Friday, August 12, 2011

Pelangiku



^^^Hubungan Maya dan Masumi baru terjalin setahun berjalan. Tentu saja ada perbedaan yang muncul di antara mereka. Dalam setahun itu, mereka sudah hampir 5 kali putus sambung^^^ (easy story)


**********


Krrrriinngg....Krriinnngg....Krriinnnngggg!!!
"Halo...aah kau lagi, tidak ada lagi yang harus kita bicarakan!!!"
Tuuut...tuuut....tuuuutt
Maya membanting kesal telepon apartemennya. Wajah gadis itu begitu marah. 
Selang berapa lama...
Ting...Tong...
Maya menutup telinganya. Dia tahu itu pastilah bel yang dibunyikan kekasihnya, Masumi Hayami.
Mereka bertengkar hebat, hingga pria itu mengeluarkan kata berpisah dua hari yang lalu.
Tentu saja itu membuat Maya benci setengah mati. Dia merasa dipermainkan oleh pria yang 11 tahun lebih tua darinya tersebut.
Dan sudah dua hari ini pula, Masumi terus saja berusaha meminta maaf pada Maya. Telepon dan HP Maya tak berhenti berbunyi sepanjang hari. Di tempat latihan, di apartemennya dan di setiap tempat yang dia datangi, alat komunikasi canggih itu selalu bergetar. Maya sangat marah mendengar bel apartemennya berbunyi tanpa henti. Dia pun berteriak:
"Sudah aku katakan! Aku tidak akan memaafkanmu. Anda yang mengucapkan itu, jadi aku anggap itu sudah keputusan dari dalam hatimu!!!" teriak gadis itu emosi.
Wajahnya merah menahan kekesalan yang kian memuncak. Sekitar hampir 1 jam Maya menutup telinganya. Kini bel dan HPnya diam tak mengeluarkan bunyi lagi.
"Huuuuffth, akhirnya" 
Maya pun bersiap-siap akan berlatih di pagi itu. Dia sudah yakin pasti Masumi akan datang ke apartemennya sebelum dia berangkat ke kantornya.
Dengan wajah sedikit kusut, Maya melangkahkan kakinya menuju studio Kids. Dia hanya berharap bahwa hari ini tidak akan bertemu dengan pria bernama Masumi Hayami itu.
"Aku tidak ingin bertemu dengannya. Dia tidak pernah menghargai perasaanku. Apa dia pikir, aku tidak bisa putus darinya? Heeehhh...menyebalkan!!!" gerutu gadis itu ketika baru saja masuk ke studio Kids tempatnya akan berlatih.
Tiba-tiba seorang pria melambaikan tangan padanya dari dalam studio itu...
Maya menoleh ke arahnya dan tersenyum kecil. Pria itu menghampirinya. Dan memberikan sebotol susu instant pada Maya.
"Eh Satomi, apa ini?" tanya Maya bingung.
"Ini untuk staminamu. Hari ini kita akan berlatih sampai malam bukan?" jawab Satomi penuh perhatian.
Maya menerimanya sambil tersenyum manis pada pemuda tampan di hadapannya.
PLOK...PLOK...PLOK!!!
Suara tepukan dari pak Kuronuma menandakan bahwa latihan hari ini akan segera dimulai.
Masing-masing pemain mulai mengambil posisinya. Suasana pun jadi sedikit tegang. Dan latihan itu berlangsung sampai pukul 9 malam.
Maya mengusap keringat di keningnya dengan sebuah handuk kecil. Tubuh nya yang mungil begitu terlihat semakin kecil karena seharian begitu mengeluarkan energi untuk berlatih.
"Maya, aku akan mengantarmu. Ini sudah larut!" usul Satomi.
Maya tak langsung menerimanya. Dia mencoba menolaknya sopan, namun Satomi tetap saja bersikeras akan mengantarkan Maya ke apartemennya.
"Baiklah, aku akan menerimanya. Agar kau tenang, Satomi" kata Maya.
Akhirnya mereka pun keluar dari studio. Melintasi pemain lain yang masih berdiri menunggu jemputan di depan studio. Maya bisa memastikan pastilah mereka membicarakan dirinya dan Satomi. Semua orang sudah mengetahui hubungannya dengan Masumi adalah sepasang kekasih. Walau sekarang tidak lagi, dan hanya mereka berdua saja yang tahu.


Satomi menyadari apa yang membuat Maya gusar berjalan bersamanya. Tapi pemuda itu tak memperdulikannya. Dia akan tetap mengejar cinta Maya, sampai Maya menikahi seseorang nantinya.
"Maya, jangan terlalu kau dengar pedulikan ucapan mereka" kata Satomi ingin menenangkan Maya.
"Apa aku terlihat sedih dengan yang mereka gosipkan? Sepertinya itu sudah lama berlangsung. Yaaa...sejak aku dan pak Masumi sepakat untuk menjalin kasih" 
Satomi memandangi Maya. Pria itu mulai merasakan ada yang tidak beres dengan gadis di sebelahnya. Dia menghentikan langkahnya dan berjalan ke pinggir dinding jembatan yang sedang mereka lalui.
"Satomi, kenapa kau berhenti?" tanya Maya bingung.
Satomi menajamkan tatapannya pada Maya. Maya tertunduk malu dan tak mengerti apa arti tatapan itu.
"Maya...aku tahu kau sedang ada masalah. Ceritakan padaku...Aku mohon" pria itu mulai menyelidiki.
Mendengar pertanyaan Satomi, Maya jadi gelisah dan memalingkan wajahnya dari Satomi.


Perlahan Maya melanjutkan langkahnya, Satomi tak bisa berbuat banyak. Akhirnya dia pun mengikuti Maya. Mereka sama-sama membisu menikmati malam itu. Sampai akhirnya tiba di depan apartemen Maya. Satomi pun pamit...
"Trimakasih kau sudah mengantarku, Satomi" Maya berujar sambil sedikit membungkuk sopan pada Satomi.
Satomi tersenyum melihat sikap polos Maya.
"Masuklah Maya. Udara sangat dingin. Besok kita bertemu lagi. Bye...." kata Satomi sambil melambaikan tangan pada Maya.
Maya memandangi punggung Satomi dari depan teras apartemennya.


Satomi...kau masih tetap baik padaku..


Baru saja Maya membuka pintu apartemennya. Tangannya ditahan oleh seorang pria dari belakangnya. Maya berusaha mendorong pria itu, yang tak lain adalah Masumi Hayami, mantan kekasihnya.
Maya memanyunkan bibirnya cemberut melihat ke arah Masumi.
Masumi membalasnya dengan senyuman...


"Anda lagi?! Aku mau istirahat!!" Maya masuk dan segera menutup pintu.
Namun sayang Masumi sudah menyelinap masuk.
"Pak MASUMII...aku benar-benar marah padamu!" gadis itu berteriak sambil melototi mantan kekasihnya.
Masumi tak menggubris teriakan Maya, dia berlalu di hadapan Maya dan duduk di sofa apartemen Maya.
"Mungiil, kemarilah....aku ada kejutan untukmu" ajak Masumi sambil memukul-mukul sofa di sebelahnya sebagai isyarat agar kekasih mungilnya duduk di sana.
Maya memalingkan wajahnya. Dia berjalan menuju dapur dan mengambil segelas air putih. Lalu meneguknya begitu cepat...
"Hati-hati! Nanti kau bisa tersedak..." ucap Masumi sedikit meledek Maya.
Raut wajah gadis itu bertambah marah dan marah pada Masumi.


Perlahan Masumi mendekati Maya kemudian menarik tangan gadis itu dan menggiringnya ke luar apartemen. Entah mengapa Maya diam saja dan mengikuti kemana Masumi membawanya.


Pak Masumi, kali ini aku akan melihat jurus apa yang anda gunakan untuk meminta maaf dariku...
Hhmmm...baiklah, aku akan menikmatinya....
Terkadang aku sangat menyukai pertengkaran kita...
Anda begitu terlihat lucu...
Hahahaha...


"Hahaha...." Maya tiba-tiba tertawa sendiri.
Masumi segera menghentikan langkahnya. Dan membalikkan tubuhnya ke arah gadis itu yang terlihat segera menutup mulut dengan jemarinya.
"Uuppppss..." desis Maya tak sadar sudah terbahak-bahak.
Dan otomatis Masumi menganggap itu sebagai ledekan terhadap dirinya. Dia menghempaskan genggamannya dari tangan Maya...
"Kau ini!!! Masih saja mempermainkan aku?!" ujar Masumi kesal sambil menatap tajam pada gadis di hadapannya.
Maya menunduk geli sendiri. Dalam bathinnya, dia merasa senang sudah bisa membuat Masumi kesal dan marah.
Gadis itu masih menutup mulutnya...
"Buka mulutmu! Maya...apa kau tak mendengarku?! Aku sedang marah!!" kata Masumi emosi. Wajahnya cemberut menatap Maya.
Maya mengerlingkan matanya genit. Lalu Masumi membalasnya dengan menajamkan tatapannya pada Maya.
Wajah Maya sedikit mundur, menghindari tatapan tajam kekasihnya.
"Kau masih tidak mau membuka mulutmu, Mungil!?"
Maya menggeleng dengan tangan yang masih menutupi mulutnya.
Tiba-tiba Masumi menarik tubuh Maya dan membuka paksa jemari yang menutupi bibir gadis itu.
Cuuuup!!!
Pria itu mengecup kuat bibir Maya...
Maya tak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Dekapan dan cengkraman Masumi begitu kuat.


Pak Masumi....


 Masumi mengecup bibir itu berulang kali. Dia sangat bersemangat melakukannya. Melampiaskan kekesalannya pada gadis itu yang semakin pandai membuatnya mabuk kepayang.
"Aku tidak akan melepaskanmu sampai kapanpun. Ingat itu sayang!!!" ucap Masumi berbisik di telinga Maya.


Aku tahu dan yakin itu, Pak Masumi...


"Pak Masumi sudahlah, anda membuatku sulit bernafas" pinta Maya sesak.
Namun pria itu terus saja mendekap kekasihnya tersebut.
"Mungil...berjanjilah padaku!"
"Hhmm...untuk apa?!" Maya pura-pura tak mengerti.
"Untuk selalu setia padaku. Selalu memaafkanku" kata Masumi kemudian.
"Enak saja, mengapa aku harus selalu memaafkan anda?!" jawab Maya santai.


Mungiiilll....


"Kau ini!!!" Masumi geregetan mendengar jawaban Maya.
Kembali dia menggigit mesra bibir mungil gadis yang sangat dia cintai tersebut.


Pak Masumi...aku mencintaimu...sangat...Aku akan selalu menjaga cinta ini untuk selamanya...Kau tak usah meragukan itu!!!


Maya pun membalas dekapan Masumi. Pelangi di hatinya masih akan terus bersinar untuk Masumi, pria yang lebih tua 11 tahun darinya. Pria dingin dan gila kerja itu.
Masumi tersenyum bahagia dengan sikap Maya yang membalas dekapannya.


Maya...aku mencintaimu....semakin mencintaimu...


"Pak Masumi, maafkan aku..." bisik Maya manja. 
"Sayang aku sudah memaafkanmu, mengerti dirimu. Dan akan terus seperti itu sampai kau beranjak dewasa dan aku yakin, kau akan mulai mengerti arti cinta" jelas Masumi penuh kasih.
Maya mengangguk dan menenggelamkan wajahnya di dada Masumi.


Maya...Maya...Maya...


Pak Masumi...pelangiku...tetaplah di sini di sisiku, mendekapku, merangkulku, membuat hatiku bahagia dan damai selama-lamanya......










^^^the end^^^

Wednesday, August 10, 2011

Tell Me That You Was The Man



^^^Perasaan Maya sangat bahagia ketika 'bidadari merah' jatuh ke tangannya.Tapi di sisi lain, dia sangat sedih karena itu artinya Pak Masumi akan segera menikah setelah pementasan 'bidadari merah' nya^^^




**********


Maya baru saja tiba di apartemennya malam itu setelah seharian berjibaku dengan pemotretan dan wawancara atas keberhasilannya. Baru dua hari yang lalu 'bidadari merah' di tangannya. Semua media meliput dan memuat berita tentang dirinya yang begitu hebat dan menjiwai sebagai 'bidadari merah'.


Malam itu Maya tak bisa memejamkan matanya. Kembali dia memikirkan perasaannya pada 'Mawar Ungu'. Maya sangat ingin mengungkapkan betapa dirinya sangat mencintai pengagum setianya tersebut, yang tak lain adalah Pak Masumi.


Gadis itu menangis mengingat bahwa pria itu pernah mengatakan akan melangsungkan pernikahannya setelah penentuan hak pementasan 'bidadari merah'. Dan itu artinya tidak akan lama lagi setelah Maya mementaskannya.


"Dia akan segera menikah" Maya bergumam sedih.
Maya berbaring di tempat tidurnya. Airmata itu terus mengalir. Dia hanya ingin bertemu berdua saja dengan Pak Masumi. Entah mengapa dia sangat ingin itu terjadi.
"Pak Masumi, aku tidak berharap lebih dari ini, aku tahu itu akan sulit bagimu juga bagiku!"
Tiba-tiba Maya teringat sesuatu tentang pak Masumi yang telah bertunangan bersama nona Shiory Takamiya.
Tangisnya semakin menjadi, dia merasa hampa mengingat hal itu.
Sementara Maya tak mengetahui bahwa beberapa saat yang lalu, pria itu baru saja membatalkan pertunangannya dengan Shiory.


"Tapi aku percaya, suatu saat nanti kau akan menemuiku dan mengatakan semuanya padaku. Tentang siapa dirimu"


Tiba-tiba...
Ting tong, terdengar suara bel apartemennya berbunyi. Dengan malas dia beranjak dan melangkahkan kakinya menuju pintu tersebut.
Ceklek...Pintu terbuka...


Maya terkesima melihat siapa yang berdiri di depan pintu apartemennya. Kak Hijiri...
"Selamat malam, nona Maya. Apa aku mengganggumu?" sapanya ramah.
"Ah tentu saja tidak, aku sedang melamunkan sesuatu tadi. Apa ada pesan dari 'mawar Ungu'?" Maya penasaran.
Pria itu mengangguk dan menyerahkan sebuah surat padanya...
Dengan antusias Maya menerimanya dan membacanya...


untuk : Maya Kitajima

Aku ingin bertemu denganmu...
Datanglah...

Pengagum Setiamu...


Maya tercengang tak percaya dengan apa yang baru saja dia baca. Dia menatap ke arah kak Hijiri. Pria itu juga hanya mengangguk tersenyum. Kemudian dia meminta Maya untuk mengikutinya...
"Nona Maya, pengagum anda sudah menunggu. Ikutlah denganku!"
Maya masih bengong tak percaya. Namun setelah itu dia sadar bahwa malam ini semuanya akan dia katakan pada pengagumnya itu tentang perasaannya. Maya lari ke kamarnya untuk berganti pakaian dan mengambil baju hangatnya.
Dia melangkah keluar pintu apartemennya bersama Hijiri. Jantungnya sudah berdetak kencang sedari tadi. Dia tak pernah menyangka akan secepat ini Pak Masumi mengakuinya.

Pak Masumi, benarkah ini? Apakah anda akan datang setelah beberapa kali menolaknya? Apa yang akan anda katakan? Aku....
Aku pun tak tahu harus mengatakan apa padamu...

Maya meremas jemarinya gelisah.Wajahnya berseri-seri namun tetap terlihat lebih pucat dari biasanya. Berkali dia menarik nafas panjang untuk sekedar menenangkan hatinya. Hingga mobil itu berhenti di sebuah tempat tak jauh dari gedung Daito.

DegDegDeg!!!
Jantung gadis itu semakin lama semakin berdegup cepat sekali. Mereka turun dari mobil dan Hijiri membawanya ke depan sebuah taman dekat gedung tersebut.
"Maya, pengagummu menunggumu di taman ini. Masuklah!"
Maya tak menjawab apa-apa. Dia masih saja berdiri tak bergeming di depan taman itu.
Dari jauh dia bisa melihat sesosok pria tengah berdiri menunggunya di taman tersebut. Disinari oleh lampu taman, Maya dapat memastikan bahwa pria itu adalah pak Masumi.

Aku yakin itu dirimu, pak Masumi. Aku yakin...

Perlahan kakinya melangkah memasuki taman tersebut. Dengan gemetar Maya menoleh ke belakang memastikan bahwa kak Hijiri sedang meyakinkannya. Pria itu menganggukkan kembali kepalanya tatkala Maya menoleh ke arahnya.

Dan kini...dia tinggal beberapa meter lagi dengan pria pengagum rahasianya itu. Langkah demi langkah hingga sampai juga tepat di belakang sosok tersebut. Hanya satu meter, Maya berdiri dambil memejamkan matanya. Maya merasa malu menatap pria itu nanti...

Tiba-tiba pria itu membalikkan tubuhnya dan langsung mendekap Maya. Maya tak bisa berbuat banyak, dia hanya merasakan betapa hangatnya dekapan pria di hadapannya tadi.

"Maya, ini aku 'pengagum rahasia' mu". Dia masih mendekap Maya erat. Maya ingin menjawabnya namun dekapan itu tak bisa membiarkannya mengatakan sesuatu.
"Maaf telah membuatmu menunggu terlalu lama, Maya"
Perlahan dia melepaskan dekapannya dan menatap Maya dalam.
Maya masih menunduk tak mau menatap pria itu. Kemudian tangan nya mengangkat wajah Maya.
"Maya, apa kau tidak terkejut?" dia curiga mengapa tidak ada reaksi dari gadis di hadapannya itu.
Maya menggeleng sambil membalas tatapan pak Masumi.
"Maya, apa kau sudah mengetahui ini sebelumnya?
Maya mulai merasa bahwa dia benar-benar ingin memeluk pria itu kembali. Airmatanya menetes perlahan. Dan Pak Masumi mengusapnya lembut.
"Sejak kapan Maya? Mengapa kau tak mengatakannya padaku?" tanyanya haru.
Maya memberanikan dirinya untuk mengungkapkan rasa yang dia punya selama ini pada pria itu.
"Pak Masumi...sudah lama sekali aku merasakan getaran bila bertemu denganmu, tapi...tapi...aku sangat takut" Maya terisak.
Pak Masumi membelai wajahnya mesra lalu mengecup kening Maya dengan penuh perasaan.
Maya memejamkan matanya...
"Maafkan aku membuatmu menunggu, mulai saat ini maukah kau menjadi kekasihku?"
"Pak Masumiiii...."
Wajah pria itu tersenyum lembut pada Maya. Maya pun membalasnya...
"Saat ini hubungan pertunanganku telah kubatalkan. Kau tak usah khawatirkan itu. Mulai sekarang aku akan menjagamu, menemanimu dalam suka dan duka. Tanpa harus bersembunyi di balik topeng 'Mawar Ungu' lagi"
Ucapan pria itu menyejukkan hati Maya. Dia tak sanggup lagi berkata apa-apa. Maya hanya ingin mendekapnya dan mendekapnya selama mungkin. 
Maya mendekap Masumi erat...

Pak Masumi, jangan pernah lepaskan dekapan ini. Berjanjilah akan selalu berada di sisiku selamanya. Aku mencintaimu...Kau lah kekuatanku...Aku terlalu mencintaimu...Pak Masumiiii...
Trimakasih sudah menjagaku selama ini...

Masumi pun mengeratkan dekapannya pada Maya. Hatinya lega setelah penantian panjang harus bersembunyi di belakang layar mencintai gadis itu.

Trimakasih Maya...
Kau mau menerima diriku...
Aku berjanji akan selalu menjagamu, memberimu kekuatan untuk menjadi 'bidadari merah' yang dirindukan semua orang. Bidadari yang selalu ada dalam benakku. Memberikan kebahagiaan yang abadi...






^^^the end^^^









Sunday, August 07, 2011

My Mistake (chapter 3)



Maya menjalani hari-harinya tanpa Masumi kini. Semuanya terasa sangat berat. Walau Maya menyadari selama ini memang Masumi tidak banyak mengisi waktunya, namun Maya tetap menginginkan di setiap lelahnya kembali ke rumah, Masumi ada di kamar mereka.


Masumi, aku rindu sekali. Aku rindu tatapan iba dan kesalmu padaku. Mengapa kau tak pernah tahu betapa aku sangat mencintaimu selama ini...


Hari ini tepat 18 bulan sudah sejak kepergian Masumi. Dan selama itu pula tiada kabar berita darinya. Maya sangat ingin membuang semuanya, namun kenyataan itu tak bisa dia lakukan karena jauh di lubuk hati terdalamnya, Masumi lah satu-satunya pria yang bersemayam di hatinya.
Malam itu Maya duduk terpaku sendiri di balkonnya. Tak ada sapa, tak ada tatapan curiga dan tak ada perdebatannya dengan pria tersebut.


Maya melamunkan kembali kenangan manisnya bersama Masumi. Kadang wajah wanita itu tersenyum simpul, kadang sedih dan bahkan menangis. Tapi wajah itu sangat kaku dan dingin, sedingin malam itu.


Tiba-tiba suara ponsel Maya menghentakkannya dari lamunan...
Ternyata dari Satomi yang mengajaknya keluar untuk sekedar minum dan bersulang di sebuah tempat. Maya pun bersedia menerimanya dengan berat hati.


"Iya baiklah, dimana tempatnya?" jawab Maya menyetujui ajakan Satomi.
"Maya, bila kau enggan menerimanya, kau bisa menolaknya. Kau jangan sungkan untuk itu" Satomi memastikan perkataan Maya.
"Tidak, sudahlah. Sebentar lagi aku akan ke sana" ujar Maya.
Tuut...tuuut...tuut. Ponsel pun ditutup.


Maya pun mengatakan pada pak Asa untuk tidak menungguinya. Sepertinya dia akan pulang larut nanti. Lelaki tua itupun mengangguk mengikuti kata-kata majikannya.
Tak butuh waktu lama, akhirnya Maya tiba juga di sebuah tempat yang dijanjikan Satomi tadi. Sebuah cafe yang lumayan romantis sepertinya untuk anak-anak muda.
Maya baru saja memarkirkan mobilnya tak jauh dari cafe itu. Dia pun menghampiri Satomi yang sudah melambaikan tangannya dari sebuah sudut cafe tersebut.
"Hai, trimakasih kau mau menerima ajakanku, Maya" sapa Satomi sambil tersenyum bahagia.
"Iya, sudahlah" sahut Maya sambil duduk di kursi tepat di depan Satomi.
Sejenak Maya mengelilingi cafe itu dengan kedua bola matanya. Sepertinya wanita itu menyukai suasana cafe romantis ini.
"Ada apa Maya? Apa kau tidak suka dengan suasana di sini?" Satomi khawatir.
"Aah tidak, aku suka. Apa kau sering ke sini Satomi?" tanya Maya ingin tahu.
"Baru dua kali dengan ini, oh ya...kau mau pesan apa?" ucap Satomi lembut.
"Hhmm, terserah kau saja. Aku belum tahu menu apa yang terbaik di cafe ini" jawab Maya sambil masih saja mengelilingi cafe itu dengan matanya.


Tiba-tiba Maya berhenti pada satu arah tepat jauh di sebelah kirinya. Dia menatap tajam pada sesosok pria yang sepertinya sangat dia kenal. Satomi memperhatikan itu dan menanyakan ada apa pada Maya.
"Maya apa ada yang mengganggumu?" Satomi cemas karena Maya diam terpaku menatap ke arah itu.
Mendengar pertanyaan Satomi, Maya pun langsung menghadapkan wajahnya pada Satomi. Wanita itu tak ingin bila Satomi mengetahui arah pandangannya tadi. Namun Maya berusaha mencuri-curi lirikan ke arah tadi. Semakin lama dia memperhatikan sosok itu, semakin yakin bahwa pria itu benar-benar sangat dia kenal. Namun kembali Maya meyakinkan dirinya bahwa itu tak mungkin. Hingga acara minum itu usai, Maya lebih banyak diam. Sampai Satomi mengantarnya ke tempat parkir.
"Maya, apa kau sakit? Kau terlihat sangat gelisah?" tanya Satomi perhatian.
Maya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dan ketika dia akan membuka pintu mobilnya. Tangan Satomi menarik tubuhnya dan mendekapnya. Maya berusaha menolak dekapan itu, tapi tak bisa...begitu kuat.


Satomi...


"Satomi, sudahlah aku baik-baik saja" kata Maya menenangkan Satomi.
Tapi pandangan Maya masih mengarah pada tempat pria tadi. Dia masih menatap sudut itu dan sepertinya pria itu pun sangat memperhatikannya sedari tadi.
"Maya, kau tahu betapa aku sangat mencemaskanmu? Apa kau pernah memahami hal itu?" tanya Satomi sambil melepaskan dekapannya dan memandangi Maya begitu dalam.
Maya menunduk tak ingin menatap mata Satomi. Kini Satomi begitu dekat dengan dirinya, hanya beberapa inci.
"Satomi, sudahlah aku harus pulang" kata Maya mulai bingung dengan sikap Satomi yang masih saja menatapnya penuh arti.
Maya menyadari bila dia teruskan malam itu maka akan ada hal yang terjadi, karena suasana hatinya saat ini sedang benar-benar rapuh. Maya begitu rindu belaian seorang pria yang mampu membuatnya melayang dan bahagia malam itu.
Maya pun membuka pintu mobilnya. Satomi sangat ingin menahannya, tapi dengan sopan Maya menolaknya.
"Satomi, maafkan aku. Aku ingin istirahat" ujar Maya sambil menghidupkan mesin mobilnya.
Kaki Satomi pun mundur beberapa langkah untuk memberi ruang pada mobil Maya lewat.
Satomi membungkukkan punggungnya sebelum Maya berlalu mengendarai mobil itu dan berlalu dari hadapannya.


Huuuuhh...malam yang begitu panjang...


Maya menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Pikirannya kembali pada sosok pria di cafe tadi. Maya menghentikan mobilnya di tepi jalan. Dia turun dan melangkah ke sebuah taman, dimana taman itu penuh dengan kenangannya bersama Masumi.
Maya memandangi sekeliling taman dan tersenyum bahagia...


"Masumi, aku ingat waktu itu. Kau menemaniku dengan setia di taman ini. Dalam hujan kita bersama berayun di ayunan tua itu" Maya bergumam sambil mengarahkan pandangannya pada dua buah ayunan tua di hadapannya.


Lambat laun kakinya melangkah masuk ke dalam taman yang diterangi beberapa lampu taman dan jalan di dekatnya. Tentu saja dia semakin mendekati kenangannya bersama Masumi, perlahan airmatanya mengaliri wajahnya. Maya mengusapnya berulang-ulang.


Aku tidak bisa, Masumi...
Tidak bisa melupakanmu...


Lalu Maya duduk di sebuah bangku panjang. Dia menyandarkan tubuhnya letih. Matanya terpejam untuk menenangkan semua kegelisahan dan kerinduannya pada suami tercinta.


"Masumi, dimana kau sekarang? Apa kau merindukanku? Apa kau tahu bahwa aku tak pernah ingin membuka laci itu kembali? Aku tak pernah ingin menanda tangani lembaran yang kau tinggalkan waktu itu? Tidak Masumi...." kata-kata itu mengalir dari bibirnya sambil menangisi kerinduannya.


Maya menarik nafas panjangnya. Pandangannya jauh ke angkasa yang begitu terang benderang oleh cahaya bulan dan bintang. Saking lamanya Maya berada di sana, hingga seorang security menegurnya:
"Maaf, nona...apa anda baik-baik saja?" tanya nya mengejutkan lamunan Maya.
"Eh...ah...iya pak, saya hanya mencari udara segar. Maaf" balas Maya sembari mengusap airmatanya.
Security itu pun mengerti dan pergi meninggalkan Maya kembali.


Maya menghentakkan kakinya kesal...


"Haaah...aku benci kalau sudah begini! Apa yang harus aku perbuat? Masumiiiiiiii...kau begitu menyiksaku....hingga tak bersisa seperti ini...haruskah aku pergi dari dunia ini? Apa kau akan kembali bila aku tiada nanti?" kata Maya yang sepertinya sudah sangat putus asa.
Tubuhnya terlihat sempoyongan dan tak lama dia melonjorkan tubuhnya di bangku itu. Dengan kedua tangannya di letakkan di bawah kepalanya, Maya memandangi kembali langit yang semakin gelap. Begitupun malam semakin larut, udara dingin menusuk seluruh tubuhnya. Wanita itu menggigil kedingingan...nafanya terengah-engah karena menahan sedih dan dinginnya udara malam itu. Maya hampir saja tertidur di bangku tersebut...


Tiba-tiba sebuah jas besar menutupi tubuhnya. Melindunginya dari dinginnya udara malam itu. Maya pun bangun dari tidurnya dan melihat sosok pria di cafe itu ada di sampingnya kini.


Maya tak percaya dengan apa yang dilihatnya...


Masumi...kau...benarkah...


"Masumi...ini..." decak Maya tak percaya.


Pria itu tersenyum lirih menatap Maya yang masih bingung dengan keadaan ini.


"Maya...ini aku" balas Masumi lembut.
"Masumi..." ucap Maya berkali-kali.
Lalu Maya berdiri dan memandangi pria di hadapannya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Tangannya bergerak menyusuri tubuh pria itu.
Kemudian Maya sadar dengan bagian yang satu itu. Kaki...


Kaki Masumi...
Dia berdiri, bisa berdiri...
Benarkah?


"Mungiiill, tidak ingin kah kau memelukku?" 
Maya masih bengong tak kuasa menahan rasa kagumnya pada Masumi.
"Masumiiii...."
Wanita itu pun menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Masumi yang hangat. Mereka berpelukan lama sekali...
"Masumi, aku benarkah ini kau? Kenapa meninggalkanku begitu lama? Mengapa sayang? Aku sangat merindukanmu, sungguh!" ujar Maya terharu.
Masumi menambah erat pelukannya pada Maya...
"Maafkan aku sayang, aku hanya ingin membuatmu bangga kembali padaku" balas Masumi sedih.
Maya menggelengkan kepalanya...
"Masumi, aku selalu bangga padamu, mengapa kau tak mengerti itu? Kau selalu salah menilaiku. Selalu beranggapan buruk padaku" Maya terisak di dada Masumi.
"Maafkan aku sayang, saat ini aku akan mencoba semuanya dari awal"
"Mengapa tidak dari dulu kau melakukan ini? Mengapa tidak membawaku dalam pengobatanmu? Mengapa sayang?" 
Maya melepaskan dekapan Masumi dan menatapnya dalam. Wajahnya cemberut manja...
"Trimakasih sayang, kau mau menungguku selama ini" ucap Masumi tulus.
Airmata keduanya menetes perlahan...
Maya menggeleng lagi...
"Aku yang berterimakasih padamu, Masumi. Kau mau kembali padaku yang telah mengabaikanmu dengan kesibukanku di..." 
Ucapan Maya terhenti oleh jemari Masumi yang menutup lembut bibirnya.
"Suuuuutth...." 
"Masumi...aku mencintaimu...sungguh" 
"Aku juga Maya, aku terlalu mencintaimu. Dan tak akan ada yang bisa mengubah itu"
"Masumi, kau harus percaya padaku. Selama apa pun itu takkan ada yang bisa menggantikan dirimu di hatiku" Maya terisak.
Masumi mengangguk percaya akan ucapan istrinya.
"Trimakasih sayang, ini semua kesalahan yang aku perbuat sendiri. Maafkan aku. Dan mulai saat ini, bantu aku untuk mengubah semua kelabu di rumah tangga kita. Kau mau kan?" 
"Iya Masumi. Aku bahagia mendengar semuanya. Aku mencintaimu"
Maya berjingkat sedikit dan mendaratkan bibirnya di bibir Masumi dengan lembut.
Masumi membalasnya...


Maya...aku masih mencintaimu...
Dan akan tetap mencintaimu sampai kapanpun itu...


Mereka berdekapan kembali. Dinginnya malam tak menghalangi kedua insan ini untuk melepaskan rindu. Malam yang penuh kebahagiaan dalam rumah tangga Maya dan Masumi. Setelah sekian lama menanti akhirnya...










the end





Thursday, August 04, 2011

My Mistake (chapter 2)



Matahari telah tepat berada di atas kepala, Maya bergegas membereskan mejanya dari dokumen dan kertas lainnya yang berserakan. Dia melirik jam yang ada di tangannya...
"Sudah waktunya..." wanita itu bergumam.
Dia mengambil blaser dan tas kecilnya, lalu meminta Mizuki ikut dengannya. Mereka meninggalkan gedung Daito menuju kediamannya.


Mobil berhenti tepat di depan teras kediaman Hayami. Maya pun langsung mencari Masumi, sedangkan Mizuki menunggunya di ruang tengah.


"Sayang...aku datang...sayang..." suara Maya begitu lembut memanggil suaminya.
Maya membuka kamarnya dan Masumi sedang duduk di balkon bersama pelayan Nani.
"Oh nyonya..." sapa Nani sambil membungkuk memberi hormat pada nyonya-nya.
Lalu pelayan itu keluar dari kamar...
Masumi masih diam memandangi pemandangan di depannya..
Maya pun menghampiri Masumi perlahan...
Melingkarkan lengannya di dada Masumi lalu mengecup pipinya.
"Sayang...mengapa kau tak menyambutku?" Maya merajuk.
"Maaf Maya, aku tidak bisa ikut jalan-jalan saat ini" kata Masumi tanpa basa basi.
Maya melepaskan lingkaran tangannya dari tubuh Masumi. Dia berjalan ke depan Masumi dan berjongkok di hadapannya.
Maya menatapi Masumi yang terlihat sedih. Bibirnya ingin mengucapkan banyak kata untuk mengajaknya dan membujuknya, namun Maya terlihat lelah untuk harus berbuat itu terus menerus..


Wanita itu tertunduk sedih...
"Masumi...aku sengaja ingin mengajakmu keluar hari ini. Aku sudah menyerahkan semua jadwalku pada Satomi. Aku ingin bersamamu hari ini. Tolong mengertilah sayang...Pergilah bersamaku" pinta Maya memohon.
Masumi terlihat tak suka dengan penjelasan istrinya...
Dia mengalihkan pandangannya dari Maya...
"Jangan paksa aku melakukan yang tidak aku ingin lakukan! Kembalilah bekerja dan kita bersua malam nanti" kata Masumi kaku.


Masumi...
Mengapa kau selalu begini...
Membuatku tak berdaya...
Hatiku sangat sakit...
Apakah kau pernah menyadari itu...
Kau selalu merasa aku meninggalkanmu...
Sementara kau lah yang selalu menghindariku...
Apa salahku, Masumi...


Maya menangis di hadapan Masumi. Berkali dia mengusap airmata yang membasahi pipinya. Masumi tak mau menatapnya...


"Masumi...sekali ini saja, kumohon pergilah bersamaku. Aku....membutuhkanmu....kumohon...." bujuk Maya terisak.
Masumi kembali menatap istrinya. Dia pun sangat sedih melihat Maya menangis seperti itu.
"Tidak, kau tidak membutuhkanku lagi. Tapi ingat Maya, aku tidak akan melepaskanmu" ujar Masumi penuh emosi.


Maya lesu mendengar semua ucapan Masumi. Dia terduduk di lantai sambil menangis. Dan Masumi masih menatapnya dengan wajah yang kaku.


"Masumi..." desis Maya kemudian.
"Maya pergilah. Aku ingin sendiri" ucap Masumi tiba-tiba.
Namun sepertinya Maya menjadi terbakar amarah mendengar kata-kata Masumi yang mengusirnya.
Maya berdiri di hadapan Masumi. Dia menatap Masumi tajam..
"Apa kau puas Masumi dengan memperlakukan aku seperti ini? Apa kau akan melampiaskan ketidak berdayaanmu itu padaku? JAWAB AKU, MASUMIII!!!" teriak Maya marah.
Nafasnya berdebar kencang, berusaha menahan amarahnya yang sedang memuncak sampai ke ubun-ubun.


Masumi balas menatap Maya tajam...
"Hahahaha...." tawa Masumi membalas teriakan istrinya.
Maya menatap suaminya sedih...
"Kau kejam sayang. Kau tak pernah merasakan bagaimana perasaanku selama ini kan?" tanya Maya pelan.
"Perasaan malu-mu Maya? Oh...aku tahu kau malu mempunyai suami seperti aku, iya kan?!" jawab Masumi sambil menggelengkan kepalanya.
Maya memejamkan matanya berkali-kali...
Dia semakin bingung bagaimana menghadapi suaminya. Dia membelakangi Masumi dan menatap lurus ke depan, menerawang dan menembus jauhnya harapan dalam rumah tangganya.


"Aku lelah, sayang" kata Maya putus asa. Suaranya terdengar parau dan sangat sedih.


Masumi mendorong kursi rodanya dan mendekati Maya. Kemudian perlahan dia menggenggam jemari mungil istrinya dan menciumnya.
"Maafkan aku sayang...maafkan aku..." Masumi merasa bersalah.
"Tidak sayang, aku yang salah. Mungkin lain waktu kita pasti bisa jalan-jalan bersama" balas Maya beranjak akan pergi.


Sebelum dia pergi, wanita itu berbalik dan mengucapkan sesuatu pada Masumi:
"Masumi, bila kau berubah pikiran, hubungi aku. Dan...sayang...aku mencintaimu..." ucap Maya lirih.


Blllaaammm...


Maya menuruni tangga dengan airmata yang masih berlinang di wajahnya. Dia begitu terpukul dengan penolakan Masumi yang tak pernah berubah. Tidak pernah ada titik temu kedamaian sejak Masumi kecelakaan.


"Nyonya Maya..." sapa Mizuki ketika melihat Maya keluar dan melewatinya begitu saja menuju parkiran.
Mizuki meraih tangan Maya dan memeluk wanita mungil itu sambil menepuk-nepuk pundak Maya.
Mizuki berusaha menenangkan Maya yang saat itu sedang depresi.


Mereka pun memasuki mobil dan langsung melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan kediaman Hayami.
Sepanjang perjalanan, Maya menangis tanpa henti. Mizuki memberinya tisu berkali-kali.
"Nyonya..." panggil Mizuki sedih.
"Mizuki...aku lelah, benar-benar lelah. Selama ini aku sudah berusaha untuk menghiburnya. Tapi...tapi...dia tidak pernah menghargaiku" eluh Maya pada Mizuki.
"Nyonya, mungkin pak Masumi tidak bermaksud begitu. Mungkin saja dia merasa tak percaya diri untuk keluar rumah dan berjalan-jalan dengan istrinya yang seorang artis dan wanita karir sepertimu" ujar Mizuki meredam kelelahan Maya pada suaminya.


"Hheehhhh..." Maya mendemes kesal.


Dia menatap lekat pada orang kepercayaannya tersebut...
"Mizuki, jika kau berada di posisiku, bagaimana? Apa yang akan kau lakukan? Sementara waktu 14 tahun itu bukan waktu yang singkat kan?!" tanya Maya.
Wajah Mizuki tampak berkerut, dia bingung harus menjawab apa. Yang pasti sepertinya dia tak akan sanggup menjalaninya. Namun dia akan berusaha mengokohkan kembali cinta Maya pada Masumi.
"Nyonya...jika pertanyaan itu anda ajukan padaku, maka jawabanku adalah bersabar dan terus menunggu" ujar Mizuki mencoba bijaksana.
Namun dalam benaknya, Mizuki berpikir...


Aku tidak akan membuang waktuku untuk itu...
Betapa bodohnya aku menunggu orang yang tidak mau berubah...
Maya...masih banyak yang mengharapkan cintamu...
Kau wanita hebat, Maya...
Hampir 14 tahun kau menjalaninya...
Dan baru ini mengeluh 'lelah' padaku...
Masumi...betapa beruntungnya anda...
Masumi...pikirkanlah perasaan Maya...
Aku mohon...
Tuhan...bukakan pintu hatinya...


**********

Masumi masih memandangi pekarangan rumahnya. Pohon-pohon begitu rindang dan menyejukkan hatinya yang lara. Bathinnya berkecamuk dan ingin berontak dengan keadaannya.
Kedua tangannya mengepal kaku di gagang kursi rodanya. Tak lama bahunya terguncang oleh tangisannya. Dia menangis tersedu-sedu...

Maafkan aku Maya, maafkan...
Aku tahu kau pasti sudah lelah menjalani semua ke tidak berdayaanku...
Aku hanya ingin tahu sampai kapan kau akan bertahan?
Apakah setahun atau 10 tahun lagi? Aku akan tetap seperti ini!

Tapi Maya, apa kau tahu betapa ingin aku membawamu berjalan mengelilingi dunia ini...memamerkan betapa mempesonanya dirimu...istriku...
Betapa aku ingin mengatakan pada dunia bahwa kau tetap mencintaiku walau keadaanku tidak sempurna...
Namun aku terlalu malu dan egois untuk mengakuinya...
Maya...bantu aku...aku ingin....

Masumi menangis dan menangis menyesali perilakunya selama ini pada Maya. Namun apa boleh buat, pria itu masih enggan untuk merubah dan mengatakannya pada Maya. Dan itu membuat Maya benar-benar lelah saat ini!!!

Sementara itu Maya dan Mizuki baru saja tiba di kantor Daito. Maya langsung naik ke ruangannya. Satomi melihat kedatangan Maya. Dia mengejar wanita itu...
"Maya...apa kau tidak jadi pergi?" tanya Satomi mengkhawatirkan Maya.
Dia tahu pasti kali ini rencana wanita itu gagal lagi. Perlahan dan dengan penuh perhatian, Satomi mengikuti Maya sampai pintu ruangannya tertutup. Memberikan secangkir teh hangat pada Maya.
Maya langsung menyandarkan di sofanya. Matanya terpejam mengingat semua yang dia pertengkarkan tadi bersama Masumi.

Satomi memandanginya iba...

Maya...kuatkan dirimu...
Aku tahu semua ini begitu berat dijalani...
Tapi sejujurnya aku tak rela melihatmu begini...
Kau juga berhak bahagia...
Bagaimana bila aku memberanikan diri lagi...
Untuk meraih cintamu...
Aku akan membahagiakanmu selamanya... 
Maya...Maya...pandanglah cinta pertamamu ini...
Pandanglah aku sebagai pria yang selalu mencintaimu...
Yang masih mencintaimu...

Maya membuka matanya dan kaget karena Satomi masih berada di depannya dan kini sedang memandanginya...
"Kau...aku kira kau sudah pergi" kata Maya sedikit gugup karena tatapan Satomi.
Pria itu tersenyum manis sekali pada Maya. Maya pun membalasnya hangat...
"Maya...apa kau mau makan siang bersamaku? Aku rasa masih ada waktu, bukan?" usul Satomi untuk menghibur wanita yang sangat dicintainya.
Maya tak langsung menjawabnya. Dia berpikir sejenak...
"Hmm...baiklah, aku akan menerima tawaranmu. Aku harap bisa melepaskan kepenatanku di siang ini" balas Maya sambil berdiri menuju pintu.
Satomi pun mengikutinya dari belakang.


Mereka makan siang di sebuah restoran yang cukup terkenal. Seperti biasa hampir semua mata menatap penuh tanda tanya dan curiga akan kebersamaan Maya dan Satomi. Maya sudah tidak memikirkannya lagi. Dia benar-benar lelah!!
Tiba-tiba...
Maya menggandeng tangan Satomi. Spontan saja Satomi kaget melihat sikap Maya yang tidak seperti biasanya.


Maya...


Maya masih menggandeng tangan Satomi sampai mereka menemukan tempat yang kosong untuk makan siang itu. Mereka memesan makanan lalu mengobrol begitu asyik hingga tak memperhatikan ada wartawan yang mengambil gambar keduanya. Dan saat itu Maya duduk tepat di sebelah Satomi. Wanita itu sempat menyandarkan kepalanya di bahu Satomi. Maya sepertinya sedang depresi beraaat...


Hampir pukul 6 sore, keduanya baru kembali ke kantor...
Mizuki menyambut Maya dengan wajah yang tak suka, karena seharian bersama Satomi.
"Nyonya...." sapa Mizuki ingin penjelasan.
Maya mengacuhkannya...
"Mengapa ponsel anda tidak aktif beberapa jam yang lalu? Aku berkali menghubungimu" terang Mizuki.
Maya lalu menatap Mizuki penasaran..
"Ada apa memangnya?Apa ada hal yang penting?" Maya curiga.
"Pak Masumi...tadi menghubungi ponselmu tapi tidak aktif. Lalu...dia menghubungiku...dan aku katakan...bahwa kau...sedang makan siang...bersama....Satomi" jelas Mizuki gugup.
Maya menanggapinya santai...
"Baiklah, trimakasih. Aku akan pulang sekarang" kata Maya sambil berlalu di hadapan Mizuki.


Mizuki bengong dengan sikap atasannya hari ini. Biasanya dia akan marah bila aku menyebut nama Satomi pada Masumi. Sepertinya dia sudah tidak perduli lagi dengan image-nya saat ini.


Saat kelelahan itu memuncak dan menebarkan aroma jenuh atas segalanya. Menganggap semuanya akan tetap begini dan tidak akan berubah, jadi tidak ada gunanya menanggapi hal-hal yang bisa memicu stress bagi diri sendiri.


Maya melamun dalam mobilnya...
Perjalanan dari kantor ke kediamannya terasa begitu penuh makna..
Dia menikmatinya...


Mulai saat ini..
Aku akan melakukan apa yang aku mau...
Apa yang membuat aku bahagia...
Bila kau ingin aku yang seperti itu...
Baiklah Masumi...
Sudah cukup selama ini aku mengalah..
Dan selalu dipersalahkan oleh semua orang...


Aku istri yang jahat, bukan?
Meninggalkan suami?!
Tidak pernah membawamu keluar rumah?!
Mengacuhkan peranku sebagai istrimu..


Masumi...kau membuat semuanya menjadi berantakan...
Kau yang pernah membahagiakan aku...
Dan kau juga yang menghancurkan harapanku...
Membawa hidupku dalam egomu...
Egomu yang tak pernah aku pahami...
Aku tak mengerti dirimu...
Tak mengerti...


**********


Maya baru saja tiba di kediamannya. Dengan gerakan yang bersemangat dia keluar dari mobilnya dan berjalan menuju kamarnya.
Pak Asa menyambutnya hormat, Maya membalasnya dengan senyuman. Tapi sepertinya pak Asa ingin mengatakan sesuatu, namun Maya terlihat enggan tuk mendengarkannya. Akhirnya lelaki tua itu hanya diam dan membiarkan nyonya-nya berlalu masuk ke kamarnya.
"Aku pulang, Masumi..." kata Maya sambil meletakkan tas dan blasernya di meja rias kamarnya.
Wanita itu langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang lembut tersebut. Sepertinya dia lelah sekali dan tak menghiraukan yang lainnya.
"Hhmm...aku lelah sekali" Maya bergumam.
Tak lama setelah itu, matanya telah terpejam tidur dengan pakaian kerja yang masih melekat di tubuh mungilnya.


Hingga malam menjelang, wanita itu belum juga terjaga. Tiba-tiba dering telepon kamarnya mengejutkan dia dari tidurnya.


Krrriing...krriing...
Maya terjaga dengan malasnya dia berusaha meraih telepon itu, namun tubuhnya begitu lemas, sehingga dia tersungkur ke lantai.


Bruuuk!!!
"Aaahhh..." erangnya kesakitan.
Mata dan sekujur tubuhnya mulai sadar dan berusaha bangun dari lantai. Dia pun dapat meraih gagang telepon tersebut.
"Ha...lo.." sapa Maya lesu.
"Maya...ini aku...Masumi..." sahut Masumi dari tempat yang berbeda tentunya dengan Maya.
Maya masih setengah sadar saat menerima telepon tadi, dan saat dia mendengar nama Masumi, barulah dia menyadari bahwa sedari tadi suaminya itu tak berada di kamar besar ini.
Mata nya langsung membelalak kaget...
"Masumi...kau dimana?" Maya tampak khawatir.
Dia meremas kemejanya tak percaya kalau Masumi pergi sedari tadi.
"Kau jangan khawatir. Aku akan segera kembali" balas Masumi kemudian. Namun firasat Maya seperti ada yang tidak beres.
"Tunggu Masumi, aku akan ikut bersamamu, jadi aku mohon katakan di mana kau sekarang?" bujuk Maya mencemaskan suaminya.
"Tak perlu! Kau tunggu saja aku. Dan jangan mengkhawatirkan aku lagi. Aku tak suka dengan wajah kasihanmu padaku!" jawab lelaki itu terdengar nada yang menyebalkan.
Maya semakin risau dengan jawaban suaminya. Dia merasa bersalah kalau Masumi pergi karena tadi dia menghubunginya di kantor dan Mizuki mengatakan bahwa dia saat itu sedang berada dengan Satomi.
"Tidak Masumi, kau pasti marah karena aku tak berada di kantor tadi. Iya kan?!" rasa bersalah Maya menghukumnya.
Sejenak tak ada balasan dari Masumi. Sepertinya pria itu sedang merenungkan perkataan istrinya tadi.
"Masumi....sayang...bicaralah!" kata Maya semakin khawatir.
"Maya, bila kau masih mau menungguku maka tunggulah aku kembali, namun bila kau sudah lelah dengan diriku, maka aku akan membebaskanmu hari ini juga" ujar Masumi begitu menghantam perasaan istrinya.
"Apa..maksudmu?" kata Maya tak mengerti.
Namun di lubuk hatinya, dia mulai merasa akan terjadi sesuatu dalam pernikahannya dan dengan kepergian Masumi tersebut.
"Masumi...pulanglah. Aku merindukanmu" Maya berusaha berpikir jernih.
"Bila kau lelah, kau bisa tanda tangani surat yang aku simpan di laci meja riasmu. Lihatlah dan bacalah terlebih dahulu" jelas Masumi kemudian.
Maya tak menjawabnya, dia langsung menoleh ke arah laci meja rias yang berada di sebelahnya.
"Masumi..." wanita itu memanggil suaminya sedih.
"Selamat tinggal, Maya. Aku menyayangimu" kata terakhir sebelum Masumi menutup teleponnya.
Tut...tuuut...ttuuut...
"Masumi, halo...Masumi...sayang...jawablah aku..." suara Maya terdengar sedih sekali memanggil suaminya.
Wajahnya sangat tercengang tak percaya dengan apa yang baru saja dia alami. Perlahan dia membuka laci itu. Ada sebuah lembaran di sana. Tangannya gemetar tak sanggup menyentuh kertas tersebut.


Masumi, apa artinya ini? Apa kau sungguh-sungguh? Bagaimana mungkin kau pergi meninggalkan ku di saat aku sedang merasa jenuh dengan semuanya? Namun bukan maksudku begitu sayang. Aku tak ingin kau pergi, tidak suamiku, bukan begini caranya.Kembalilah Masumi!!


"KEMBALILAH MASUMIIIIII...!!!!" teriak Maya di tengah malam.
Seisi rumah terbangun karena suaranya. Dan yang terlihat pak Asa sudah berdiri di depan pintu kamar Maya. Dia tertunduk sedih meratapi pintu di hadapannya.


Nyonya, maafkan aku...


Tiba-tiba pintu itu terbuka dan Maya langsung mendapati wajah Asa, lalu dia meminta Asa untuk pergi bersamanya malam itu juga.
"Pak Asa, ikut denganku!" ajak Maya sambil berlinangan airmata.
Pria tua itu mengangguk dan mengikuti nyonyanya dari belakang.
Mereka pun berlalu meninggalkan kediaman nya.


Di dalam mobil...
"Nyonya, sebenarnya aku tadi ingin mengatakan..." kata Asa mencoba menjelaskan niatnya tadi.
Tapi Maya menghentikan ucapannya dengan memintanya diam saja.
"Sudahlah, saat ini apa kau tahu kemana Masumi pergi?" tanya Maya bingung.
"Maaf nyonya, tuan Masumi sudah berangkat dengan penerbangan sore tadi ke..." pria tua itu tak melanjutkan kata-katanya.


Maya kaget mendengar kata 'penerbangan'. Dia sudah yakin pasti suaminya melakukan itu. Raut wajahnya semakin dingin dan menyedihkan.
Dia menganggukkan kepalanya lalu dia meminta supir untuk kembali ke kediamannya. Suasana menjadi sangat mengkhawatirkan.


Baiklah Masumi. Aku merelakanmu, mengapa tak kau lakukan dari dulu? Aku bebas sekarang kan? Kau yang menganggapnya begitu. Kau yang menghancurkan segalanya. Dan saat ini aku hanya akan pasrah pada takdir yang selalu menyalahkanku. Menyalahkanku...


Maya menangis sejadinya. Airmata itu tak kuasa dia bendung...


Pergilah Masumi sayang bila itu membuatmu bahagia. Aku mencintaimu sampai kapanpun. Aku tak akan pernah mengingkarinya, meski keadaanmu membuatku lelah, namun cinta itu tak pernah lelah, sayang. Kembalilah...








^^^continue to chapter 3^^^