ahh...aku harus membacanya kembali!" gumam Karina sambil berlari masuk ke dalam rumahnya.

Karina terus melangkah menuju ruang kerja ayahnya yang masih sangat rapi, walau kini pemiliknya telah lama tiada.

Ceekklek...

Perlahan gadis itu membuka gagang pintunya. Tidak seperti biasanya, kali ini tanpa sadar Karina menuruti apa yang diajarkan Royes padanya pagi tadi.

Karina sempat berdiri sejenak menyadari ada yang tidak biasa dia lakukan barusan.
Pikirannya kembali pada ucapan Royes padi itu:

"Begini cara yang benar membukanya. Kemudian menutupnya pun sama. Jangan sampai kau merusakkan gagang pintu ini!"

Karina menggelengkan kepalanya kesal karena teringat nasehat pria itu. Langkahnya pun sedikit demi sedikit mendekati meja kerja sang ayah. Dengan jemarinya dia mengitari bentuk meja itu, mengenang saat-saat indah melihat ayahnya yang tengah sibuk bekerja di sana.

Airmata menetes satu persatu dari pelupuk matanya. Karina sedih...
Gadis itu selalu menangis bila terkenang ayah dan ibunya yang telah hampir empat tahun ini meninggalkannya.

"Ayah...bagaimana kabarmu di sana? Apa ayah senang saat ini?" isak Karina manja.

Buuukk!!! Gadis itu duduk di kursi kerja ayahnya. Menggoyangkan kakinya hingga kursi itu berputar 180 derajat ke kiri dan kanan.

Matanya terpejam menengadah ke atas. Lama...

TIBA-TIBA!!!

"Sedang apa kau di sini?" suara yang masih jelas dia ingat mengejutkan lamunannya.

Dengan tergopoh Karina membuka matanya dan menghentikan putaran kursi itu.

"Kau..." desisnya heran, mengapa pria itu ada lagi di rumahnya. Padahal pagi tadi dia sudah pamit untuk meninggalkan kediamannya.

Entah mengapa Karina diam tak bergerak. Matanya tampak menikmati sosok pria yang ada di depannya kini. Pria itu pun membalas tatapan Karina dengan lembut.

Kemudian dengan pelan Royes menghampiri Karina...

DEG!!! Karina seperti terpana karenanya...

"Karina, aku bertanya padamu. Sedang apa kau di sini?" tanya Royes sekali lagi. Gerakan Royes tambah membuat Karina terpukau. Pria itu kini tepat duduk di kursi yang ada di depannya dengan mata indahnya yang terus lekat memandangi dirinya.

"Ee...aaa...aku sedang mencari sesuatu. Dan kau, mengapa ada di rumahku lagi? Apa kau ingin mengguruiku lagi? Apa kau belum puas mengejutkanku pagi tadi?" Karina menutupi gugupnya dengan bertanya bertubi-tubi.

Royes tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Tentu saja anggukkan itu membuat Karina kesal.

Gadis itu berdiri dari kursinya dan hendak pergi meninggalkan ruang kerja tersebut, namun sebelumnya Royes menunjukkan sesuatu padanya...

"Apa ini yang sedang kau cari?" kata Royes sambil mengibaskan selembar kertas bermaterai di tangannya.

Karina berbalik dan memperhatikan apa yang ada di tangan Royes. Dan surat itu memang yang sedang dia cari.

"Bagaimana kau tahu aku sedang mencarinya? Apa kau seharian ini mengawasiku tuan Royes?!" balas Karina bertambah kesal.

"Duduklah kembali. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu" kata pria itu hangat.

Dengan langkah gengsi dan marah, Karina menuruti permintaan Royes. Gadis itu kembali duduk di kursi kerja sang ayah.

BBBUUUKKK!!!

"Hhmm...apa yang ingin kau katakan? Cepatlah! Aku harus segera ke suatu tempat setelah ini!" ujar Karina tanpa menoleh ke arah Royes.

"Ini...Bacalah dengan hati lembut dan tenang!" kata Royes sembari menyodorkan lembaran kertas yang ditunjukkannya tadi.

Karina pun menoleh ke arah kertas itu dan mengacuhkan ucapan Royes barusan. Karina tampak tergesa tak sabar membacanya. Melihat gelagat Karina yang tidak sabaran, kembali Royes menarik kertas itu.

"HEEEYYY!!! KAU INI!!" teriak Karina murka dengan sikap Royes.

Mata Royes menatap tajam kepadanya. Karina terdiam menyadari tatapan itu. Dia duduk kembali dengan terpaksa...

"Perlukah aku yang membacakannya untukmu?" kata Royes dingin.
Ucapan itu menambah kemarahan pada hati Karina yang sudah panas sedari tadi.

"TIDAK PERLU!!! Apa kau pikir aku buta aksara? Dasar angkuh!!!" jawab Karina sekenanya.

Royes menatap lebih tajam ke arah gadis di depannya. Kemudian...

"Dengar nona! Jika kau terus seperti ini, maka aku tetap akan mengawasimu!" terang Royes dingin.

Tentu ucapan itu membuat telinga dan hati Karina semakin dipenuhi kemarahan.

Lagi-lagi...dia mengguruiku!!! Apa maunya orang ini?
Datang-datang marah dan sok bijaksana...
Kemudian bersikap lembut......mendekapku...
Lalu menangis di pipiku......pria aneeh...
Memang dia pikir aku ini...apa? Dasaaaarrr...

Menyebalkan!!!

Karina membuang mukanya. Ada sedikit rasa takut bila bertatapan dengan pria asing di hadapannya tersebut.
Dengan menyilangkan lengan di dadanya, Karina mengarahkan pandangannya ke lemari di sebelah kanan meja tersebut.

"Ini..." Royes menyodorkan kembali selembar kertas itu di meja. Tapi Karina tak menggubrisnya sama sekali. Karina masih membuang mukanya ke arah lain...

"Bila kau tidak mau, ya sudah! Aku akan membiarkannya di sini agar kau puas membaca dan mengerti isi dari surat ini!" kata Royes sambil berlalu pergi meninggalkan Karina di sana.

Blam...

Karina buru-buru mendekati meja dan surat itu setelah mengetahui Royes pergi.

Dengan seksama dia memperhatikan baris demi baris kalimat yang tertulis rapi. Wajahnya menjadi serius tidak seperti biasanya...


Teruntuk Putriku...
'Karina'

Putriku, bila suatu saat nanti kau membaca surat ini, ayah mohon tersenyumlah. Karena ayah dan ibu sangat ingin membuatmu selalu tersenyum dan bahagia. 
Karina, putriku....
Sebelum ayah pergi, ayah telah menyerahkanmu pada seorang pria baik yang ayah kenal. Dan ayah telah menikahkanmu dengannya. 
Royes...dialah pria itu, suamimu. Maaf ayah tidak berterus terang padamu sebelum pergi. Dia akan menjadi pendamping hidupmu nanti dan selamanya...
Putriku, ayah harap kau bahagia bersamanya. Kelolalah semua perusahaan ini bersamanya. Ayah percaya kalian bisa...

Ayah menyayangimu...


@@@


Sejak hari itu Karina mengunci dirinya di kamar. Tidak seorangpun boleh mengganggunya. Gadis itu begitu shock setelah membaca kembali surat wasiat sang ayah.


Karina tak menerima bila dirinya harus dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak dia kenal. Malah pria itu telah menjadi suami sahnya sejak beberapa tahun lalu.


Karina merasa dirinya masih bisa menjaga diri dan akan banyak pria yang tertarik dengannya. Bukan saja parasnya yang sangat jelita, bahkan harta dan apapun memang dimiliki oleh nya. Karena sejak meninggalnya orang tua Karina, maka seluruh perusahaan dan segalanya jatuh menjadi miliknya.


Dan hari itu setelah tiga hari berlalu...


Karina masih mengurung dirinya di kamar. Gadis itu hanya tidur dan berdiam diri tanpa makan dan minum. Semua pelayan menjadi bingung dibuatnya. 


Tok...tok...tok!!!


"Nona...saya mohon buka pintunya. Nona harus makan, nanti nona bisa sakit" kata seorang pelayan cemas.


Namun tidak ada jawaban dari Karina. Gadis itu sedang duduk melamun di teras balkonnya. Memandangi langit cerah di pagi itu. Matanya yang biru terlihat mempesona disinari sinar mentari pagi. Udara yang sangat sejuk menambah rona keindahan di pagi itu.


Karina berdiri di tepi pagar balkonnya. Menengadahkan wajahnya dengan merentangkan kedua tangan sambil memejamkan kedua matanya yang indah.


Gadis itu menarik nafas panjangnya beberapa kali...


Dalam mata yang terpejam, kembali Karina terbayang pria yang telah dijodohkan dengannya tersebut...


"Royes...pria itu...suamiku?! Bagaimana mungkin aku bisa menjadi pendampingnya? Aku sama sekali tidak mengenalnya?" ucap Karina putus asa.


"Apakah hanya dia pria yang kalian percaya untukku, ayah..ibu? Apakah hanya dia yang kalian suruh untuk menjagaku? Aku tak membutuhkan pria seperti itu! Aku tak butuh dia, ayah!"


"AKU TIDAK MEMBUTUHKANNYA!!!!" teriaknya sangat keras menggema di sekitar kediamannya.


Karina masih memejamkan matanya sedih...


TIBA-TIBA!!!


"KARINA! TURUN SEKARANG JUGA!!" sebuah suara yang sangat dia benci meneriakinya dari arah bawah.


Sontak saja mata Karina langsung terbuka dan menengok ke arah suara tersebut...


ROYES!!!


Keduanya saling menatap beberapa detik...


Karina menatapnya tajam kemudian membuang mukanya dan berbalik masuk ke kamarnya.


BBLLAAMMM!!!


Dengan kesal, Karina hempaskan tubuhnya di tempat tidur. Kedua lengannya dilipat di bawah kepalanya.


"Hhuuuuhhhtffhh...mulai lagi! Mengapa pagi-pagi sudah berada di rumah ini? Apa dia tidak ada pekerjaan? Dasar pria pengangguran!" gerutu Karina emosi.


TIBA-TIBA!!!


CKLLEK!!!


"Eeeehh...." desisnya sambil bangkit dan duduk di tepi tempat tidurnya. Matanya menoleh ke arah pintu yang ternyata sudah terbuka oleh Royes dengan kunci cadangan.


Karina diam kaku menatap pria itu. Hatinya begitu panas oleh kemarahan. Dia menatap Royes dengan sangat tajam dan wajah yang sinis.


Royes pun tak mau kalah. Dengan matanya yang coklat, pria itu menatap lekat gadis di depannya.


Dia berani menatapku!


"Eeh...." 


Tanpa diduga, Royes melangkah mendekati Karina...


DEG!!DEG!!!


Karina sempat kaget dengan sikap Royes yang sangat berani. Gadis itu menunduk seperti gugup berdekatan dengan Royes.


"Apa begini sikap seorang istri pada suaminya?" kata Royes dingin.


Mendengar perkataan Royes, Karina meliriknya kesal. Dengan cepat Karina memalingkan matanya ke arah lain. Namun tidak begitu dengan Royes. Pria itu masih saja menatap ke arah Karina.
Hingga membuat Karina menjadi serba salah. Otaknya memutar mencari kata untuk menutupi kegugupannya.


"Apa kau bilang tadi? Istri? Hhmmm....dengar tuan Royes!" Karina menarik nafasnya sebelum melanjutkan ucapannya.


"Ya..." jawab Royes singkat.


"Aku tidak pernah merasa menjadi istri siapapun! Dan aku tidak butuh siapapun untuk menjagaku! Jadi mulai sekarang, pergilah dari rumahku!" ujar Karina angkuh.


Royes menggeleng sambil terus menatap Karina...


Kemudian dia berdiri dan melangkah pergi meninggalkan Karina di kamarnya.


Bllam...


Sesaat Karina terdiam menyadari ucapannya tadi sedikit menyinggung perasaan Royes. Matanya menatap ke sekeliling kamar sembari terus menelan ludah. Kali ini Karina merasa sedikit bersalah.


Di balik sikapnya yang sombong, terkadang gadis itu begitu rapuh dan sensitif. Dan sebenarnya gadis itu sangat baik dan penyayang pada siapapun.


Tiba-tiba entah mengapa kakinya bergerak cepat keluar kamar dan mencari sosok Royes yang pergi meninggalkannya tanpa bicara sepatah katapun.


Seorang pelayan menyapanya: " Nona, apa yang nona cari? Apa nona akan sarapan pagi ini?" 


Dengan cepat Karina menarik lengan si pelayan dan setengah berbisik dia bertanya:
"Apa bibi melihat pria itu? Eeng...namanya Royes" 


Pelayan itu tersenyum kecil...


Mata Karina terangkat ke atas melihat pelayannya tersenyum seperti itu...


"Mengapa bibi tersenyum? Cepat jawab pertanyaanku!" 


Pelayan itu menunjuk ruang makan dengan jemarinya...


"Haa...di ruang makan?" tanya Karina heran.


"Iya nona, tuan Royes sedang sarapan sendiri di sana. Sebaiknya nona temani dia. Kasihan...." terang pelayan itu sambil membungkuk sopan dan meninggalkan Karina yang berdiri kaku.


Kakinya terasa sangat berat melangkah mengikuti arah yang ditunjukkan pelayan tadi...


"Dia sedang sarapan? Di rumahku? Sejak kapan dia sering ke sini?" gumam Karina bingung.


Kini kakinya tepat di depan ruang makan! Namun dirinya bingung harus mengatakan apa dengan pria itu. Gengsi dan akunya begitu malu untuk meminta maaf...


"Masuklah!" suara Royes dari balik pintu menyuruhnya masuk.


DEG!


Bagaimana dia tahu?!


Karina pun masuk. Perlahan dia menghampiri kursi dan duduk tepat di depan kursi Royes. Lalu tanpa bicara gadis itu membalikkan piringnya dan memulai sarapannya.


Hingga waktu berlalu, sarapanpun hampir selesai. Tapi keduanya masih membisu tanpa ada yang memulai percakapan di pagi itu. Baik Karina maupun Royes hanya diam walau sesekali mata mereka beradu saling tatap.


Sarapan pagi itu seolah menjadi awal yang baik di antara keduanya. Membuka tabir dari perjodohan di antara keduanya. Perjodohan dari surat wasiat yang ditinggalkan orang tua Karina.








...continue to chapter 2... 









9 comments:

  1. cerita baru...
    kalo dari judulnya sedih ya,
    bagus sis,
    lanjooot ya

    ReplyDelete
  2. kyaaaaAAaa lanjottttt
    penasaran ini sm laki2 tampan yg kurang ajjar ^^

    ReplyDelete
  3. weeee... loh ohhh..... ada ap ini... msh lom ngertii... tolong dilanjutkan lagiiiiiiiiiiiiiii...thxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.. :)

    ReplyDelete
  4. udah nikah ya? kok bisa..?
    jd pnasaran sm royes
    laki2 yg brubah2 gitu mood nyah ^^

    ReplyDelete
  5. mana nih lanjutannya? Kok nggantung gitu? penasaraaan >,<

    ReplyDelete
  6. huaaa...udah berubah jd serial.
    padahal kemarin udah ngarep hari ni kelar, abis labelnya one shot sih

    ReplyDelete
  7. masih kurang sis,,,jangan lama2 lanjutannya ya,,,
    Mutia na rival

    ReplyDelete
  8. biasa kdg lg doyan nulis, ya jd serial, tp lg malas ya one shot..
    liat nanti aja ya sista semua...hehe
    maaf-maaf bgt...

    ReplyDelete