Thursday, August 04, 2011

My Mistake (chapter 2)



Matahari telah tepat berada di atas kepala, Maya bergegas membereskan mejanya dari dokumen dan kertas lainnya yang berserakan. Dia melirik jam yang ada di tangannya...
"Sudah waktunya..." wanita itu bergumam.
Dia mengambil blaser dan tas kecilnya, lalu meminta Mizuki ikut dengannya. Mereka meninggalkan gedung Daito menuju kediamannya.


Mobil berhenti tepat di depan teras kediaman Hayami. Maya pun langsung mencari Masumi, sedangkan Mizuki menunggunya di ruang tengah.


"Sayang...aku datang...sayang..." suara Maya begitu lembut memanggil suaminya.
Maya membuka kamarnya dan Masumi sedang duduk di balkon bersama pelayan Nani.
"Oh nyonya..." sapa Nani sambil membungkuk memberi hormat pada nyonya-nya.
Lalu pelayan itu keluar dari kamar...
Masumi masih diam memandangi pemandangan di depannya..
Maya pun menghampiri Masumi perlahan...
Melingkarkan lengannya di dada Masumi lalu mengecup pipinya.
"Sayang...mengapa kau tak menyambutku?" Maya merajuk.
"Maaf Maya, aku tidak bisa ikut jalan-jalan saat ini" kata Masumi tanpa basa basi.
Maya melepaskan lingkaran tangannya dari tubuh Masumi. Dia berjalan ke depan Masumi dan berjongkok di hadapannya.
Maya menatapi Masumi yang terlihat sedih. Bibirnya ingin mengucapkan banyak kata untuk mengajaknya dan membujuknya, namun Maya terlihat lelah untuk harus berbuat itu terus menerus..


Wanita itu tertunduk sedih...
"Masumi...aku sengaja ingin mengajakmu keluar hari ini. Aku sudah menyerahkan semua jadwalku pada Satomi. Aku ingin bersamamu hari ini. Tolong mengertilah sayang...Pergilah bersamaku" pinta Maya memohon.
Masumi terlihat tak suka dengan penjelasan istrinya...
Dia mengalihkan pandangannya dari Maya...
"Jangan paksa aku melakukan yang tidak aku ingin lakukan! Kembalilah bekerja dan kita bersua malam nanti" kata Masumi kaku.


Masumi...
Mengapa kau selalu begini...
Membuatku tak berdaya...
Hatiku sangat sakit...
Apakah kau pernah menyadari itu...
Kau selalu merasa aku meninggalkanmu...
Sementara kau lah yang selalu menghindariku...
Apa salahku, Masumi...


Maya menangis di hadapan Masumi. Berkali dia mengusap airmata yang membasahi pipinya. Masumi tak mau menatapnya...


"Masumi...sekali ini saja, kumohon pergilah bersamaku. Aku....membutuhkanmu....kumohon...." bujuk Maya terisak.
Masumi kembali menatap istrinya. Dia pun sangat sedih melihat Maya menangis seperti itu.
"Tidak, kau tidak membutuhkanku lagi. Tapi ingat Maya, aku tidak akan melepaskanmu" ujar Masumi penuh emosi.


Maya lesu mendengar semua ucapan Masumi. Dia terduduk di lantai sambil menangis. Dan Masumi masih menatapnya dengan wajah yang kaku.


"Masumi..." desis Maya kemudian.
"Maya pergilah. Aku ingin sendiri" ucap Masumi tiba-tiba.
Namun sepertinya Maya menjadi terbakar amarah mendengar kata-kata Masumi yang mengusirnya.
Maya berdiri di hadapan Masumi. Dia menatap Masumi tajam..
"Apa kau puas Masumi dengan memperlakukan aku seperti ini? Apa kau akan melampiaskan ketidak berdayaanmu itu padaku? JAWAB AKU, MASUMIII!!!" teriak Maya marah.
Nafasnya berdebar kencang, berusaha menahan amarahnya yang sedang memuncak sampai ke ubun-ubun.


Masumi balas menatap Maya tajam...
"Hahahaha...." tawa Masumi membalas teriakan istrinya.
Maya menatap suaminya sedih...
"Kau kejam sayang. Kau tak pernah merasakan bagaimana perasaanku selama ini kan?" tanya Maya pelan.
"Perasaan malu-mu Maya? Oh...aku tahu kau malu mempunyai suami seperti aku, iya kan?!" jawab Masumi sambil menggelengkan kepalanya.
Maya memejamkan matanya berkali-kali...
Dia semakin bingung bagaimana menghadapi suaminya. Dia membelakangi Masumi dan menatap lurus ke depan, menerawang dan menembus jauhnya harapan dalam rumah tangganya.


"Aku lelah, sayang" kata Maya putus asa. Suaranya terdengar parau dan sangat sedih.


Masumi mendorong kursi rodanya dan mendekati Maya. Kemudian perlahan dia menggenggam jemari mungil istrinya dan menciumnya.
"Maafkan aku sayang...maafkan aku..." Masumi merasa bersalah.
"Tidak sayang, aku yang salah. Mungkin lain waktu kita pasti bisa jalan-jalan bersama" balas Maya beranjak akan pergi.


Sebelum dia pergi, wanita itu berbalik dan mengucapkan sesuatu pada Masumi:
"Masumi, bila kau berubah pikiran, hubungi aku. Dan...sayang...aku mencintaimu..." ucap Maya lirih.


Blllaaammm...


Maya menuruni tangga dengan airmata yang masih berlinang di wajahnya. Dia begitu terpukul dengan penolakan Masumi yang tak pernah berubah. Tidak pernah ada titik temu kedamaian sejak Masumi kecelakaan.


"Nyonya Maya..." sapa Mizuki ketika melihat Maya keluar dan melewatinya begitu saja menuju parkiran.
Mizuki meraih tangan Maya dan memeluk wanita mungil itu sambil menepuk-nepuk pundak Maya.
Mizuki berusaha menenangkan Maya yang saat itu sedang depresi.


Mereka pun memasuki mobil dan langsung melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan kediaman Hayami.
Sepanjang perjalanan, Maya menangis tanpa henti. Mizuki memberinya tisu berkali-kali.
"Nyonya..." panggil Mizuki sedih.
"Mizuki...aku lelah, benar-benar lelah. Selama ini aku sudah berusaha untuk menghiburnya. Tapi...tapi...dia tidak pernah menghargaiku" eluh Maya pada Mizuki.
"Nyonya, mungkin pak Masumi tidak bermaksud begitu. Mungkin saja dia merasa tak percaya diri untuk keluar rumah dan berjalan-jalan dengan istrinya yang seorang artis dan wanita karir sepertimu" ujar Mizuki meredam kelelahan Maya pada suaminya.


"Hheehhhh..." Maya mendemes kesal.


Dia menatap lekat pada orang kepercayaannya tersebut...
"Mizuki, jika kau berada di posisiku, bagaimana? Apa yang akan kau lakukan? Sementara waktu 14 tahun itu bukan waktu yang singkat kan?!" tanya Maya.
Wajah Mizuki tampak berkerut, dia bingung harus menjawab apa. Yang pasti sepertinya dia tak akan sanggup menjalaninya. Namun dia akan berusaha mengokohkan kembali cinta Maya pada Masumi.
"Nyonya...jika pertanyaan itu anda ajukan padaku, maka jawabanku adalah bersabar dan terus menunggu" ujar Mizuki mencoba bijaksana.
Namun dalam benaknya, Mizuki berpikir...


Aku tidak akan membuang waktuku untuk itu...
Betapa bodohnya aku menunggu orang yang tidak mau berubah...
Maya...masih banyak yang mengharapkan cintamu...
Kau wanita hebat, Maya...
Hampir 14 tahun kau menjalaninya...
Dan baru ini mengeluh 'lelah' padaku...
Masumi...betapa beruntungnya anda...
Masumi...pikirkanlah perasaan Maya...
Aku mohon...
Tuhan...bukakan pintu hatinya...


**********

Masumi masih memandangi pekarangan rumahnya. Pohon-pohon begitu rindang dan menyejukkan hatinya yang lara. Bathinnya berkecamuk dan ingin berontak dengan keadaannya.
Kedua tangannya mengepal kaku di gagang kursi rodanya. Tak lama bahunya terguncang oleh tangisannya. Dia menangis tersedu-sedu...

Maafkan aku Maya, maafkan...
Aku tahu kau pasti sudah lelah menjalani semua ke tidak berdayaanku...
Aku hanya ingin tahu sampai kapan kau akan bertahan?
Apakah setahun atau 10 tahun lagi? Aku akan tetap seperti ini!

Tapi Maya, apa kau tahu betapa ingin aku membawamu berjalan mengelilingi dunia ini...memamerkan betapa mempesonanya dirimu...istriku...
Betapa aku ingin mengatakan pada dunia bahwa kau tetap mencintaiku walau keadaanku tidak sempurna...
Namun aku terlalu malu dan egois untuk mengakuinya...
Maya...bantu aku...aku ingin....

Masumi menangis dan menangis menyesali perilakunya selama ini pada Maya. Namun apa boleh buat, pria itu masih enggan untuk merubah dan mengatakannya pada Maya. Dan itu membuat Maya benar-benar lelah saat ini!!!

Sementara itu Maya dan Mizuki baru saja tiba di kantor Daito. Maya langsung naik ke ruangannya. Satomi melihat kedatangan Maya. Dia mengejar wanita itu...
"Maya...apa kau tidak jadi pergi?" tanya Satomi mengkhawatirkan Maya.
Dia tahu pasti kali ini rencana wanita itu gagal lagi. Perlahan dan dengan penuh perhatian, Satomi mengikuti Maya sampai pintu ruangannya tertutup. Memberikan secangkir teh hangat pada Maya.
Maya langsung menyandarkan di sofanya. Matanya terpejam mengingat semua yang dia pertengkarkan tadi bersama Masumi.

Satomi memandanginya iba...

Maya...kuatkan dirimu...
Aku tahu semua ini begitu berat dijalani...
Tapi sejujurnya aku tak rela melihatmu begini...
Kau juga berhak bahagia...
Bagaimana bila aku memberanikan diri lagi...
Untuk meraih cintamu...
Aku akan membahagiakanmu selamanya... 
Maya...Maya...pandanglah cinta pertamamu ini...
Pandanglah aku sebagai pria yang selalu mencintaimu...
Yang masih mencintaimu...

Maya membuka matanya dan kaget karena Satomi masih berada di depannya dan kini sedang memandanginya...
"Kau...aku kira kau sudah pergi" kata Maya sedikit gugup karena tatapan Satomi.
Pria itu tersenyum manis sekali pada Maya. Maya pun membalasnya hangat...
"Maya...apa kau mau makan siang bersamaku? Aku rasa masih ada waktu, bukan?" usul Satomi untuk menghibur wanita yang sangat dicintainya.
Maya tak langsung menjawabnya. Dia berpikir sejenak...
"Hmm...baiklah, aku akan menerima tawaranmu. Aku harap bisa melepaskan kepenatanku di siang ini" balas Maya sambil berdiri menuju pintu.
Satomi pun mengikutinya dari belakang.


Mereka makan siang di sebuah restoran yang cukup terkenal. Seperti biasa hampir semua mata menatap penuh tanda tanya dan curiga akan kebersamaan Maya dan Satomi. Maya sudah tidak memikirkannya lagi. Dia benar-benar lelah!!
Tiba-tiba...
Maya menggandeng tangan Satomi. Spontan saja Satomi kaget melihat sikap Maya yang tidak seperti biasanya.


Maya...


Maya masih menggandeng tangan Satomi sampai mereka menemukan tempat yang kosong untuk makan siang itu. Mereka memesan makanan lalu mengobrol begitu asyik hingga tak memperhatikan ada wartawan yang mengambil gambar keduanya. Dan saat itu Maya duduk tepat di sebelah Satomi. Wanita itu sempat menyandarkan kepalanya di bahu Satomi. Maya sepertinya sedang depresi beraaat...


Hampir pukul 6 sore, keduanya baru kembali ke kantor...
Mizuki menyambut Maya dengan wajah yang tak suka, karena seharian bersama Satomi.
"Nyonya...." sapa Mizuki ingin penjelasan.
Maya mengacuhkannya...
"Mengapa ponsel anda tidak aktif beberapa jam yang lalu? Aku berkali menghubungimu" terang Mizuki.
Maya lalu menatap Mizuki penasaran..
"Ada apa memangnya?Apa ada hal yang penting?" Maya curiga.
"Pak Masumi...tadi menghubungi ponselmu tapi tidak aktif. Lalu...dia menghubungiku...dan aku katakan...bahwa kau...sedang makan siang...bersama....Satomi" jelas Mizuki gugup.
Maya menanggapinya santai...
"Baiklah, trimakasih. Aku akan pulang sekarang" kata Maya sambil berlalu di hadapan Mizuki.


Mizuki bengong dengan sikap atasannya hari ini. Biasanya dia akan marah bila aku menyebut nama Satomi pada Masumi. Sepertinya dia sudah tidak perduli lagi dengan image-nya saat ini.


Saat kelelahan itu memuncak dan menebarkan aroma jenuh atas segalanya. Menganggap semuanya akan tetap begini dan tidak akan berubah, jadi tidak ada gunanya menanggapi hal-hal yang bisa memicu stress bagi diri sendiri.


Maya melamun dalam mobilnya...
Perjalanan dari kantor ke kediamannya terasa begitu penuh makna..
Dia menikmatinya...


Mulai saat ini..
Aku akan melakukan apa yang aku mau...
Apa yang membuat aku bahagia...
Bila kau ingin aku yang seperti itu...
Baiklah Masumi...
Sudah cukup selama ini aku mengalah..
Dan selalu dipersalahkan oleh semua orang...


Aku istri yang jahat, bukan?
Meninggalkan suami?!
Tidak pernah membawamu keluar rumah?!
Mengacuhkan peranku sebagai istrimu..


Masumi...kau membuat semuanya menjadi berantakan...
Kau yang pernah membahagiakan aku...
Dan kau juga yang menghancurkan harapanku...
Membawa hidupku dalam egomu...
Egomu yang tak pernah aku pahami...
Aku tak mengerti dirimu...
Tak mengerti...


**********


Maya baru saja tiba di kediamannya. Dengan gerakan yang bersemangat dia keluar dari mobilnya dan berjalan menuju kamarnya.
Pak Asa menyambutnya hormat, Maya membalasnya dengan senyuman. Tapi sepertinya pak Asa ingin mengatakan sesuatu, namun Maya terlihat enggan tuk mendengarkannya. Akhirnya lelaki tua itu hanya diam dan membiarkan nyonya-nya berlalu masuk ke kamarnya.
"Aku pulang, Masumi..." kata Maya sambil meletakkan tas dan blasernya di meja rias kamarnya.
Wanita itu langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang lembut tersebut. Sepertinya dia lelah sekali dan tak menghiraukan yang lainnya.
"Hhmm...aku lelah sekali" Maya bergumam.
Tak lama setelah itu, matanya telah terpejam tidur dengan pakaian kerja yang masih melekat di tubuh mungilnya.


Hingga malam menjelang, wanita itu belum juga terjaga. Tiba-tiba dering telepon kamarnya mengejutkan dia dari tidurnya.


Krrriing...krriing...
Maya terjaga dengan malasnya dia berusaha meraih telepon itu, namun tubuhnya begitu lemas, sehingga dia tersungkur ke lantai.


Bruuuk!!!
"Aaahhh..." erangnya kesakitan.
Mata dan sekujur tubuhnya mulai sadar dan berusaha bangun dari lantai. Dia pun dapat meraih gagang telepon tersebut.
"Ha...lo.." sapa Maya lesu.
"Maya...ini aku...Masumi..." sahut Masumi dari tempat yang berbeda tentunya dengan Maya.
Maya masih setengah sadar saat menerima telepon tadi, dan saat dia mendengar nama Masumi, barulah dia menyadari bahwa sedari tadi suaminya itu tak berada di kamar besar ini.
Mata nya langsung membelalak kaget...
"Masumi...kau dimana?" Maya tampak khawatir.
Dia meremas kemejanya tak percaya kalau Masumi pergi sedari tadi.
"Kau jangan khawatir. Aku akan segera kembali" balas Masumi kemudian. Namun firasat Maya seperti ada yang tidak beres.
"Tunggu Masumi, aku akan ikut bersamamu, jadi aku mohon katakan di mana kau sekarang?" bujuk Maya mencemaskan suaminya.
"Tak perlu! Kau tunggu saja aku. Dan jangan mengkhawatirkan aku lagi. Aku tak suka dengan wajah kasihanmu padaku!" jawab lelaki itu terdengar nada yang menyebalkan.
Maya semakin risau dengan jawaban suaminya. Dia merasa bersalah kalau Masumi pergi karena tadi dia menghubunginya di kantor dan Mizuki mengatakan bahwa dia saat itu sedang berada dengan Satomi.
"Tidak Masumi, kau pasti marah karena aku tak berada di kantor tadi. Iya kan?!" rasa bersalah Maya menghukumnya.
Sejenak tak ada balasan dari Masumi. Sepertinya pria itu sedang merenungkan perkataan istrinya tadi.
"Masumi....sayang...bicaralah!" kata Maya semakin khawatir.
"Maya, bila kau masih mau menungguku maka tunggulah aku kembali, namun bila kau sudah lelah dengan diriku, maka aku akan membebaskanmu hari ini juga" ujar Masumi begitu menghantam perasaan istrinya.
"Apa..maksudmu?" kata Maya tak mengerti.
Namun di lubuk hatinya, dia mulai merasa akan terjadi sesuatu dalam pernikahannya dan dengan kepergian Masumi tersebut.
"Masumi...pulanglah. Aku merindukanmu" Maya berusaha berpikir jernih.
"Bila kau lelah, kau bisa tanda tangani surat yang aku simpan di laci meja riasmu. Lihatlah dan bacalah terlebih dahulu" jelas Masumi kemudian.
Maya tak menjawabnya, dia langsung menoleh ke arah laci meja rias yang berada di sebelahnya.
"Masumi..." wanita itu memanggil suaminya sedih.
"Selamat tinggal, Maya. Aku menyayangimu" kata terakhir sebelum Masumi menutup teleponnya.
Tut...tuuut...ttuuut...
"Masumi, halo...Masumi...sayang...jawablah aku..." suara Maya terdengar sedih sekali memanggil suaminya.
Wajahnya sangat tercengang tak percaya dengan apa yang baru saja dia alami. Perlahan dia membuka laci itu. Ada sebuah lembaran di sana. Tangannya gemetar tak sanggup menyentuh kertas tersebut.


Masumi, apa artinya ini? Apa kau sungguh-sungguh? Bagaimana mungkin kau pergi meninggalkan ku di saat aku sedang merasa jenuh dengan semuanya? Namun bukan maksudku begitu sayang. Aku tak ingin kau pergi, tidak suamiku, bukan begini caranya.Kembalilah Masumi!!


"KEMBALILAH MASUMIIIIII...!!!!" teriak Maya di tengah malam.
Seisi rumah terbangun karena suaranya. Dan yang terlihat pak Asa sudah berdiri di depan pintu kamar Maya. Dia tertunduk sedih meratapi pintu di hadapannya.


Nyonya, maafkan aku...


Tiba-tiba pintu itu terbuka dan Maya langsung mendapati wajah Asa, lalu dia meminta Asa untuk pergi bersamanya malam itu juga.
"Pak Asa, ikut denganku!" ajak Maya sambil berlinangan airmata.
Pria tua itu mengangguk dan mengikuti nyonyanya dari belakang.
Mereka pun berlalu meninggalkan kediaman nya.


Di dalam mobil...
"Nyonya, sebenarnya aku tadi ingin mengatakan..." kata Asa mencoba menjelaskan niatnya tadi.
Tapi Maya menghentikan ucapannya dengan memintanya diam saja.
"Sudahlah, saat ini apa kau tahu kemana Masumi pergi?" tanya Maya bingung.
"Maaf nyonya, tuan Masumi sudah berangkat dengan penerbangan sore tadi ke..." pria tua itu tak melanjutkan kata-katanya.


Maya kaget mendengar kata 'penerbangan'. Dia sudah yakin pasti suaminya melakukan itu. Raut wajahnya semakin dingin dan menyedihkan.
Dia menganggukkan kepalanya lalu dia meminta supir untuk kembali ke kediamannya. Suasana menjadi sangat mengkhawatirkan.


Baiklah Masumi. Aku merelakanmu, mengapa tak kau lakukan dari dulu? Aku bebas sekarang kan? Kau yang menganggapnya begitu. Kau yang menghancurkan segalanya. Dan saat ini aku hanya akan pasrah pada takdir yang selalu menyalahkanku. Menyalahkanku...


Maya menangis sejadinya. Airmata itu tak kuasa dia bendung...


Pergilah Masumi sayang bila itu membuatmu bahagia. Aku mencintaimu sampai kapanpun. Aku tak akan pernah mengingkarinya, meski keadaanmu membuatku lelah, namun cinta itu tak pernah lelah, sayang. Kembalilah...








^^^continue to chapter 3^^^

3 comments:

  1. Belum di update lg sista??? Pingin tau kelanjutannya..gmn nih

    ReplyDelete
  2. iya betul setuju....nungguin update an jgn lama2 ya sist.... :D

    ReplyDelete
  3. Betull belum ada lanjutannya kah??? Ditunggguuuu...anastasia

    ReplyDelete