Sunday, July 31, 2011

Kasih Tak Sampai (chapter 2)



Pernikahan sederhana dan dadakan itupun telah berlangsung lancar...
Baik Maya maupun Masumi memilih untuk diam dengan hubungan mereka yang sebenarnya. Walau di lubuk hati masing-masing, mereka merasa lega dengan pernikahan tersebut. Hal tersebut sangat susah diwujudkan saat mereka bersama. Tapi tetap saja kejenuhan terlihat dari sorot mata keduanya.


Malam itu juga, Eisuke menyuruh Maya untuk tetap berada di kediamannya. Karena sekarang gadis mungil itu sudah sah menjadi istri putranya. Dan itu artinya Maya harus tinggal di kediaman mereka dan tentunya sekamar dengan Masumi.


Deg...


Jantung Maya berdebar mau copot mendengar semua penuturan dari Eisuke. Masumi menatap Maya ragu. Karena dia tahu pasti sulit bagi gadis itu untuk menolak semua permintaan dari ayahnya. Maya mencoba memberi beberapa alasan yang tidak menyakiti ayah mertuanya tersebut.


Tapi percuma Eisuke menolak mentah-mentah semua alasan dari Maya. Sampai Masumi terpaksa mengajukan sebuah persyaratan pada ayahnya.


"Apa itu?" tanya Eisuke ingin tahu.


Masumi menatap Maya sebelum mengatakan syarat tersebut...


"Ayah, aku mohon rahasiakan pernikahan kami ini dari siapapun. Kami akan mengumumkannya sendiri, bila waktunya tiba nanti" ujar Masumi sedikit gemetar.


Tentu saja persyaratan yang diajukan Masumi membuat Eisuke menatapnya tajam dan curiga..


"Mengapa? Apa kalian..." pria tua itu tak gampang menyerah.
Namun akhirnya Eisuke menyetujui syarat yang diajukan putranya.


Lalu pria tua tersebut, menyuruh keduanya beristirahat. Maya pucat mendengarnya. Ingin rasanya dia kabur dari tempat itu sejauh yang dia bisa.


"Paman...aku rasa..." Maya mencoba menolak kembali.


"Maya, sekarang aku adalah ayahmu..." pria tua itu membenarkan sapaan Maya padanya.


Tiba-tiba kaki Maya langsung ditekan perlahan oleh Masumi. Maya pun menghentikan penolakannya...
"Baiklah, sekarang kau Masumi, bawa istrimu ke kamar kalian" perintah Eisuke.


Wajah Maya bertambah pucat seketika, namun tangan Masumi langsung menggiringnya keluar dari kamar ayahnya.


Kini mereka sudah berada di depan pintu kamar Masumi...
Tangan dan kaki Maya gemetar menahan ketakutannya. Masumi mengamati hal itu. Dia tersenyum tipis...
"Aku tidak akan melakukan apapun, sampai semua kembali normal" Masumi berusaha memberi pengertian pada Maya.


Maya mengangguk saja. Lalu tangannya ditarik oleh Masumi ke dalam kamar..


Blam! Pintu kamar pun tertutup...
Maya menarik nafas panjang menatap ke seluruh ruangan besar tersebut.


Bagaimana ini? Tuhan,aku benar-benar takut...


Masumi menyuruh Maya mandi dan berganti pakaian. Sambil menunjukkan isi lemari yang sudah terisi oleh baju-baju Maya. Karena sebelumnya Asa telah memindahkan semua keperluan Maya dari apartemennya ke dalam kamar Masumi.


Maya duduk di sofa...lesu menatap Masumi. Masumi pun membalas tatapan itu dalam.
Tapi tatapan itu membuat Maya tertunduk dan berdiri lalu masuk ke kamar mandi.


Beberapa menit setelahnya, Maya pun sudah selesai mandi dan memakai baju piyamanya. Dia berdiri di dekat kamar mandi memandangi Masumi yang sedang merapikan isi lemari Maya. Menyadari Maya sudah keluar kamar mandi, Masumi menyuruh Maya untuk istirahat di ranjang tersebut. Biar dia yang akan tidur di sofa.


Maya pun menuruti tawaran Masumi. Setelah itu mereka diam sampai terlelap hingga pagi menjelang.


**********

Tepat pukul 7 pagi itu, Maya dan Masumi turun bersama untuk sarapan. Sebelumnya Masumi mengajak Maya untuk menjenguk kondisi ayahnya di kamar.
Keduanya masuk pelan ke kamar Eisuke. Dan pria tua itu langsung tersenyum geli pada Maya juga Masumi.
Masumi mengerti maksud dari senyum ayahnya tersebut. Dengan cepat dia mendekap punggung Maya dan tersenyum membalas ayahnya.

"Baiklah, kalian turunlah untuk sarapan, karena aku masih harus tiduran sampai kondisi jantungku benar-benar pulih" kata Eisuke.

Maya dan Masumi pun turun setelah memberi salam hormat pada ayahnya. Mereka lalu sarapan bersama tanpa basa basi. Tanpa obrolan apapun.

Sarapan pun usai, keduanya lantas berangkat menuju Daito untuk menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Di dalam mobil, Masumi tampak sibuk menerima telepon dari para rekan kerjanya. Maya memandang keluar jendela. Bathinnya sangat sedih melihat keadaan ini.

Maya menahan airmatanya yang mulai tak terkendali menetes. Maya mengusapnya dan mengusapnya lagi. Masumi melihat itu. dia merasa kasihan dengan yang terjadi pada Maya.

"Maafkan aku, mungil. Membuatmu terjebak dan kesulitan begini" Masumi mengaku sedih.
Maya diam saja. Dia tak menggubris ucapan suaminya tersebut. Wajahnya cemberut...

Mobil itu tiba di gedung Daito. Keduanya turun dan langsung menuju tempat masing-masing. Banyak yang memperhatikan keduanya dan menganggap pasti mereka sedang bertengkar. Dan itu adalah hal yang wajar dalam sebuah hubungan, pikiran mereka.

Di tempat latihan, Maya lebih banyak melamun. Pikirannya benar-benar tidak ada di situ. Dia teringat dengan rencana pernikahan yang pernah dia rancang bersama Masumi saat semuanya masih penuh asa. 

Pernikahan yang indah. Kapan aku bisa mewujudkannya...
Dengan siapa aku harus mewujudkannya?

Sekarang semuanya telah pergi. Dan tak mungkin kembali. Perdebatan bathin antara dirinya dan Masumi sudah sampai titik puncak kejenuhan. Maya mengingat betapa manisnya awal-awal pertunangannya bersama Masumi. Dia tersenyum sendiri mengenang itu...

Masumi masih mungkinkah kita memulainya dari awal lagi? Apakah kau masih memikirkannya? Semua yang pernah kita rencanakan dahulu?

Maya begitu terus sampai waktunya untuk pulang. Tiba-tiba Masumi menghubunginya dan mengatakan bahwa dia masih ada pekerjaan, jadi Maya harus pulang sendiri.

"Iya, baiklah..." Maya menutup ponselnya lemah.

Hari sudah mulai gelap. Maya keluar dari gedung Daito. Seorang supir perusahaan menyapanya dan menawarkan untuk mengantar Maya pulang. Namun Maya menolaknya sopan...

"Trimakasih, tapi aku ingin pulang sendiri malam ini" tolak Maya.

Dan begitulah setiap hari perjalanan pernikahan mereka. Tidak ada satupun yang membahagiakan keduanya.

Terkadang mereka pergi dan pulang berbarengan dalam satu mobil, tapi kadang masing-masing. Dan tentu saja di rumah khususnya di depan sang ayah, mereka begitu mengumbar kemesraan pernikahan mereka.

Sampai suatu waktu, Maya harus berangkat ke Swiss untuk keperluan syuting film barunya. Dan malam sebelum keberangkatannya, Maya mencoba pamit pada Masumi.

"Masumi, pasti kau sudah mengetahuinya bukan? Aku akan ke Swiss untuk keperluan film baru Daito" kata Maya memulai obrolannya dengan suaminya.

Mereka duduk di tepi ranjang. Masumi begitu serius mendengar ucapan Maya. Dan mengangguk mengiyakan dan berkata:

"Iya, aku tahu itu. Aku harap kau bisa menjaga dirimu di sana. Karena butuh waktu paling sedikit 3 bulan untuk pengambilan gambar yang baik di daerah seperti itu" Masumi memberi penjelasan pada istrinya.

Maya mengangguk mengiyakan...

Masumi sempat menyentuh jemari Maya pelan. Tapi perlahan Maya menepisnya. Lalu keduanya saling menatap lama...

**********

Pagi telah tiba...
Maya bergegas sarapan dan pamit pada Eisuke. Dia berjanji akan segera kembali bila syuting tlah usai. Dan akan membawakan oleh-oleh untuk ayah mertuanya tersebut.
Mendengar janji Maya yang tulus, Eisuke sangat bahagia. Dia menyuruh Maya untuk mendekapnya sebelum berangkat.

Masumi tak bisa mengantar Maya ke bandara. Namun itu tak membuat Maya gusar, dia menganggap bahwa pernikahannya dengan Masumi tidak pernah terjadi. Jadi tidak ada gunanya memikirkan hal-hal sentimentil seperti itu.

Tepat pukul 10 pagi waktu Tokyo, pesawat yang membawa Maya dan rombongan film pun lepas landas dari bandara Narita, Tokyo.

Maya masih memandangi alam Jepang dari jendela pesawat tersebut. Hatinya sedikit tergores karena ejekan teman-temannya tadi, yang menanyakan mengapa Masumi tidak berusaha menunda kesibukannya demi mengantar kekasihnya yang akan meninggalkan negara tersebut.

Ah...aku tidak perduli itu...
Tidak...lagi....tidak lagi...
Ini akan membuatku jauh lebih baik...
Pergi dan jauh darimu...

Masumi aku sangat berharap semua akan selesai begitu aku kembali. Aku ingin melihatmu bersama seseorang yang bisa membuatmu bahagia dan...
Bisa membuatku merasakan kembali getaran hatiku padamu...
Aku ingin itu...

**********

Sepeninggal Maya, Masumi menjadi lebih banyak diam dari sebelumnya. Entah apa yang dia rasakan. Perlahan rasa kehilangan itu hadir dari relung hatinya. Tapi pria tampan tersebut berusaha menepis semuanya dan membuang itu jauh-jauh dari benaknya.

Aku akan baik-baik saja tanpamu...
Aku yakin itu. Tidak akan ada hal yang perlu dikhawatirkan darinya...
Ini akan jauh lebih baik untuk semuanya...

Pernikahan ini hanya basa-basi untuk menyenangkan ayahku, aku tahu kau pun membenci pernikahan kita..
Namun jauh di lubuk hatiku, aku memang mengharapkannya, tapi bukan seperti ini kejadiannya...bukan Maya...Cepatlah kembali...


Dan tepat hari itu, hampir satu bulan Maya meninggalkan Jepang. Tak sekalipun baik Maya maupun Masumi saling berkomunikasi. Hanya Eisuke lah yang selalu menghubungi Maya, begitupun sebaliknya.


Terkadang Eisuke menanyakan kabar putranya pada Maya. Pria tua itu sepertinya ingin tahu sejauh mana hubungan pernikahan keduanya.


Hingga terdengar kabar bahwa ada seorang artis yang mendapat perhatian lebih dari Masumi. Sudah pasti Eisuke marah mendengar kabar tersebut. Dia pun bersikeras akan mengumumkan pernikahan Masumi dan Maya pada semua media. Masumi melarang hal itu. Dia tidak ingin nanti hal tersebut malah memperburuk keadaan dan perusahaannya.


Sejak kepergian Maya, Eisuke dan Masumi sering terlihat kaku dan dingin. Masumi merasa sangat kesepian, dengan kesibukannya di kantor, juga masalah nya dengan ayahnya, bahkan pernikahan diam-diamnya dengan Maya.


Malam itu Masumi berbaring di ranjang empuknya. Dia merenung semua peristiwa yang telah terjadi pada dirinya dan Maya.


Mungil, sedang apa kau di sana? Apa kau bahagia dengan kepergianmu?


Tiba-tiba ponselnya berbunyi...
"Halo..." Masumi menyapa penelepon tersebut.


Dia tak sempat melihat siapa yang menghubunginya dari layar ponselnya tersebut. Dia adalah Maya, istrinya sendiri...
"Masumi, apa kau belum tidur?" tanya Maya datar.


"Belum, ada apa menghubungiku?" Masumi balik bertanya.


"Masumi, dari siang aku tidak bisa menghubungi ayah. Bagaimana kabarnya? Aku mencemaskannya...." suara Maya terdengar parau.


Masumi terdiam sesaat...


"Halo...Masumi..." panggil Maya ragu karena Masumi tidak menjawabnya.


"Iya, ayah baik-baik saja. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya" balas Masumi.


"Hhmm, baiklah. Besok aku akan coba menghubunginya lewat ponselmu. Apa kau keberatan?" tanya Maya gugup.


Masumi tampak berpikir, tatapannya terlihat kesal...


"Apa maksudmu? Kau meneleponku hanya untuk menanyakan kabar ayahku?" Masumi emosi karena merasa tidak dianggap oleh Maya.


"Hah...lalu aku harus bagaimana? Aku harus menghubungi siapa lagi?" jawab Maya mulai terpancing emosi juga.


"Dengar Maya! Apa kau tidak punya rasa bersalah, menghubungi orang lain lewat ponsel orang lain juga?" Masumi sewot.


Dahi Maya berkerut mendengarnya. Dia jadi bingung dengan sikap suaminya.


Tuuut...tuuut...tuuut...
Maya membanting ponselnya kesal.
Begitupun Masumi...


Selalu saja begini, setiap berbicara selalu diakhiri emosi...
Apa maunya? Membuatku bertambah banyak masalah...
Pernikahan apa ini?


Masumi sangat emosi karena Maya menutup ponselnya begitu saja. Dia mencoba menghubungi Maya kembali, namun ponsel Maya tidak aktif.


Maya...Maya...Apakah sebaiknya kita selesaikan saja semua ini?
Aku tidak ingin lebih menyakiti dan tersakiti lagi...


**********


Tanpa terasa hari itu Maya sudah menyelesaikan syutingnya di Swiss. Eisuke sangat gembira dengan berita kepulangan menantunya tersebut.


Dia meminta pelayan menyiapkan masakan kesukaan Maya. Pokoknya semua yang menyangkut dengan Maya harus bersih dan tertata rapi.


Hampir 4 bulan Maya meninggalkan Tokyo. Wanita itu pun banyak mendapat pengalaman berharga dari Swiss. Maya mulai merubah penampilannya agar terlihat lebih dewasa lagi. Dengan gaya rambut sebahu dan direbonding membuatnya terlihat lebih energik saja.


Maya mendorong trolinya menuju pintu kedatangan. Wajahnya tersenyum bahagia bisa menghirup udara tempat kelahirannya. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya dari arah belakang.


"Nona, tunggu..." panggil pria itu.
Maya menoleh ke arah suara tersebut...


Seorang pria melambaikan tangannya sambil tersenyum tulus..
Maya pun membalasnya sambil sedikit membungkuk memberi salam...


"Kau memanggilku?" sapa Maya ragu.
Pria tersebut menganggukkan kepalanya. Lalu dia menyodorkan sebuah tas kecil dari saku jaketnya.


Benda itu adalah kepunyaan Maya. Sepertinya terjatuh di pesawat.


"Apakah ini milikmu?" tanya pria itu sopan.
"Ah, iya ini memang milikku" aku Maya sembari meraih tas kecil tersebut dari tangan pria itu.


"Trimakasih, kau menemukan ini" kata Maya senang.
Pria itu langsung menjulurkan tangannya dan menyebutkan nama lengkapnya.


Maya membalas juluran tangan pria itu...
"Renzo Hashimura" ucap pria itu tegas.


Maya menatap heran pada pria itu...
"Maya Kitajima" sahut Maya mengenalkan dirinya.


Lalu keduanya berjalan bersamaan menuju pintu keluar tadi. Renzo menawarkan untuk mengantarkan Maya ke kediamannya. Tapi Maya menolak dengan sopan. Namun kelihatannya pria itu masih saja ngotot ingin mengantar Maya sampai tempat tujuan.
Akhirnya Maya memutuskan untuk ke gedung Daito dulu singgah. Agar kediamannya tidak diketahui pria tadi.


Sepanjang jalan tadi mereka sangat banyak berbicara. Renzo ternyata seorang pilot pesawat yang baru saja Maya tumpangi. Maya terkejut mendengarnya.


Sampai mobil Renzo tiba di Daito, mereka masih terlihat asyik berbincang. Maya pun mengucapkan terimakasih karena Renzo telah mengantarkannya sampai Daito.
Maya menceritakan bahwa dia bekerja di Daito. Dan tentu saja Renzo senang bisa tahu tempat Maya bekerja.


Kelihatannya Renzo begitu terpesona pada pandangan pertamanya dengan Maya. Wajah tampan dan badan yang atletis itu sangat sumringah saat membukakan pintu mobilnya untuk Maya.


Maya pun menundukkan kepalanya pamit. Namun Renzo masih saja berdiri memandangi punggung Maya yang berlalu masuk ke gedung Daito.


Sampai Maya menghilang masuk ke dalam lift. Mobil pria itu barulah pergi meninggalkan gedung Daito. Tanpa Maya sadari, Masumi melihat semuanya dari dekat jendela di ujung ruangan sebrang lobby Daito.


Maya masuk ke lift dan menekan lantai berapa tujuannya. Hingga tiba di lantai tempatnya berlatih seperti sebelum dia pergi beberapa bulan lalu. Namun ruangannya itu kini kosong. Maya mencoba mengelilingi jendela kaca ruangan tersebut. Pintunya terkunci...


Maya berpikir sejenak bingung mengapa tempat latihan tersebut bisa kosong. Padahal sebelumnya tempat itu penuh dengan fasilitas yang lengkap untuk keperluan latihan teater. Maya menghela nafasnya berulang kali. Dia tak mengerti apa-apa...


Maya duduk di sebuah bangku di depan ruangan tersebut. Maya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi tersebut. Matanya menatap hampa ke setiap sudut ruangan tadi.


Lalu terdengar seseorang mendekati tempatnya duduk...
Dia Masumi, suaminya!


Maya menoleh ke arah Masumi sebentar. Namun segera memalingkan wajahnya dari pria itu. Karena Maya mulai berpikir ini pasti ada hubungannya dengan suaminya tersebut.


"Kapan kau sampai? Pulanglah, ayah sudah menunggumu" sapa Masumi sambil mengajak Maya pulang ke kediaman mereka.


Masumi langsung membawakan koper kecil Maya. Dan berjalan menuju tempat parkir. Maya mengikutinya dari belakang.


Tidak ada pelukan, tidak ada dekapan kerinduan dari suaminya tersebut. Bahkan uluran tangan saja tidak ada sama sekali. Sungguh ironis...


Mobil mereka tiba di kediaman Hayami. Seorang pelayan langsung membawa koper-koper Maya dan meletakkannya di kamar. Maya langsung menuju kamar ayah mertuanya. 
Eisuke tersenyum bahagia melihat kedatangan Maya. Dia memeluk Maya erat. Sambil menepuk-nepuk pundak Maya, dia berkata:


"Apa semuanya berjalan lancar?" Eisuke menyapanya ramah.


Maya tersenyum sembari perlahan melepaskan dekapan Eisuke padanya. Dan Masumi masih berdiri kaku di depan keduanya.


Melihat Masumi yang tak bergeming, Eisuke berpikir putranya itu sudah sangat merindukan istrinya, sehingga Eisuke pun menyuruh Maya dan Masumi untuk beristirahat di kamar dulu.


"Maya berisitirahatlah, sepertinya suamimu sudah sangat merindukanmu. Nanti makan malam...kita bersua lagi" perintah Eisuke sambil mengerlingkan matanya geli.


Wajah Masumi merah padam seketika, dia merasa dipermalukan di depan Maya. Tangannya langsung menarik jemari Maya dan segera meninggalkan ruangan ayahnya.


Masumi pun melepaskan tangannya begitu keluar dari ruangan Eisuke. Keduanya berjalan menuju kamar mereka.


Maya rupanya sangat kelelahan setelah perjalanannya. Dia langsung menghempaskan tubuhnya di tempat tidur mereka. Tubuh mungilnya menelungkup kelelahan. Tak berapa lama, wanita itu telah tertidur pulas.
Sedangkan Masumi baru saja mengganti pakaiannya. Dia pun kaget karena Maya sudah tertidur. Beberapa kali Masumi memanggil Maya, namun tidak ada jawaban.


Pria tampan itu mendekati istrinya yang tertidur pulas. Perlahan dia kembangkan selimut di tubuh Maya. Walau Masumi tak bisa melihat wajah istrinya yang kelelahan, namun dia bisa mendengar dengkuran  pelan dari Maya.


"Kau benar-benar kelelahan, Maya" gumamnya mengerti.


Masumi berjalan ke arah balkon kamarnya. Mengambil sebatang rokok dan menghisapnya sembari melayangkan pandangan pada halaman luas dari kediamannya.
Tanpa terasa pria itu sudah menghabiskan 4 batang rokoknya. Entah apa yang dia pikirkan, tapi yang pasti dia merasa senang melihat istrinya ada di kamar yang sama dengannya.


"Maya, aku harus akui bahwa aku senang melihatmu kembali ke rumah ini. Aku mulai merindukanmu...aku..." desis Masumi lirih.


Pria itu tak mengetahui bahwa Maya mendengar semua desisan nya. Wanita itu telah berdiri di belakangnya sejak rokok ke tiga mulai dihisap oleh Masumi.
Pipinya masih merah mendengar semuanya. Wanita itu tak bisa mempercayainya. Dia hanya memandangi punggung Masumi dari belakang. Terus memandanginya dan perlahan dia mundur untuk mandi dan bersiap untuk makan malam bersama.


Mendengar suara gemericik air dari kamar mandi, Masumi pun masuk dan melihat bahwa Maya sudah terbangun dan saat ini sedang mandi. Masumi terduduk di tepi tempat tidurnya. Dan tatapannya kini tertuju pada Maya yang baru saja keluar dari kamar mandi.


Maya baru sadar sedang diperhatikan oleh suaminya. Maya langsung menuju meja rias untuk merapikan rambutnya. Wanita itu menjadi kikuk karena Masumi masih saja menatapnya. Maya pun memberanikan diri membuka obrolan...


"Masumi, apa kau tidak bersiap untuk makan malam nanti?" Maya bertanya gugup.
Tapi Masumi masih saja memandangi istrinya dengan tatapan yang sedikit aneh, yang jelas tatapannya itu membuat Maya sangat tersipu.


Hingga akhirnya Maya buru-buru keluar dari kamar menuju ruang makan. Jantungnya masih berdegup kencang mengingat tatapan suaminya. Sambil memegang dada kirinya, Maya melangkah menuruni tangga...


"Ada apa dengannya? Aduuh, mengapa dengan jantungku, mengapa jadi begini. Dia ingin mengetesku mungkin. Lihat saja, kau tidak akan bisa membuatku seperti ini lagi" Maya mengomel sendiri sampai tiba dan duduk di ruang makan.


Sedang Masumi baru saja turun dari kamarnya. Perlahan dia memasuki ruang makan, namun yang ada hanya Maya, sedang ayahnya tidak tampak. Masumi memanggil Asa untuk menanyakannya. Dan Asa mengatakan bahwa Eisuke baru saja pergi meninggalkan rumah untuk satu keperluan.


Mendengar itu Masumi dan Maya langsung kaget. Mereka begitu cemas dengan kesehatan Eisuke.
"Apa katamu? Pergi? Kemana dan untuk apa?" tanya Masumi begitu cemas.


Tapi Asa memberikan sepucuk surat untuk dibaca keduanya...
Masumi meminta Maya mendekat untuk membaca surat tersebut...




Untuk Anak-anakku...
Masumi dan Maya

Maaf aku pergi tanpa pamit dahulu,
Aku tahu pasti kalian akan melarangku bila itu kulakukan,
Kalian tidak usah khawatir, 
saat ini aku berada di tempat yang aman dan terjamin untuk kesehatanku..
dan aku akan segera kembali dalam 7 hari mendatang..
Aku harap kalian akur dan segera beri ayahmu ini kejutan..
Aku akan menagihnya bulan depan..
Ingat ya...
Kejutan...


Eisuke Hayami


Masumi dan Maya saling pandang setelah membaca surat dari Eisuke. Wajah mereka sepertinya mengerti maksud dari kata 'kejutan' yang dikatakan dalam surat tersebut.
Keduanya sama-sama menghela nafas dan kembali melanjutkan makan malam. Baik Maya dan Masumi semakin bertambah gugup ketika makan malam usai tanpa ada obrolan apapun.

Mereka kembali ke kamar...

Blaamm...


Dagdigdug!!! Rasanya jantung Maya dan Masumi terdengar kencang sekali. Entah mengapa malam itu menjadi terasa panas, padahal AC  sudah pada angka suhu minimal.


Mungkin surat dari Eisuke masih begitu jelas membekas di pikiran keduanya. Dan untuk yang satu itu, mereka tidak mungkin harus berpura-pura, bukan?!






^^^continue to chapter 3^^^





3 comments:

  1. "kejuta" xixixixix pasti MM sekarang lagi pusing tujuh keliling, lagian sih aneh2 aja.....makanya jangan kelamaanpacaran begini deh jadinya bosen duluan

    Nah mumpung dah nikah ya sudah dicoba aja perbaikin hubungannya....

    Ayo sista lanjut lagi jgn lama2..... penasaran tingkat tinggi penegn liat MM yg keras kepala....

    ReplyDelete
  2. Ha...ha...ha...pintar jg bapak yg satu itu...kejutan??? Lanjut sista...

    ReplyDelete
  3. ayo sista bikin yg lebih dramatis lagi
    wwkwkwkwkw
    elf

    ReplyDelete